Jakarta, CNN Indonesia -- Mengolah makanan di dapur, memasaknya hingga menjadi hidangan yang nikmat dan bisa dimakan ternyata tak hanya punya fungsi untuk memberantas rasa lapar. Proses memasak di dapur pun punya fungsi terapeutik apalagi untuk anak berkebutuhan khusus.
Hal ini diungkapkan oleh seorang psikolog klinis, Ratih Ibrahim. Ia mengungkapkan melibatkan anak dalam proses memasak ternyata bisa menjadi terapi pada anak dengan kondisi tertentu. "Ternyata memasak itu punya fungsi terapi," kata Ratih dalam acara konferensi pers Kekuatan Cita Rasa Masakan Rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Fungsi memasak untuk terapi pun telah dibuktikan sendiri oleh Ratih. Salah satu anaknya yang menderita
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sering ia ajak memasak sebagai salah satu terapi untuk membuatnya lebih tenang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ADHD atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas merupakan gangguan ketika anak melakukan aktivitas yang sangat banyak dalam situasi yang tidak sesuai. Anak pun tak mampu menghentikan aktivitasnya itu meski sudah diperintahkan. Selain itu, anak juga mengalami gangguan lainnya dalam belajar maupun berperilaku.
Ratih mengungkapkan anak yang menderita ADHD mempunyai sentuhan yang lebih keras dari orang kebanyakan. Untuk itu, Ratih sering mengajak anaknya untuk pergi ke dapur sebagai terapi. Bentuk kegiatan yang sering ia lakukan adalah mencuci telur agar gerakannya lebih halus.
"Saya latih motoriknya dengan mencuci telur. Awalnya dari sekilo yang berhasil utuh cuma dua, yang lainnya pecah," ujar Ratih mengungkapkan. Sampai akhirnya, anak Ratih berhasil mencuci telur sekilo tanpa ada yang pecah.
Setelah berhasil mencuci telur, Ratih pun mengajarkan anaknya untuk memecahkan telur, mengocoknya, sampai membuatnya menjadi telur dadar.
Dengan melakukan ritual sederhana itu, anak bisa melatih motorik dan tentunya membuat anak penderita ADHD menjadi lebih tenang. "Daripada dibawa ke psikolog, mahal," kata Ratih yang juga seorang psikolog.
Melibatkan anak dalam proses memasak pun tak hanya bisa berfungsi sebagai terapi. "Kegiatan masak-memasak menjadi momen yang sangat penting dan signifikan untuk mengukuhkan bounding anggota keluarga," kata Ratih menjelaskan.
Proses ini pun nantinya akan mendekatkan hubungan ibu dan anak dan akhirnya menjadi kenangan yang sangat menyenangkan. "Jadi dekat dan ada kenangan yang terbawa sepanjang hidupnya," ujarnya.
Belum lagi ritual makan bersama yang sering dilakukan di rumah. Ratih mengklaim bahwa proses ini akan membuat anak mempunyai akar budaya yang kukuh. "Ini berkontribusi membangun anak-anak yang luar biasa cemerlang. Akarnya ya dari rumah."
Bagi Ratih pribadi memasak tak hanya proses menyajikan makanan biasa. Masak merupakan hal yang sederhana yang memberikan dampak yang panjang bagi masa depan.
"Masakan rumah itu
the signature of the hand yang dalam menyiapkan itu ada
love. Bukan hanya masakan tapi proses masaknya," kata ibu dua anak itu.
Ia pun menyarankan para ibu untuk selalu menyempatkan waktu memasak untuk keluarga bahkan melibatkan anak-anak dalam prosesnya. Setelah itu, Ratih juga menyarankan untuk rutin menggelar kegiatan makan bersama.
"Saya sarankan ritual makan bersama perlu dijadikan kebiasaan setiap hari. Kalau bisanya pagi bikinlah pagi, kalau bisanya malam, bikinlah malam," kata Ratih.
Meski sibuk, Ratih adalah tipe ibu yang selalu memasak untuk keluarganya. Ia pun mengaku selalu menyempatkan diri membuat sarapan bagi kedua jagoannya. Menu favoritnya adalah nasi goreng paprika dan telur ceplok.
(mer/mer)