Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkap penyebab utama krisis yang dialami sejumlah wilayah di Aceh pascabencana banjir bandang dan longsor.
Menurutnya, perubahan kondisi sungai yang melebar dan mendangkal secara signifikan membuat banyak instalasi pengolahan air tidak lagi berfungsi.
"Karena di di Pidie Jaya memang betul, bukan hanya di Pidie, hampir di semua kabupaten itu sungai-sungainya itu melebar dan mendangkal," ujar Dody dalam Rapat Koordinasi Satgas Pemulihan Pasca Bencana DPR RI dengan K/L dan Kepala Daerah Terdampak di Banda Aceh, Selasa (30/12)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan pelebaran dan pendangkalan sungai terjadi hingga dua sampai tiga kali lipat dari kondisi normal. Dampaknya, banyak water treatment plant (WTP) yang berada di tepi sungai tertutup lumpur sehingga tidak bisa beroperasi.
Lihat Juga : |
"Rata-rata dua sampai tiga kali lipat dari kondisi semula, sehingga banyak kemudian water treatment plant yang selama ini berada memang di tepi-tepi sungai tertutup lumpur semua. Sehingga memang kemudian menyebabkan bapak-ibu sekalian kesulitan air bersih di seluruh kabupaten yang yang terdampak," katanya.
Dody menyampaikan pihaknya tengah melakukan percepatan pemulihan agar layanan air bersih bisa segera kembali dinikmati masyarakat. Dalam kondisi tanggap darurat, sejumlah langkah dilakukan agar pembangunan dan perbaikan dapat segera berjalan.
"Kami memang sedang bekerja keras, agar water treatment plant ini bisa kita aktifkan secepat-cepatnya. Banyak sudah kita lakukan penunjukan langsung, karena masih tahap tanggap darurat di beberapa tempat," ujarnya.
Ia menargetkan dalam waktu tiga hingga empat bulan ke depan sejumlah WTP baru dengan kapasitas sekitar 20 liter per detik dapat mulai beroperasi di beberapa titik terdampak.
"Harapan kami dalam tempo tiga sampai empat bulan ke depan beberapa water treatment plant yang yang berkapasitas sekitar 20 liter per detik bisa segera terbangun di beberapa titik," kata Dody.
Selain pemulihan jangka pendek, pemerintah juga mulai mengkaji solusi jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana serupa di masa mendatang.
Di Pidie Jaya, misalnya, Kementerian PU telah mengirim tim konsultan untuk mengkaji kondisi sungai sekaligus kemungkinan pembangunan bendungan.
"Kemudian khusus untuk di Pidie Jaya, kami juga sudah mengirimkan tim konsultan untuk mengkaji tentang kondisi sungai dan juga karena tadi ada saran untuk mungkin bendungan sekalian kami akan kaji tentang bendungan tersebut," ujarnya.
Kajian serupa juga akan dilakukan di wilayah lain seperti Gayo Lues, termasuk kemungkinan pembangunan sabo dam atau bendungan sebagai langkah mitigasi.
Sementara itu, untuk wilayah Aceh Utara, Dody memastikan pemerintah telah bergerak membersihkan bendungan dari material kayu yang menumpuk agar aliran sungai kembali lancar dan WTP di sekitarnya dapat diaktifkan. Upaya serupa juga dilakukan di Bendungan Keureuto.
"Misalnya Bendung Jambo Aye, kita sudah mulai membersihkan dari kayu-kayu yang menumpuk di situ sehingga harapannya apa aliran sungai bisa mengalir lancar," ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya menyampaikan dampak banjir bandang dan longsor masih melumpuhkan sejumlah wilayah di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.
Dari total 52 kabupaten/kota yang terdampak di tiga provinsi tersebut, hingga kini masih terdapat sekitar 19 kabupaten/kota yang belum pulih sepenuhnya.
Di Aceh, dari 18 kabupaten/kota yang sempat lumpuh, masih tersisa 11 wilayah yang pemulihannya belum tuntas, dengan beberapa di antaranya memerlukan perhatian serius seperti Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur, Gayo Lues, Bener Meriah, dan Pidie Jaya.
Berdasarkan perhitungan BNPB, total kebutuhan anggaran pemulihan bencana di ketiga provinsi tersebut mencapai Rp59,25 triliun, mencakup perbaikan infrastruktur dasar hingga fasilitas layanan publik.
(del/sfr)