Hati-hati, Alergi Bisa Sebabkan Penyakit Jiwa

Windratie | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 14:53 WIB
Menurut sejumlah sebuah studi, alergi memiliki efek kejiwaan serius di kemudian hari.
Bersin salah satu reaksi alergi. (Thinkstock/Wavebreakmedia Ltd)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penderita alergi dapat memiliki risiko empat kali lebih besar mengembangkan depresi berat, berdasarkan studi terbaru. Tidak hanya hidung berair dan mata gatal yang memicu depresi tersebut. Para ilmuwan berpikir, peradangan pada pembuluh darah dan jaringan di tubuh, disebabkan oleh reaksi alergi terhadap serbuk sari, memiliki efek jangka panjang yang berbahaya bagi otak.

Respons inflamasi, hasil dari gejala khas alergi, misalnya bersin, adalah cara tubuh yang mencoba menyingkirkan pemicu alergi, salah satunya serbuk sari. Namun, menurut sejumlah bukti, paparan berkelanjutan peradangan tingkat rendah selama beberapa bulan, misalnya di musim alergi, memiiliki efek kejiwaan serius di kemudian hari.

Sekitar sepuluh juta orang per tahun di Inggris menderita selama alergi musim semi, yang puncaknya terjadi selama akhir musim semi dan musim panas. Di negara empat musim, kehadiran musim semi sangat dinantikan setelah cuaca yang tidak bersahabat selama musim dingin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun untuk beberapa orang, musim semi dapat menyebabkan alergi musim semi. Alergi ini biasa disebut hay fever. Hay fever adalah gangguan sistem kekebalan tubuh yang ditandai dengan respons alergik terhadap serbuk bungan atau lainnya. Disebut juga sebagai rinitis alergi.

Para ilmuwan meneliti apakah peradangan akibat hay fever dapat memicu depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Dalam studi terbaru, para peneliti di National Yang-Ming University of Taiwan meneliti 10 ribu remaja yang terserang hay fever dan 30 ribu lainnya yang tidak.

Mereka memantau kedua kelompok tersebut selama hampir satu dekade, dan merekam berapa banyak orang yang didiagnosis gangguan bipolar, periode mania di mana seseorang tampak sangat bersemangat, tidak mampu berkonsentrasi atau tidur, yang diikuti oleh depresi berat.

Hasilnya, dalam Journal of Psychosomatic Research dilaporkan, remaja yang menderita hay fever empat kali lebih mungkin terdiagnosis mengalami bipolar saat dewasa.

Tahun sebelumnya, 2010, studi di Denmark , menemukan bahwa orang-orang yang mengidap alergi seperti hay fever memiliki risiko bunuh diri 30 persen lebih tinggi dari mereka yang bebas alergi.

Peneliti dari Aarhus University menemukan jawaban tersebut setelah membandingkan tingkat alergi di antara korban yang melakukan upaya bunuh diri dengan kelompok orang yang sehat. Namun, bagaimana kondisi seperti pilek dapat menyebabkan penyakit mental?

Meski tidak sepenuhnya yakin, diketahui ketika reaksi alergi, otak mengeluarkan zat yang disebut sitokin pro-inflammatory cytokines. Zat ini adalah protein yang memicu peradangan dan pelepasan bahan kimia di darah yang membuang benda asing seperti serbuk sari.

Peradangan terjadi untuk memperingatkan sistem kekebalan bahwa tubuh sedang diserang.  Biasanya ketika ancaman hilang, jaringan yang meradang akan berangsur sembuh. Namun, masalah timbul ketika peradangan tidak teredam.

Penelitian terbaru di Australia mengatakan, sitokin dapat menyebabkan berkurangnya tingkat serotonin di otak, zat yang menimbulkan kebahagiaan. Dan rendahnya tingkat serotonin tersebut dapat menyebabkan depresi. Para ilmuwan mengatakan, ini dapat menjadi pentunjuk bagaimana alergi dapat mengarah pada penyakit jiwa.

(win/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER