Memahami Psikopat: Tak Punya Empati dan Selalu Merasa Benar

Utami Widowati | CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2015 19:56 WIB
Seorang psikopat sama sekali tak pernah merasakan empati atau rasa bersalah dari tindakan keji yang mereka lakukan.
Ilustrasi pembunuhan. (Dok.Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiap kali ada kasus pembunuhan yang kejam ketika korban mengalami banyak kekejian sebelum akhirnya meregang nyawa, orang pasti mengaitkannya dengan masalah kejiwaan. Muncullah istilah psikopat.

Hal yang sama terjadi dalam kasus Angeline gadis kecil usia 8 tahun yang ditemukan tak bernyawa di rumahnya sendiri. Angeline dikubur  sembarang di sebidang tanah dekat kandang ayam, dengan sejumlah tanda-tanda bekas kekerasan di sekujur tubuh mungilnya ketika diketemukan.

Saat ini memang tersangka pelaku masih dalam penyelidikan polisi. Namun pertanyaan orang awam saat melihat kejahatan diluar batas kemanusiaan seperti itu hampir sama, “Kok tega ya berbuat demikian?”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika pelakunya memang dibuktikan secara kejiwaan sebagai seorang psikopat jawabannya sangat sederhana. Mereka tidak merasakan empati atau merasa bersalah atas perilaku itu. Jadi pertanyaan selanjutnya yang terpenting adalah, “Kapan seorang psikopat mulai mengembangkan perilaku keji demikian?”

Seperti dikutip dari CNN, psikopat sering disandingkan juga dengan istilah pembohong patologikal, manipulator, dan pemikat.

Intinya mereka punya kesamaan dalam hal kurangnya rasa bersalah dari perilaku negatif mereka, gagal menerima tanggung jawab, dan yang paling besar adalah kurangnya rasa empati terhadap orang lain. Mereka biasanya bersikap impulsif, tidak bertanggung jawab dan secara terus menerus mencari stimuli baru.

Banyak pelaku kejahatan memiliki motif lebih demi penghargaan atas keikutsertaan dalam perilaku sadistik itu saja, demikian seperti tercantum dalam buletin keluaran FBI tentang kelainan ini.  

“Psikopat adalah predator intraspesies,” demikian tertulis dalam buletin itu. Psikopat bisa ditemukan dimanapun, di negara manapun, berasal dari berbagai ras dan mayoritas adalah kaum pria.

Berdasarkan sejumlah studi, sekitar satu persen dari kaum pria di Amerika Serikat, kemungkinan adalah seorang psikopat. Rata-rata kelainan ini sudah terlihat sejak usia sangat dini. Tanda-tanda itulah kunci terhadap masalah psikopat yang hingga kini belum diketahui obatnya.

Para peneliti masih terus melanjutkan penelitian tentang  penanganan yang paling ampuh untuk menangangi masalah ini. Namun, “kami belum menemukan terapi untuk hal ini dan belum ada pil yang bisa menyembuhkan psikopati,” kata Mary Ellen O’Toole, mantan profiler FBI yang pernah menulis buku tentang psikopati ini.

Berbagai usaha terapi harus dilakukan secara hati-hati, terstruktur dan termonitor dalam kasus psikopat kriminal. Karena mereka, para pengidap ini biasanya lebih bersikap sebagai predator dibanding sebagai pasien. Mereka juga dengan sangat mudah mengenali kelemahan terapis dan menggunakannya untuk mempersingkat waktu terapi.

“Psikopat biasanya tak akan mencari pertolongan untuk diri mereka sendiri,” kata Robert Hare yang mempelajari masalah psikopat selama lebih dari 40 tahun dan membuat alat ukur masalah ini. Hare menjelaskan seorang psikopat tidak merasakan masalah fisik dan mereka yakin tidak ada satupun dari diri mereka yang harus diperbaiki.

Apa saja penanganan yang biasanya akan diterima psikopat? “Mereka akan dilatih untuk merasakan emosi,” kata Hare. (utw/utw)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER