PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mempersiapkan program relaksasi dan restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah yang terdampak bencana di Aceh.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen BSI dalam memberikan perlindungan dan keringanan kepada nasabah di tengah kondisi force majeure, yang juga sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait mitigasi penanganan restrukturisasi pembiayaan masyarakat Sumatra, khususnya Aceh, Sumatra Barat dan Medan, yang baru-baru ini terlanda bencana alam hidrometeorologi.
Direktur Utama BSI, Anggoro Eko Cahyo menyampaikan bahwa kebijakan relaksasi dan restrukturisasi pembiayaan ditujukan untuk meringankan beban nasabah agar dapat bangkit melanjutkan hidup, keberlangsungan usaha, dan mendukung pemulihan ekonomi pascabencana di wilayah terdampak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BSI berkomitmen selalu hadir mendampingi nasabah, khususnya di saat-saat sulit. Program relaksasi pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi nasabah untuk fokus pada pemulihan, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dan ketentuan yang berlaku," ujar Anggoro.
Dalam implementasinya, BSI memberlakukan tiga fase penanganan nasabah terdampak. Pertama, restrukturisasi kolektif pemberian masa tenggang (grace period) sejak Desember 2025 hingga Maret 2026. Artinya, nasabah yang masuk kriteria akan mendapatkan kelonggaran penundaan pembayaran angsuran pembiayaan.
Fase kedua, terkait relaksasi dalam bentuk restrukturisasi melalui program rescheduling/penjadwalan ulang. Restrukturisasi dilakukan secara selektif kepada segmen UMKM, ritel dan konsumer dengan mempertimbangkan profil risiko, prospek usaha, serta kemampuan bayar nasabah yang sesuai ketentuan regulator.
Hingga September 2025, pembiayaan BSI mencapai Rp301 triliun dengan portfolio yang didominasi segmen konsumer dan ritel sekitar 72,42 persen dari total pembiayaan. Kualitas pembiayaan terjaga dengan indikasi NPF gross 1,86 persen. Secara bankwide, pembiayaan BSI tercatat bertumbuh solid dan sehat.
BSI juga berkoordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta kementerian dan berbagai instansi terkait, termasuk pemerintah daerah dan lembaga penanggulangan bencana, untuk menjaga setiap opsi relaksasi dapat diarahkan secara hati-hati, selaras dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Anggoro berharap, masyarakat terdampak bencana dapat segera pulih dan bersiap untuk bangkit. BSI juga menganjurkan nasabah terdampak bencana di wilayah Aceh untuk menghubungi kantor cabang BSI terdekat atau layanan BSI Call Center 14040 guna memperoleh informasi lebih lanjut terkait mekanisme dan persyaratan program relaksasi pembiayaan ini.
Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSI menegaskan akan terus berupaya berkontribusi secara nyata dalam mendukung pemulihan ekonomi masyarakat, serta memperkuat ketahanan sosial melalui layanan keuangan syariah yang amanah, inklusif, dan berkelanjutan.
Di tengah kondisi pemulihan, BSI mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap segala bentuk modus penipuan yang mengatasnamakan BSI, seperti permintaan data pribadi dan rahasia ataupun penawaran pemberian hibah.
97 Persen Layanan BSI di Aceh Kembali Normal
Hingga Kamis (18/12), sebanyak 140 dari 145 kantor cabang BSI di Aceh telah beroperasi normal, mencapai 97 persen dari total jaringan.
Tak hanya kantor cabang, layanan BSI mencakup 715 ATM BSI atau 78 persen juga sudah normal, dan 17.126 BSI Agen laku pandai atau 89 persen telah kembali dapat diakses.
"Saat ini nasabah dihimbau untuk bisa bertransaksi melalui BYOND by BSI, BSI Agen terdekat dan juga jika ada keluhan bisa menghubungi BSI Call 14040. Hal ini untuk memudahkan layanan dan effisiensi waktu di jalan," tutur Anggoro.
Anggoro menyatakan, komitmen melayani sepenuh hati terus diusung BSI di Aceh, baik dari sisi optimalisasi layanan, dukungan restrukturisasi pembiayaan, hingga dukungan berupa bantuan logistik yang saat ini mencapai sekitar 78,7 ton.
(rea/rir)