Jakarta, CNN Indonesia -- Selera adalah perkara yang unik. Ada kalanya dalam soal benda tertentu -misalnya tas atau sepatu- kita bisa menganggap sama menariknya seperti pandangan teman kita.
Namun seringnya hal yang sama tak terjadi dalam urusan menganggap seseorang menarik.
Ada seorang teman yang menganggap pria berkulit terang tidak terlalu menarik. Tapi pada saat yang sama teman lain menganggap pria Oriental yang berkulit cerah itu menggemaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada yang menganggap George Clooney itu adalah patokan untuk pria ganteng, tapi ada yang malah memilih Chris Pratt yang humoris sebagai contoh pria menarik.
Sebuah penelitian terbaru menjelaskan fenomena ini. Menurut para peneliti pengalaman hidup yang unik dan bersifat personallah yang lebih menentukan bagaimana kita menganggap seseorang menarik. Bukan gen, norma budaya atau faktor lain.
“Kami tahu bahwa masing-masing kita memang berbeda dalam menilai ketertarikan pada seseorang,” kata Laura Germine, salad seorang peneliti dari Massachusetts General Hospital dan penulis penelitian bertajuk Current Biology.
“Anda tak bisa mempredisksi ketertarikan seseorang berdasarkan karakteristik yang menurut Anda saja menarik,” kata Germine seperti dikutip Today.
Dalam penelitiannya Germine, bertanya pada 547 pasangan kembar identik dan 214 pasangan kembar berjenis kelamin sama, yang bukan kembar identik.
Masing-masing mereka diminta untuk menilai ketertarikan mereka terhadap 200 gambar wajah.
Peneliti memastikan pasangan kembar identik karena pada pasangan kembar identik ini mereka berbagi gen yang sama.
Maka seandainya ketertarikan pada seseorang ditentukan gen mestinya pasangan kembar akan memilih orang yang sama yang menurut mereka menarik.
Sementara meski pasangan kembar tidak identik tidak berbagi gen yang sama, mereka punya 50 persen pengalaman dalam keluarga yang sama.
Kedua pasangan kembar — identik dan non-identik — hanya separuh waktu penelitian sepakat tentang siapa yang mereka anggap menarik.
Peneliti menemukan saat seseorang menyebut salah satu gambar sebagai menarik, sementara pasangan kembarnya menyatakan tidak, hal itu lebih ditentukan oleh pengalaman individualnya.
“Genetik tak ada hubungannya dengan preferensi itu,” kata Germine. “Lingkungan tampaknya jadi faktor yang lebih dominan dalam membentuk preferensi seseorang.”
Hasil penelitian ini cukup mengejutkan bagi para ahli yang meneliti tentang persepsi akan kecantikan. Mereka pada umumnya telah lama percaya bahwa faktor genetis kitalah yang menentukan bagaimana kita menilai seseorang dan ketertarikan kita akan orang tersebut.
“Tampaknya lingkungna adalah lingkungan sangat besar pengaruhnya pada preferensi kita. Sebagian besar penelitian menyebut ketertarikan kita pada seseorang adalah hasil dari faktor biologis yang diturunkan,” kata Alex Jones, peneliti dari Gettysburg College yang tak terkait dengan penelitian Germine.
Namun peneliti masih beranggapan bahwa faktor genetis berperan dalam membentuk persepsi kita akan daya tarik. Terutama bagaimana kita mengenali wajah seseorang.
“Cara kita mengenali orang memang diturunkan dari orang tua kita,” kata Jones.
“Ini adalah perbedaan yang kontras karena menunjukkan bahwa peran lingkungan dalam mengembangkan preferensi ketertarikan itu spesifik dan tidak melebar pada soal bagaimana kita memandang wajah seseorang.”
(utw/utw)