Jakarta, CNN Indonesia -- Belum lama ini, Marshanda kembali menuai kritik dari masyarakat. Kritik muncul karena ia tampil tanpa jilbab di sebuah video berjudul
Letter to God. Beberapa berkomentar penyakit jiwanya mulai kambuh. Lainnya bahkan mengatakan ia gila. Namun, psikiater anak menduga mantan bintang cilik ini mengalami depresi.
Fenomena artis cilik yang depresi ketika dewasa bukan hanya dialami oleh Marshanda. Di dunia Hollywood, sebut saja Lindsay Lohan dan Miley Cyrus.
Lindsay yang saat cilik berakting dalam film
Parent Trap, mengalami depresi dan mengonsumsi narkoba saat ia dewasa. Sementara Miley Cyrus mengaku kepada media bahwa ia memang berjuang melawan depresi. Bekas artis Disney dalam film
Hannah Montana ini banyak menuai kritik karena tampil telanjang dalam video klip
The Wrecking Ball serta goyangannya yang disebut
twerk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Psikiater anak dari RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, Suzy Yusnadewi, mengatakan seseorang bisa mengalami depresi apabila pertahanan dirinya telah runtuh. Pertahanan diri yang dimaksud dalam konteks menghadapi tekanan yang mengakibatkan gejala depresi.
Kasus depresi memang bukan hanya menimpa mantan artis cilik, semua orang bisa terkena tanpa terkecuali. Situasi menjadi faktor yang utama.
“Mungkin juga karena tuntutan orangtua. Banyak bekas artis cilik yang tidak tumbuh seperti itu, misalnya Agnes Monica,” kata Suzy saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (6/8).
Meski begitu, Suzy menjelaskan artis cilik yang dieksploitasi orangtua pada umumnya mengalami konflik internal, yaitu konflik yang terjadi dalam batinnya sendiri.
“Artis cilik ini tersita waktunya untuk mencari penghasilan. Tetapi di lain sisi, ia menikmati ketenaran,” ujar psikiater lulusan Universitas Indonesia ini.
Artis cilik telah mendapat penghargaan pada awal hidupnya. Hal ini membuat anak merasa senang, tetapi juga tertekan karena tidak memiliki banyak waktu bermain seperti anak seusianya. Bila konflik ini berlanjut, maka dapat mengakibatkan depresi. Lebih parahnya lagi, si anak bisa mengalami gangguan bipolar bila sudah sangat tertekan.
***
Ada tiga faktor penyebab depresi, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis merupakan faktor bawaan atau genetik. Sementara, faktor sosial berkaitan dengan lingkungan orang yang bersangkutan, baik itu rumah maupun pergaulan dengan teman-temannya.
“Kurangnya perhatian dari orangtua juga bisa berpengaruh, tetapi bukan karena itu saja. Ya, harus lihat tiga faktor itu,” ujar Suzy menjelaskan.
Apabila sudah terkena depresi, penderita sebaiknya segera mencari pertolongan. Konsumsi obat seperti anti depresan yang bisa memperbaiki emosi dan suasana hati. Setelah itu aturlah cara berpikir. Pasien harus belajar menerima dirinya sendiri dan bertingkah laku dengan baik.
Psikoterapi juga perlu dilakukan agar pasien belajar untuk menghadapi tekanan hidup. Sebagai solusi alternatif, lakukan pendekatan agama.
Namun sayangnya, penderita seringkali tidak menyadari dirinya depresi. Hal ini kemudian menghambat penyembuhan penderita. Demi kesembuhan penderita, Suzy mengatakan tidak ada salahnya apabila keluarga memaksa untuk berobat ke rumah sakit jiwa.
“Pasti yang memiliki masalah jiwa tidak merasa dirinya memiliki masalah itu. Nanti setelah sembuh, baru dia mengerti bahwa dulu bermasalah jiwanya,” kata Suzy.
Meski begitu, ada kalanya penderita memberontak dan tidak ingin diobati. Dalam menyelesaikan masalah itu, Suzy berpendapat fiksasi adalah cara yang bisa ditempuh apabila memang dalam keadaan darurat. Fiksasi merupakan pengekangan secara fisik yang dilakukan kepada pasien sakit jiwa. Namun, fiksasi harus dilakukan dengan prosedur yang benar.
(mer/mer)