Jakarta, CNN Indonesia -- Belum banyak orang mengenal kartu tarot. Peramal kartu tarot bahkan diidentikkan dengan seorang dukun, ahli nujum, dan segala hal berbau mistis. Tak dapat dimungkiri, masyarakat Indonesia yang tumbuh dalam tradisi mistis begitu kental nampaknya gemar mengaitkan sesuatu dengan dunia kebatinan.
Itu sebabnya, mengapa tarot dianggap sebagai ilmu magis karena dapat membaca masa depan. Sementara, pembaca kartu tarot tak ubahnya seperti dukun angker yang lebih banyak membuat kliennya merasa khawatir ketimbang optimis menatap masa depan.
Semua stigma itulah yang ingin dihapus oleh Ella Mirella, seorang ahli tarot profesional dan
relationship consultant. Kediaman sekaligus tempat konsultasi Ella yang berada di sebuah kawasan elit di kawasan Cakung, Jakarta Timur, amat jauh dari kesan angker.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinding rumah bercat putih bersih, desain rumah modern, sebuah jendela terbuka lebar menghubungkan ruang dalam dengan taman di belakang rumah sehingga cahaya matahari dapat leluasa masuk ke dalam ruang tamu, di pojok ruangan juga ada mainan rumah anak-anak.
Klien-klien perempuan yang akrab disapa Mama Ella itu biasanya menunggu di ruang tamu di lantai satu. Sementara ruang praktik Mama berada di lantai dua. Begitu suara bel yang seperti permainan piano klasik berbunyi dari atas, itu tandanya Mama Ella siap menerima konsultasi klien.
Di atas, dilengkapi dengan pendingin ruangan, dekorasi ruang praktik Mama Ella lebih mirip seperti kantor pengacara atau seorang direktur perusahaan. Foto-foto saat tampil mengisi beberapa acara stasiun televisi nasional berjejer rapi di dinding putih ruangan tersebut.
Penampilan Mama Ella pun tak kalah mentereng. Mama memakai setelan
dress hitam-hitam dengan blazer putih berpotongan modern dan rias wajah yang sempurna. Semua yang tertampil menegaskan ‘tidak ada mistis di ruangan ini’.
Tarot bukan ilmu magisElla mulai menjelaskan tentang Tarot dan mengapa pandangan mistis itu sangat ingin dia hilangkan. Menurut Ella, Tarot adalah suatu sistem kartu bergambar yang terdiri dari 78 lembar kartu. Kartu Tarot biasanya digunakan untuk ‘membaca’ keadaan, situasi, dan jalur hidup seseorang.
“Pada umumnya orang lebih tertarik ke tarot karena gambar. Begitu lihat tarot ada kesenangan dari orang tersebut, karena dia bisa lihat oh nanti ke depan bisa seperti itu,” kata perempuan dengan satu orang anak tersebut.
Sangat banyak penjelasan tentang tarot. Satu versi mengatakan kata tarot berasal dari bahasa Mesir Kuno. Ada yang mengatakan dari bahasa Arab, ‘Tarekat’. Namun, versi yang banyak diterima masyarakat adalah versi yang menyebut Tarot berasal dari bahasa Italia, Tarrochi.
Banyak orang menganggap tarot sebagai alat meramal, tapi menurut Ella, Tarot adalah medium ‘pembaca’ situasi dan kondisi saja mengenai seseorang atau suatu keadaan tertentu. Informasi untuk tarot berasal dari alam bawah sadar si pembaca tarot dan klien yang dibaca.
Tarot adalah medium yang berfungsi untuk menjembatani pernyataan alam bawah sadar seseorang. Namun, pernyataan alam bawah sadar masih bersifat simbolik yang dinyatakan dengan kartu.
Itu sebabnya diperlukan seorang pembaca tarot untuk mengartikan simbol yang ditunjukkan kartu tersebut lalu mencari benang merahnya dengan si klien. Jadi tidak benar jika Tarot berbau mistik, klenik, berhubungan dengan jin, iblis, dan lain-lain. Tarot hanya kartu yang terbuat dari karton dan tinta cetakan, tidak lebih, kata Mama Ella.
“Tarot bukan sesuatu yang mistis. Nah itu yang harus benar-benar dikaji karena kebanyakan orang tahunya Tarot itu mistis,” kata Ella Mirella saat ditemui oleh CNN Indonesia pekan ini.
Menurut Mama Ella, peramal dan Tarot sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. “Dahulu setiap kerajaan memiliki peramalnya sendiri. Ketika mau perang atau mau lihat sesuatu, mereka bertanya kepada peramalnya, bukan raja yang langsung ambil keputusan. Jadi peramal itu memang dari dulu sudah ada, cuma metodenya saja yang berbeda-beda.”
Hal lain yang ingin ditekankan oleh Mama Ella adalah perbedaan antara peramal dan paranormal. Perbedaan yang kerap tumpang tindih dan disamaratakan oleh masyarakat pada umumya. “Kaisar China pasti memiliki orang yang bisa menghitung hari baik untuk berperang. Nah itu peramal,” kata Mama.
