Jakarta, CNN Indonesia -- Saat Presiden Iran Hassan Rouhani diambil sumpah jabatannya Agustus tahun lalu, dia mengirim pesan lewat baju yang ia kenakan khusus untuk bangsa berkembang itu, yaitu kesederhanaan.
Selama ini di era Mahmoud Ahmadinejad pendahulunya, milisi relawan Basij (organisasi yang memobilisasi kaum tertindas), ‘polisi moral’, turun ke jalan memperjuangkan ketatnya aturan busana muslim muslimah yang berlaku sejak 1979.
Perempuan wajib mengenakan cadar hitam dari kepala sampai mata kaki, atau jubah belacu berwarna menjemukan dengan hijab. Jika aturan itu dilanggar, maka teguran publik akan datang, bahkan ditangkap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desainer Naghmeh Kiumarsi dan Farnaz Abdoli selalu merasa ada masa depan lebih cerah untuk tanah kelahiran mereka di Timur Tengah tersebut. Baru-baru ini dua perancang busana tersebut menarik perhatian internasional. Koleksinya mendobrak standar lama, menunjukkan sisi lain perempuan di negeri Persia itu.
Abdoli, yang dibesarkan di Shiraz, menyanjung sang ibu karena menurunkan kecintaan terhadap fesyen. Perempuan 27 tahun itu memulai bakat merancangnya dengan mendesain pakaian untuk dirinya dan saudara perempuannya, ibu mereka lalu menjahit rancangan itu.
"Saya selalu berpikir, saya harus memakai sesuatu berbeda, sesuatu dengan warna," ucapnya, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (27/8). Pada akhirnya, dia sadar perempuan di luar sana ingin menenun tradisi dengan potongan bahan yang memiliki ekspresi.
Demikian halnya dengan Kiumarsi. Perempuan 39 tahun ini memiliki pencerahan serupa. Dia dibesarkan dari garis keturunan penjahit. Sang nenek menjahit apa yang Kiumarsi gurat, lukis, dan rancang. "Saya punya reputasi berpakaian berbeda dari perempuan lain, dan banyak pujian atas itu," katanya.
***
Koleksi Abdoli dan Kiumarsi didominasi oleh cap warna-warni, menginterpretasikan siluet dan kain ringan, sebuah bentuk kesadaran, estetika berpikiran ke depan yang sesuai dengan iklim dan aturan berpakaian negara tersebut.
Kiumarsi mengatakan, saat dia mulai merancang merek modenya sendiri sembilan tahun lalu, ide-idenya tidak selalu diterima dengan baik.
"Sebagai seorang desainer, saya menantang dan mendorong kaum perempuan untuk menjadi garda depan dalam cara mereka berpakaian," ujarnya.
Reaksi berlawanan juga diterima Abdoli, tapi baginya reaksi baik lebih banyak dari reaksi negatif atas rancangannya.
"Saya tidak akan bekerja di Iran jika saya menghadapi banyak masalah," katanya. "Kami punya banyak orang-orang berbakat di Iran, dan masyarakat membutuhkan kami, tak hanya perempuan tetapi juga laki-laki."
Sejak 2013, Abdoli menerima lebih banyak pesan dari orang-orang di Eropa, Amerika, Kanada, dan lainnya. Sekarang mereka menyadari gambar-gambar yang mereka kaitkan dengan perempuan Iran sudah ketinggalan zaman atau bahkan salah.
"Setelah melihat desain yang saya buat, mereka bilang pemikiran mereka berubah."
Apa langkah berikutnya bagi kedua desainer dari kota Teheran ini? Keduanya berharap pameran mendatang di Eropa dapat menarik gairah global terhadap tanah kelahiran mereka.
(win/mer)