Makna Uang Kreweng Unik di Prosesi Siraman Calon Mantu Jokowi
Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Rabu, 10 Jun 2015 14:44 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Prosesi Sadean Dawet di Rumah Selvi Ananda di Solo, Rabu (10/6) (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu adat setelah prosesi siraman adat Jawa, sadean dawet atau dodolan dawet juga termasuk salah satu prosesi yang tak boleh ketinggalan. Seperti prosesi adat pada umumnya, sadean dawet juga punya makna dan filosofi yang kuat.
Sadean Dawet biasanya menimbulkan kehebohan lantaran acaranya yang seru dan mengundang perhatian para tamu siraman. Dalam prosesi ini, berarti kedua orang tua calon mempelai berjualan dawet kepada masyarakat sekitar atau tamu yang datang.
"Undangan yang datang itu diibaratkan dawet atau cendol, ramai, dan semoga pernikahan ini mengundang banyak keramaian dan semakin banyak yang mendoakan kebaikan serta mendapat berkah," kata Panitia Pelaksana Pernikahan Gibran dan Selvi bagian Budaya, Mufti Rahardjo, kepada CNN Indonesia, beberapa hari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua orang tua pun punya aturan dalam sadean dawet, sang ibu yang membelanjakan, dan sang ayah yang memayungi ibu dan menerima uang keping dari tanah liat. Uang ini disebut sebagai uang kreweng.
Uang kreweng adalah uang yang terbuat dari tanah liat. Uang-uangan ini dibuat dengan bentuk bulat dan berukuran agak besar. Dalam prosesi adat pernikahan anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dengan Selvi Ananda, uang kreweng yang digunakan adalah uang kreweng berbentuk bulat dengan tambahan lapisan kain rajutan tipis berwarna emas di sisi-sisinya.
Bagian dalam uangnya tidaklah polos, melainkan diberi tulisan "Mohon Doa Restu" dan "Terima Kasih". Sedangkan di bagian tengahnya diberi gambaran lambang calon pengantin laki-laki dan perempuan.
"Keping uang tanah berarti kita semua harus ingat bahwa semua berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah (mati)," kata Mufti.
Namun, bentuk uang kreweng yang bulat seperti ini, ternyata adalah 'kemasan' modern. Dulunya, uang kreweng yang digunakan dalam prosesi siraman pengantin ini hanya terbuat dari pecahan genting rumah.
Dalam beberapa pesta siraman, sekalipun sang pemangku hajat sudah menyiapkan uang krewengnya sendiri, pembawa acara terkadang mengizinkan tamu yang tak kebagian uang kreweng untuk mencari pecahan genting di sekitarnya. Uang-uangan ini digunakan untuk 'membeli' segelas dawet yang dijual orang tua pengantin.
Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan bahwa uang kreweng yang terkumpul setelah prosesi ini juga melambangkan lamanya keluarga baru ini akan mendapat keturunan.
Prosesi sadean dawet yang dilakukan orang tua pengantin ini memiliki makna tugas laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Ibu memiliki peran sebagai pemberi kasih sayang, pendidik, dan juga memberikan bimbingan yang baik kepada anak. Sedangkan ayah, berfungsi sebagai pelindung dari keluarga dan mencari nafkah.