Peramal itu meramalkan masa depan seseorang dan mencarikan solusinya, sementara paranormal, menurut Mama, biasanya berhubungan dengan ritual-ritual gaib atau alam mistis.
“Ketika kamu punya masalah kamu ke peramal, karena peramal itu bisa menyelesaikan masalah kamu, tapi bukan bikin suasana tambah keruh atau tambah ada masalah. Ini jalan keluarnya, begini-begini ke depannya. Kami peramal tidak melihat sosok jin dan sebagainya.”
 Ilustrasi kartu tarot. (Getty images/ Thinkstock/volkovslava) |
Asosiasi Tarot IndonesiaSalah satu jalan yang ditempuh Ella untuk menghilangkan stigma magis adalah mendirikan Indonesian Tarot Association (ITA). Ella membentuk Asosiasi Tarot Indonesia pada 2014 untuk membawahi para tarot reader agar terstruktur rapi.
Setidaknya sudah ada 40 pembaca tarot dari seluruh Indonesia yang menjadi bagian dari ITA. Menurut Ella, “Tidak semua tarot reader ingin bergabung juga, ada yang masih merasa tidak butuh asosiasi.” Salah satu kegiatan rutin yang dibuat ITA adalah kursus tarot sekigus pertemuan sesama para pembaca tarot Indonesia.
Misi ITA, agar masyarakat dapat memelajari tarot dengan tepat. “Belajar dengan benar, tidak cuma menebarkan kartu tarot satu, dua, tiga saja karena memang (tarot) ada tebarannya.”
Ella juga ingin menjauhkan tarot dari anggapan mistis, “Kayanya orang kalau ngomong tarot itu ‘sesuatu’ banget, magis banget, kaya kita (pembaca tarot) bertapa di gua,” kata Ella berseloroh. “Apa Mama magis? Apakah ada asap-asap di sini?” Ella tertawa seraya menekankan bahwa siapapun dapat memelajari tarot.
Secara umum, Ella menjelaskan, tarot mulai dikenal masyarakat Indonesia ketika menjadi bagian dari sebuah program
reality show mak comblang pada 2009 di sebuah stasiun televisi swasta. Tarot mulai dikenal saat itu meski belum meledak.
Tarot reading sendiri mulai populer sekitar dua sampai tiga tahun lalu. “Tahun lalu juga sempat dibikin film masalah tarot, tapi filmnya juga mistis kan?” Namun, belakangan, Ella mengatakan, dunia hiburan sudah tidak terlalu sering memakai tarot sebagai bagian dari program acara karena inginkan kebaruan.
Selain membaca tarot, Ella memiliki kemampuan meramal dengan medium lain. Di antaranya,
palmistry, coffee reading, tea reading, wine reading, juga
face reading. Namun, Ella mengatakan, semua medium meramal tidak memiliki perbedaan akurasi. “Hanya mediumnya saja berbeda, tapi untuk akurasi semuanya sama saja.”
Medium meramal mana yang dipakai oleh Ella, semua tergantung pada permintaan klien. “Enggak semua klien mau pakai tarot juga sih. Ada yang mau pakai garis tangan. Semua medium bisa dilakukan kalau selagi waktunya masih ada,” ujar Ella.
‘Bakat’ sejak kecilPada dasarnya, kemampuan Ella meramal sudah sudah dimilikinya sejak kecil. Ella bercerita, saat itu usianya masih sangat muda waktu pertama kali ‘bakat’ meramalnya diketahui.
“Orang tua Mama berbisnis. Waktu itu umur Mama masih lima tahun. Mama bilang sama orang tua mama, ‘awas nanti kena tipu’,” kata Ella bercerita. Namun, orang tua Ella tidak menanggapi serius ucapan anaknya yang masih kecil itu. “Makin lama semuanya kejadian, orang tua Mama ditipu oleh teman bisnisnya.”
Akhirnya, dari mulut ke mulut, teman ke teman, kemampuan Ella mulai diketahui oleh banyak orang. Ella mengaku jika sebenanrya tanpa medium tarot pun Ella sudah dapat ‘membaca’.
“Lihat muka Mbak saja sudah bisa (‘membaca’),” kata Ella waktu itu. Namun, untuk menjadi seorang pembaca tarot profesional, Ella memutuskan untuk pergi ke Inggris memelajari tarot di Tarosophy Tarot Association. “Biar enggak salah jalan, biar tahu caranya main tarot.”
Kendati Ella memang memiliki ‘bakat’ alami, tarot tetap bisa dipelajari oleh siapapun. Ketika seseorang memelajari tarot secara serius, meskipun dia tidak memiliki ‘bakat’, Ella berkata, maka orang tersebut tetap bisa meramal.
“Walaupun tidak seratus persen jitu tapi tetap kena, karena balik lagi kan ada artinya di setiap kartu, dan tergantung dengan feeling, ibaratnya apakah insting orang tersebut kuat atau tidak?”
