Alasan Ilmiah dari Nafsu Makan Berlebih

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Rabu, 20 Jan 2016 09:20 WIB
Berdasarkan penelitian, orang yang memiliki keinginan makan tanpa henti memiliki tampilan otak yang berbeda.
Rasa keinginan makan tanpa henti ternyata dipengaruhi kondisi pada otak seseorang. (Thinkstock/BananaStock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi sebagian orang, makan merupakan kegiatan yang akan dilakukan begitu perut terasa lapar. Namun bagi sebagian yang lain, makan seperti selayaknya kecanduan, tak dapat dihentikan.

Beragam pertanyaan telah diajukan menyikapi perilaku orang yang makan terus menerus seolah tak pernah kenyang. Banyak yang mengatakan karena kebiasaan, ada juga karena merasa ingin terus mengunyah.

Melansir laman Newsweek, sebuah penelitian yang dilakukan pada awal 2000an oleh Nora Volkow dan timnya di Brookhaven National Laboratory mengungkap alasan mengapa ada orang yang tidak dapat berhenti mengunyah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengujian dilakukan pada sepuluh sukarelawan yang diketahui memiliki kebiasaan makan berlebihan. Mereka dibaringkan pada Positron Emission Tomography (PET) Scan atau alat yang dapat memindai sehingga tampak gambar fungsi biologis tubuh manusia lebih jelas. Penggunaan PET bertujuan melihat otak para sukarelawan.

Berdasarkan penelitian tersebut, orang yang memiliki keinginan makan tanpa henti memiliki tampilan otak yang berbeda. Pada orang dengan kebiasaan makan berlebih, terutama yang mengalami kegemukan, otak mereka diketahui tidak memiliki reseptor untuk dopamin.

Dopamin merupakan zat kimia yang memainkan peranan penting di otak. Dopamin berperan dalam penggerak, kendali motorik, motivasi, gairah, penguatan, dan rasa menghargai. Dopamin juga memiliki fungsi lainnya seperi saat menyusui, kepuasan seksual, dan mual.

Terdapat dua saluran dalam penyaluran dopamin pada otak, yaitu saluran D1 dan D2. Bila seseorang tidak memiliki reseptor D2 seperti yang ditemukan  Volkow pada sukarelawan tak henti makan itu, maka orang tersebut tidak dapat menghambat dorongan kuat yang datang ke otak. Salah satu akibatnya, seseorang tidak dapat mengendalikan hasrat makan.

Volkow juga mengatakan defisit D2 dapat meningkatkan makan berlebih dengan membuat orang tersebut kehilangan sensitifitas saat menikmati makanan. Hal ini menyebabkan orang akan terus makan untuk mengejar rasa puas dari mengonsumsi makanan.

Namun yang berpengaruh dalam tingkah laku makan seseorang bukan hanya dopamin. Menurut Jeffrey Zigman dari University of Texas Southwestern Medical Center di Dallas, zat di otak yang bernama ghrelin ikut mengendalikan hasrat seseorang dalam makan.

Pengaruh dari zat kimiawi dalam otak ini sangat berpengaruh dalam perilaku mengonsumsi makanan. Ketidakseimbangan hormon dalam diri seseorang, dapat menjadikan makanan selayaknya narkoba yang membuat ketagihan.

(end/les)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER