Benarkah Profesi Model Tak Butuh Otak?

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 14:50 WIB
Stigmanya, model harus bertubuh tinggi, berkulit putih dan rupawan.
Model di pergelaran busana Josephine Komara (obin) di Jakarta Fashion Week
Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak orang beranggapan model adalah profesi yang hanya mengandalkan tampang dan penampilan belaka. Yang penting cantik, yang penting tampan, yang penting tinggi dan berkulit putih, pasti bisa menjadi model.

Model profesional Dominique Diyose memang tak menampik hal itu, tapi menurutnya, ada hal yang lebih penting dari sekadar tampang belaka.
 "Kalau dilihat dari satu sisi, memang benar this is a skin parade, parade kulit dan fisik karena yang kita jual itu," kata Dominique kepada CNN Indonesia di kawasan Pasar Minggu, belum lama ini. 

Menurut wanita cantik yang akrab disapa Domi ini, model yang berlenggak-lenggok di runway dalam sebuah pertunjukkan fesyen memang bertindak selayaknya performer di depan layar. Orang memang harus melihat keindahan yang sempurna dari sebuah pertunjukkan dari atas kepala hingga ujung kaki. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun di balik itu semua, kata Domi, baik model yang berjalan di atas catwalk maupun model yang begaya di depan kamera, ada faktor yang juga menentukan apakah mereka bisa menjadi model atau tidak, yaitu kecerdasan berpikir. Seperti hal-hal teknis dalam pertunjukkan misalnya. 

"Kalau dulu urutan keluar kita harus hitung sendiri. Kita harus tahu habis dari sini modelnya siapa. Kalau salah keluar, salah hitungan hancur semua satu show," ujar perempuan 27 tahun itu. 

Domi mengatakan mungkin kini hal-hal teknis sudah tidak terlalu jadi permasalahan. Sebab, tren fashion show pun sudah berubah. Teknologi pun semakin maju dan membuat berbagai kemudahan.  Tapi dulu, Domi bercerita, untuk blocking di catwalk saja itu sangat sulit. Dibutuhkan kepandaian dan keterampilan tertantu untuk bisa menjaga alur pertunjukkan. 

"Dulu blocking-an ada yang bisa sampai 12 kali titik. Kalau kita tidak cerdas, ya tidak bakalan bisa juga," kata Domi. 

Meski modal fisik memang penting dan merupakan modal utama untuk para model, tapi Domi lebih setuju model juga harus mempunyai 'otak' juga perilaku dan sikap yang baik untuk menjaga kariernya. 

Di sisi lain, Paula Verhoeven, yang memulai kariernya sejak 2001 tidak masalah dengan anggapan orang yang menilai kalau model hanya jual tampang semata. Bagi Paula, memang itu yang menjadi modal utama buat para model. 

"Tugas model memang itu, secara positif yang dijual memang tampilannya. Model harus bisa menjaga kulit, kecantikan, dan badan," kata Paula. "Kalau memang dia pintar dan dia pengetahuannya bagus, itu positif. Tapi aku tidak pernah tersinggung dengan anggapan model harus cantik saja tidak harus pintar. Tugas model memang tidak harus pintar," katanya. 

Menurut Paula, tugas model adalah membawakan pakaian milik desainer sebaik mungkin di atas pentas. Mereka harus tampil sesempurna mungkin agar orang-orang yang melihatnya juga tertarik dengan baju yang mereka bawakan hingga muncul niat membeli. Dengan fakta seperti, itu, Paula menilai siapa saja bisa menjadi model, asal mampu berpenampilan sempurna di atas catwalk. 

"Orang tuna rungu atau penyandang disabiltas, dia juga bisa mau jadi model. Asalkan bisa jaga itu semua, attitude-nya bagus. Cuma harus belajar sesuatu hal yang baru, memperbaiki diri," ujarnya.  Meskipun begitu, urusan rupa, Paula memang tidak menampik, bahwa model harus cantik di berbagai kesempatan. "Orang tidak mau tahu, mau capai, mau ada masalah, yang penting kita harus tetap perfect," kata dia.  (les/les)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER