Jakarta, CNN Indonesia --
"Tentara Amerika perlu dan patut mengenakan sebuah seragam yang dapat dia kenakan dengan perasaan bangga. Kita harus menawarkan seragam yang militer, berbeda, dan bermartabat," kata Gen Matthew B. Ridgway, Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat pada 1955.
Seragam militer dikenakan oleh prajurit militer dari berbagai bangsa. Seragam prajurit sendiri mengalami perubahan besar selama berabad-abad. Terutama dari warnanya yang bervariasi, rumit, dan praktis.
Seragam militer dengan bentuknya yang standar dan khas sebetulnya ditujukan sebagai identifikasi. Selain itu, tampilan militer merupakan tanda kekuatan militer oleh otoritas sebuah negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jejak sejarah baju tentara Amerika Serikat dimulai pada 1945, saat Perang Dunia II berakhir. Ini adalah masa dimulainya desain baru tentara Amerika Serikat. Saat PD ke-II tidak ada seragam
Army Green.
Delapan juta tentara Amerika kembali ke rumah dengan seragam berwarna hijau zaitun kusam (
Olive Drab atau OD). Pakaian pada masa perang lalu menjadi baju kerja pada masa damai, dan karena itu, tidak ada seragam yang betul-betul merepresentasikan keprajuritan.
Tentara pasca perang menginginkan sebuah seragam baru. Jaket Wol OD yang panjangnya setengah pinggang menjadi solusi interim saat James Harold Doolittle mengepalai angkatan darat Amerika.
Salah satu yang masuk daftar pembaharuannya adalah kesamaan seragam. Satu dekade berlalu dan seragam angkatan darat memulai debutnya
Saat pencaharian warna seragam baru, pejabat angkatan darat memesan sebuah seragam yang atraktif dan berbeda dari seragam angkatan darat di masa lalu. Seragam biru angkatan darat terlalu menyerupai dengan seragam angkatan laut dan angkatan udara.
Ilmuwan dan ahli fesyen sepaham merekomendasikan seragam berwarna hijau abu-abu. Hijau adalah warna yang khas dengan unit senjata di masa Revolusi. Pengembangan seragam hijau baru pun dimulai.
Desain seragam angkatan darat yang abadi memastikan bahwa warna hijau seragam angkatan darat menjadi tradisi. Untuk lebih mewakili desain modern pascaperang dirancanglah seragam baru.
Mantel tanpa sabuk adalah gaya yang diadopsi, serupa dengan potongan seragam wol semi-dress yang diperkenalkan pada 1942.
Kantong dada dan tepi pada seragam tentara sebelumnya dipertahankan. Namun, rok pinggang lebar dari blus bersabuk petugas dihilangkan. Perubahan menjadi seragam
Army Green terbukti sulit. Namun dilakukan dengan cepat. Saat tentara memerlukan seragam baru, seragam lama harus dikeluarkan sebanyak mungkin. Di saat yang sama, prajurit berpangkat harus merencanakan penampilan seragam.
Transisi dari seragam OD berlangsung selama tiga tahap. Setelah mengesahkan pembelian seragam hijau angkatan darat pada 1956, tahun berikutnya adalah angkatan darat mulai memunculkan untuk memakai satu seragam warna
Army Green dan satu
Olive Drab.
Seragam angkatan darat
Olive Drab hanya dipakai saat tak bertugas. Pada 1960,
Olive Drab hilang, satu-satunya seragam hanya
Army Green.
Army Green merupakan warna seragam yang paling lama bertahan dalam sejarah angkatan darat. Peci petugas laki-laki pun ditinggalkan pada 1978. Bersamaan dengan topi petugas perempuan pada 1962 dan baret hitam.
Walaupun saat baret hitam menggantikan peci garnisun tua, seragam yang dipakai tetap
Army Green. Army Green dianggap sebagai tradisi dari generasi tentara. Selama 51 tahun,
Army Green menjadi citra seragam Angkatan Darat Amerika.
Sejarah loreng di Indonesia
Seragam tentara loreng di Indonesia pun memiliki perjalanannya sendiri. Usai pendidikan, para calon prajurit Siliwangi perlu melengkapi tanda pengenal sebagai kualifikasi prajurit dengan diberikannya seragam loreng corak khusus. Seragam ini lalu dikenal sebagai Loreng Macan Tutul.
Sebetulnya pakaian loreng tersebut berasal dari Amerika Serikat yang diproduksi pada masa PD II dalam jumlah besar untuk pasukan marinir AS. Pakaian ini dirancang dengan fungsi ganda, pada bagian sisi yang satu coraknya dominan berwarna cokelat untuk dipakai dalam operasi pendaratan pantai, sedangkan bagian sebaliknya memiliki corak yang dominan berwarna hijau untuk digunakan dalam operasi di hutan.
Pada praktiknya, seragam tersebut ternyata sulit dipakai secara bolak-balik sesuai harapan dalam medan pertempuran yang begitu panas. Apalagi saat menghadapi wabah seperti diare, disentri, kolera yang sering berjangkit dalam pertempuran di daerah tropis.
Saat PD-II berakhir, pakaian seragam Loreng Macan Tutul diberikan sebagai bantuan kepada tentara Kerajaan Belanda. Lalu pada akhirnya diberikan kepada angkatan perang Indonesia saat kemerdekaan RI.
Pakaian tersebut kemudian dibagikan sebagai seragam khusus prajurit-prajurit satuan komando. Pakaian Loreng Macan Tutul ini cukup terkenal sebagai ciri khas prajurit Baret Merah.
Beberapa tahun kemudian, persediaan pakaian Loreng Macan Tutul semakin berkurang. Di negara asalnya Amerika Serikat seragam loreng ini sudah tidak diproduksi lagi. Lalu tentara Indonesia mulai membuat sendiri pakaian seragam khusus bagi prajurit Baret Merah.
Dalam prosesnya disetujuilah penggunaan pakaian seragam yang dirancang dengan corak khusus yang khas. Seragam ini kemudian dikenal dengan nama Loreng Darah Mengalir.
Pakaian loreng baru itu secara resmi diperkenalkan kepada publik untuk pertama kali pada acara parade dan defile pasukan di lapangan parkir Senayan dalam Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata tanggal 5 Oktober 1964.