Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi lingkungan global Greenpeace memperingati Hari Air Sedunia (22/3) dengan cara unik. Mereka menggandeng perancang busana lokal dan pegiat lingkungan menggelar fashion show di atas areal lingkungan tercemar limbah industri.
Catwalk yang menjadi ajang peragaan busana dibangun di atas area persawahan masyarakat Rancaekek, Kabupaten Bandung. Wilayah perbatasan Bandung-Sumedang itu terkenal sebagai daerah yang telah puluhan tahun terkena dampak pencemaran industri tekstil.
Menurut juru kampanye Detox Greenpeace Indonesia, Ahmad Ashov Birry, aksi sindiran yang mereka gelar merupakan bagian dari kampanye global Detox Greenpeace yang telah bergulir sejak 2011. Dunia fashion digunakan sebagai pintu masuk kampanye lantaran ada pesan paradoks yang hendak ditonjolkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fashion adalah dunia yang menawarkan keindahan dan kebahagiaan, sehingga sudah seharusnya tidak merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan," ujar Ashov.
Rancaekek dipilih sebagai lokasi kampanye karena di sana pula deretan pabrik yang didominasi oleh manufaktur tekstil berdiri. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik itu bukan hanya mencemari air dan pesawahan, namun juga memberikan ancaman serius bagi kesehatan warganya.
Tiga perancang busana lokal yang selama ini punya semangat eco-fashion pun akhirnya digandeng. Mereka adalah Lenny Agustin, Felicia Budi, dan Indita Karina. Di atas catwalk berbahan bambu rakitan, enam model dengan mengenakan masker memeragakan busana karya mereka persis di atas rawa bekas pesawahan yang telah menghitam akibat cemaran limbah tekstil.
Indita mengusung konsep hewan langka pada karya busananya. Bermodalkan bahan katun organik dan poplin, Indita merepresentasikan karya busananya sebagai Harimau Sumatera, Orangutan Kalimantan, dan Komodo.
"Ada kesan playful dan humor di sini, tapi pesan seriusnya adalah tentang membangun kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan," ujar Indita.
Sementara Lenny menamakan tema karya busana milknya sebagai "In the Wood" karena terinspirasi keindahan hutan tropis Indonesia. Dia memilih bahan katun dengan motif dedaunan, bunga, dan kupu-kupu. Motif itu dirancang sendiri oleh Lenny dengan teknik batik menggunakan pewarna alami.
Warna pada busana Lenny didapat dari rontokan daun jati dan limbah kulit buah manggis. "Jadi busana ini tidak mengandung racun dan zat kimia lainnya," ujarnya.
Sementara itu, Felicia mengatakan bahwa di dunia fashion, konsumen itu merupakan penentu dan penggerak industri. Dia menghendaki perusahaan fashion menggunakan cara-cara yang lebih ramah lingkungan dalam menciptakan produk tekstil mereka. "Fashion seharusnya tidak menyakiti siapa pun," kata Felicia.
Menurut Ashov, saat ini banyak industri fashion global yang beroperasi di Indonesia. Tidak sedikit dari mereka masih menghasilkan produk tekstil yang "kotor dan beracun", alias tidak ramah lingkungan. "Komitmen detox mereka harus terus dikawal," ujarnya.
Rancaekek dipilih menjadi lokasi kampanye lantaran dampak pencemaran industri tekstil di kawasan itu telah merugikan masyarakat. Berdasarkan data yang dimiliki Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), lebih dari 1.200 hektare tanaman padi di Rancaekek tercemar oleh limbah industri dan ditaksir menyebabkan kerugian negara mencapai Rp36 miliar pertahun.
Ketua Pawapeling Adi M Yadi mengatakan, pemerintah saat ini telah mengeluarkan wacana untuk mengalihfungsikan dan membeli lahan produktif pertanian yang kadung terpapar limbah bahan berbahaya beracun (B3). Adi menganggap langkah itu tidak tepat lantaran hanya akan menambah persoalan.
"Bagaimanapun, sejarah Rancaekek sebagai penghasil padi kelas satu telah menjadi semanagat kami untuk menjaga, memulihkan, dan melestarikan lahan sawah yang tercemar limbah B3 di wilayah ini," ujar Adi.
(hel)