Jakarta, CNN Indonesia -- Penampilan Caitlyn Jenner di sampul depan majalah Vanity Fair mengundang komentar dari banyak orang, termasuk ilmuwan. Seorang ahli saraf mengatakan, otak Caitlyn Jenner bekerja jauh berbeda dari Bruce Jenner.
Hormon yang mengambil alih transformasi mantan ayah tiri Kim Kardashian itu tidak hanya mengubah tubuhnya, tapi juga pikirannya. Barangkali ini terdengar klise, tapi hormon-hormon tersebut membuat Caitlyn lebih emosional dan sensitif dari sosok Bruce sebelumnya.
“(Saat transisi dari laki-laki ke perempuan) Dia akan mulai kehilangan hal-hal yang dilakukan oleh testosteron, misalnya gairah seks yang benar-benar kuat, suara menjadi dalam,” kata Louann Brizendine, seorang ahli saraf yang juga penulis buku
The Female Brain dan
The Male Brain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Caitlyn sedang membersihkan dirinya dari hormon laki-laki yang dimilikinya sejak lahir. Selama delapan minggu pertama perkembangan janin, laki-laki mengalami lonjakan testosteron di dalam otak dan tubuh mereka.
Sementara janin perempuan dalam perkembangan tidak memiliki hormon testosteron, tapi mengembangkan hormon tersebut dalam jumlah kecil setelah lahir.
Perempuan transgender seringkali melakukan dua kali pengobatan. Yang pertama untuk memblokir testosteron dan yang lainnya untuk meningkatkan estrogen.
“Estrogen tidak hanya menumbuhkan payudara mereka, tapi juga memainkan peran gen yang menjadikannya lebih seperti perempuan, dan kurang seperti laki-laki,” kata Brizendine, dilansir dari laman
NY Daily.“Dia lebih gampang menangis. Hormon-hormon tersebut mencabut fungsi hormon testosteron yang menahan tangisan.”
Banyak orang Amerika masih bingung dengan kisah Jenner, yang menjadi perbincangan banyak orang setelah tampil di sampul depan majalah Vanity Fair. Alasannya adalah hanya delapan persen dari orang-orang di Amerika Serikat yang paham tentang transgender, kata Brizendine.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami masalah tersebut, yakni dengan memakai nama pertama, Caitlyn, bukan memakai nama kelahirannya.
“Mengucapkan nama baru berarti, 'Saya mengerti (dan) Saya menerima diri Anda apa adanya,” kata Judy Sennesh, anggota dewan dan fasilitator kelompok Parents (Families and Friends of Lesbians and Gays of New York), yang anak laki-lakinya juga mengalami transisi satu dekade yang lalu.
Meski demikian, julukan atau panggilan pengganti yang salah akan muncul sekali waktu. Tapi ini adalah bagian dari proses, kata Sennesh.
“Anda harus terus melakukannya. Semakin Anda menggunakannya dan terbiasa dengan itu, maka akan semakin mudah.”
(win/mer)