Jakarta, CNN Indonesia -- Para ilmuwan Swiss mengembangkan cara untuk membuat serat tekstil berkualitas tinggi dari limbah hewan. Dengan temuan ini, ketergantungan kepada bahan sintentis dapat dikurangi.
Institut Teknologi Swiss di Zurich mengatakan, serat yang dihasilkan oleh kandidat profesor Philip Stossel dan rekannya tersebut, pada akhirnya bisa menyaingi wol merino, yang dianggap sebagai salah satu jenis wol domba paling berharga dan kerap digunakan untuk pakaian mewah.
Dilaporkan oleh NY Daily, menurut intitusi tersebut, sekitar 70 persen serat diperdagangkan secara global per tahun. Namun, hampir dua pertiganya terbuat dari produk-produk non-terbarukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serat alami yang paling banyak digunakan, wol dan kapas, telah tergeser oleh sebagian besar sintetis murah, kata universitas tersebut menambahkan. Metode Stossel menandai keberangkatan produk serat alami, dalam hal ini berasal dari gelatin, atau limbah yang biasanya ditemukan di rumah jagal.
Mahasiswa 28 tahun, yang berkerjasama dengan Profesor Wendelin Stark itu, menggabungkan isopropil pelarut organik dengan gelatin yang berasal kulit, tulang, dan tendon hewan potong untuk menghasilkan massa tanpa bentuk yang diekstrak menjadi benang berkualitas tinggi.
Kualitas benang bahkan bisa ditingkatkan dengan bahan tambahan.
“Stossel yakin bahwa dia kian dekat dengan tujuan utamanya, membuat serat biopolimer dari produk limbah,” ungkap universitas tersebut.
Namun, dia masih menghadapi hambatan yang sama, termasuk di antaranya adalah membuat serat tekstil berbasis gelatin yang lebih tahan air.
Mengamankan pendanaan untuk eksplorasi kemungkinan produk komersial skala besar merupakan langkah penting lain.
(win/mer)