Jakarta, CNN Indonesia -- Padatnya aktivitas membuat tubuh mudah berkeringat, bahkan menghasilkan keringat berlebih setiap hari. Tak dimungkiri, hal tersebut dapat menimbulkan bau badan tak sedap yang membuat seseorang tak percaya diri tampil di tengah-tengah publik. Pasalnya, orang-orang di sekitar akan tak nyaman.
Untuk mengatasi kondisi tersebut mereka memilih memakai deodoran atau antiperspiran di ketiaknya. Namun demikian, mungkinkah cara mudah tersebut mampu mengubah ekosistem di ketiak seseorang?
Penelitian terbaru menjawabnya dengan positif dan menunjukkan bahwa orang yang memakai antiperspiran akan memiliki perbedaan signifikan di ketiaknya dengan yang tidak memakai antiperspiran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Julie Horvath, seorang genomisis evolusi yang telah melacak genom manusia dan primata membutuhkan waktu selama satu bulan untuk meneliti.
“Saya sangat tertarik mengetahu segala sesuatu tentang ketiak,” tuturnya seperti dikutip
Sidney Morning Herald.
Pada tubuh manusia dan primata, ketiak merupakan bagian yang paling nyata berpotensi menjadi tempat evolusi bakteri. Karena di situlah mereka akan terlindung dari unsur-unsur lainnya. Mereka berada di tempat yang mikroba dapat dengan bebas menyebar.
Dan di ketiaklah terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan paling banyak bau.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal
Peer, Horvath dan rekannya menganalisis mikroba yang hidup di dalam ketiak dari kelompok yang terdiri dari 17 ilmuwan. Selama delapan hari mereka bekerja dengan tiga kelompok yang terdiri dari pengguna antiperspiran, pengguna deodoran, dan mereka yang tidak menggunakan produk apapun di ketiaknya.
Ketiak mereka pun masing-masing diusap sebanyak dua kali sehari. Namun, pada hari ke-dua sampai ke-enam, peserta diminta untuk pergi tanpa menggunakan produk apapun di bawah lengan mereka. Dan pada hari ke-tujuh dan ke-delapan peserta diminta menggunakan antiperspiran.
Berbekal penyeka ketiak basah, peneliti kemudian menganalisis DNA para partisipan. Mereka pun akhirnya menemukan bahwa koloni mikroba yang hidup di bawah lengan orang yang berhenti menggunakan deodoran dan antiperspiran meningkat secara dramatis.
Di samping itu, ditemukan pula bahwa antiperspiran bekerja lebih baik untuk membunuh bakteri di ketiak karena produk tersebut benar-benar menghalangi kelenjar keringat.
Walau demikian, peneliti kaget melihat hasil yang begitu berbeda setelah melihat ketiak seseorang yang telah berhenti memakai produk tersebut selama beberapa hari.
Ketiak dari kelompok kontrol tadi sendiri terdapat campuran sekitar 62 persen
Corynebacteria. Bakteri inilah yang paling bertanggung jawab atas bau badan seseorang. Mereka memakan keringat manusia dan memetabolisme itu, kemudian menciptakan gas yang oleh hidung manusia cenderung ditafsirkan sebagai bau.
Dua puluh satu persen mikroba di ketiak subjek penelitian tadi berasal dari keluarga
Staphylococcaceae dan sisanya adalah jenis bakteri lain.
Sebaliknya, ketiak pengguna antiperspiran justru mengandung lebih dari 60 persen Staphylococcaceae setelah mereka berhenti menggunakan produk tersebut. Hanya terdapat 14 persen Corynebacteria dan lebih dari 20 persen dari jenis bakteri lain.
Di samping itu, Horvath menganggap kebiasaan harian jugalah yang memengaruhi mikroba yang hidup di tubuh kita.
(sil)