Jika insting orang itu kuat dan dia sangat tekun, otomatis dia akan tahu ketika kartu tarot tertentu keluar itu mengartikan apa, kata Ella. “Dan tarot ini, ketika orang yang dibaca tidak ada masalah, maka (tarot) tidak akan keluar masalah.”
“Balik lagi ketika seseorang punya masalah, masalah itu kan ibaratnya auranya
strong banget, kuat. Ketika kamu tidak punya masalah kartunya bakal keluarkan tidak ada masalah sama sekali. Tapi kalau kamu ada masalah, tanpa kamu ngomong sama Mama, akan kelihatan juga di kartunya.”
Peramal mencari jalan keluar dari masalahMenurut Ella, masih banyak orang yang takut dengan ramalan tarot. Jantung mereka sudah berdegup kencang dahulu, khawatir sang pembaca tarot membacakan hal-hal buruk yang akan terjadi dalam hidupnya.
“Karena kebanyakan nonton bioskop ya, film-film yang horor, jadi kayak begitu,” kata pembaca tarot yang kerap memakai pendekatan santai untuk berbicara dengan kliennya itu.
Padahal menurut Ella, peramal yang benar itu peramal yang menyelesaikan masalah klien, bukan menambah masalah dan membuat orang semakin khawatir. “Kalau Mbak ke peramal tapi peramal itu bikin galau, nah itu bukan peramal kalau menurut Mama. Peramal itu menyelesaikan masalah juga,” ucapnya.
Jika kliennya bermasalah, Ella akan memberikan solusi. “Ibaratnya, mama lihat jalan kanan itu lubang, kiri jalan yang benar, Mama enggak mungkin mengarahkan kamu ke lubang.”
Sebagai peramal, Ella mengatakan dia tidak akan mengatakan kejadian buruk, seperti ‘oh kamu nanti bakal kecelakaan, dan lain-lain’, ujarnya.
“Mama tipe yang berbicara apa adanya. Kalau Mama lihat dia enggak benar, dia selingkuh atau punya simpanan, langsung Mama ngomong to the point seperti itu,” lanjutnya.
Namun, Ella menegaskan, cara baik untuk meramal adalah, saat klien memiliki masalah, seorang peramal harus mencarikan solusinya. “Bukan bikin orang itu tambah galau. Pulang dari sini tambah galau bukannya menyelesaikan masalahnya.”
Ketika klien menghadapi masalah keuangan. Misalnya, klien ingin tetap bekerja di kantor, dia juga ingin ada usaha sampingan tapi belum berani melakukannya. “Otomatis dia harus memberanikan dirinya untuk membuka usaha karena kalau dia hanya mengandalkan gajinya akan tidak cukup.”
Sebagai peramal, Ella mengatakan, dia akan mendorong kliennya itu agar lebih yakin lagi untuk melangkah, sekaligus melihat hokinya bagus apa tidak di usaha itu.
Tarif ‘kesenjangan gender’Klien Ella berasal dari berbagai kalangan, rata-rata di atas usia 20 tahun. Dari masyarakat biasa, pengusaha, bos-bos, juga kalangan selebriti.
Persoalan yang kerap ditanyakan adalah cinta, keuangan, dan karier. “Kalau masalah cinta tidak bisa dijauhkan dari manusia, manusia bisa galau tanpa cinta. Jadi itu satu topik yang pasti ditanya,” kata perempuan yang juga seorang relationship consultant itu.
Klien yang sudah menikah, biasanya menanyakan masalah rumah tangga, ada juga konflik dengan keluarga, ujarnya.
Untuk tarif, biaya konsultasi klien perempuan per 30 menit adalah Rp1 juta. Sementara, biaya konsultasi klien laki-laki per 30 menit adalah Rp2 juta. Klien laki-laki ditarik harga dua kali lipat lebih mahal.
“Karena laki-laki itu susah dijelaskan, kalau sesama perempuan itu enak, ngerti kode-kode kita. Saya ngomong sedikit saja dia sudah mengerti, tapi kalau cowo panjang sayang…tanya kenapa, apa, dan lebih ribet lagi.” Jadi intinya, dengan tarif tersebut, Ella ingin agar orang-orang serius saja yang berkonsultasi padanya.
Sammy, manager Ella, menambahkan, tarif Rp1-2 juta tersebut hanya untuk orang awam. Harga untuk klien pebisnis atau pejabat berbeda lagi, sebab Ella yang harus datang ke rumah mereka.
Kesimpulannya, sebagai peramal tarot, yang juga memiliki kemampuan meramal dengan medium lain, Ella mengatakan, dia tidak ada hak untuk mengatur kehidupan seseorang. Tugasnya adalah memberitahu jalan mana yang sebaiknya ditempuh, ke kiri atau ke kanan, dengan bakat yang dimilikinya.
“Sekarang Mama sudah bantu, Mama sudah kasih jalannya. Tapi dia kalau dia tetap keras kepala dan mengambil jalan yang dia mau, ketika terjadi ‘sesuatu’, maka itu akibat keputusan yang diambilnya.”
(win/win)