Alasan Ilmiah Di Balik Halusinasi

Windratie | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 12:44 WIB
Kita kerap mengalami penglihatan atau suara yang tak nyata. Apa makna dari sebuah halusinasi, benarkan halusinasi merekfleksikan 'kerusakan otak'?
Ilustrasi halusinasi. (Thinkstock/sebastian-julian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Halusinasi, yang kerap dikaitkan dengan gangguan psikotik, adalah hasil dari proses alami yang digunakan otak untuk memahami dunia, menurut keterangan para ilmuwan, yang studinya dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Menurut para peneliti, halusinasi terjadi akibat penglihatan dan suara yang tidak nyata yang dihasilkan oleh kebiasaan otak memprediksi peristiwa yang mereka harap terjadi. Kemampuan halusinasi juga lah yang memungkinkan seseorang mengenali bentuk hitam yang bergerak cepat di ruang tamu sebagai seekor kucing atau makhluk halus, meskipun objek tersebut sebetulnya kabur.

“Kemampuan memprediksi otak membuat kita efisien dan mahir dalam menciptakan gambar yang koheren dari dunia yang ambigu dan kompleks," kata Profesor Paul Fletcher dari Departemen Psikiatri di Universitas Cambridge, dilansir Independent. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, itu juga berarti, kita dapat memahami hal-hal yang tidak benar-benar ada, atau yang disebut sebagai halusinasi.

Tim ilmuwan dari Cambridge, bersama dengan rekan penelitian mereka dari Universitas Cardiff, melakukan percobaan untuk melihat apakah orang-orang dengan kecenderungan psikotik lebih baik dalam secara mental dalam mengisi bagian gambar hilang.

Para peserta ditunjukkan gambar hitam dan putih, yang tampak seperti kumpulan garis dan bercak, sampai gambar penuh. Mereka diminta memprediksi kumpulan garis dan bercak tersebut, tanpa diperlihatkan gambar asli. Mereka dengan tanda-tanda awal psikosis bisa mengenali gambar lebih baik, daripada orang-orang tanpa penyakit mental.

“Temuan ini penting karena mengingormasikan munculnya gejala utama penyakit mental, yang juga berarti gangguan mental dapat dipahami sebagai keseimbangan berubah dalam fungsi otak normal," kata Naresh Subramaniam, dari Universitas Cambridge.  

Mereka juga mengatakan, gejala dan pengalaman halusinasi tidak merefleksikan 'kerusakan' otak, tapi otak yang sedang berjuang, dengan cara yang sangat alami, untuk memahami data ambigu yang masuk.

(win/lty)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER