Jakarta, CNN Indonesia -- Berawal dari pertolongan pertama yang kemudian dibuat dalam sebuah produk makanan untuk bayi, Henri Nestle mungkin tak pernah menyangka bahwa 150 tahun kemudian perusahaan yang dirintisnya sudah menjadi salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia.
Heinrich Nestle yang lahir 10 Agustus 1814 semula hanyalah anak kesebelas dari 14 bersaudara dari keluarga keturunan Jerman. Kemudian ia tumbuh menjadi seorang pebisnis farmasi pada 1836 dan kemudian memutuskan hijrah ke Swiss pada 1839.
Henri tinggal di Vevey, di pesisir utara Danau Jenewa dan bekerja menjual obat-obatan. Jatuh bangun bisnis telah ia lewati dan beragam produk pernah ia coba perdagangkan, mulai dari minyak kacang-kacangan, minuman keras, minuman bersoda, hingga pupuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun suatu kali pada 1866, ia mendapati anak tetangganya lahir secara prematur. Bukan cuma prematur, sang anak yang masih merah itu juga menolak air susu dari ibunya. Sang anak terancam kelaparan. Henri dan sang istri yang tak dikaruniai anak, terenyuh oleh kondisi memprihatinkan itu.
Bermodal hanya memiliki susu dan tepung gandum, Henri berniat menolong sang anak dengan cara mencampurkan susu dengan tepung itu kemudian diberikan kepada sang anak. Beruntung, sang anak kemudian dapat terselamatkan dan tak jadi mati kelaparan.
Hari berikutnya, Henri sadar bahwa ia baru saja menemukan formula dasar yang kemudian akan menjadi fondasi sebuah kerajaan bisnis pangan di dunia.
Henri kemudian mengembangkan 'penemuan dadakan' itu secara ilmiah. Terinspirasi dari penemuan yang pernah dikerjakan oleh Justus von Liebig, ahli kimia dari Jerman. Von Liebig lah yang menemukan cara membuat sari dari bahan tertentu, yang kini salah satunya dikenal dengan susu formula untuk bayi.
Pengembangan 'susu bertepung' dari Henri itu bernama Farine Lactee, dan kemudian dipasarkan. Produk Farine Lactee diterima baik oleh pasar Swiss kala itu. Hal ini dikarenakan banyak faktor, seperti kematian bayi yang tinggi, minimnya ketersediaan susu di kota besar, dan enggannya ibu kelas sosial elit untuk menyusui karena dianggap 'tidak-fashionable'.
Perusahaannya terus berkembang hingga kemudian ia mengakuisisi sebuah perusahaan berbasis susu milik pengusaha Amerika Serikat yang tinggal di Swiss, the Anglo-Swiss Condensed Milk, pada 1905. Keduanya membentuk Societe Farine Lactee Henri Nestle. Nama yang panjang kemudian dibuat singkat hanya dengan Nestle dan terus berekspansi, mengakuisisi, dan berkembang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Berawal dari Popularitas ‘Si Nona’Meski baru resmi berdiri di Indonesia pada 1971, namun karya Henri Nestle sudah masuk ke Indonesia pada 1873 melalui susu kental manis bernama 'Milkmaid Brand’. Masyarakat Hindia-Belanda kala itu mengenalnya dengan susu 'Tjap Nona', karena gambar seorang wanita yang membawa ember susu di atas kepalanya.
Setelah pintu investasi asing baru dibuka pada dekade 70an, perusahaan Nestle secara resmi berdiri di Indonesia. Kini bukan cuma susu, mulai dari kopi hingga makanan hewan juga menjadi bagian perusahaan yang berawal dari bisnis susu tersebut.
Bukan hanya berjualan saja, perusahaan susu itu juga memiliki prinsip mengembangkan aspek hulu produksi guna menjaga kualitas yang telah ditetapkan. Contohnya adalah memberikan penyuluhan peningkatan produktifitas susu, kopi, serta kakao.
 Salah satu bagian informasi aktivitas Brand Nestle yang disajikan secara unik dalam Galeri Grup Nestle di Pabrik Nestle Karawang,Jawa Barat, Selasa 5 April 2016. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Hal ini dilakukan pada 27 ribu peternak sapi perah di Jawa Timur, yang kemudian mampu menghasilkan 550 ribu liter susu segar untuk kemudian diproses menjadi berbagai jenis produk susu. Di Tanggamus, Lampung, sebanyak 20 ribu petani kopi telah terbina dengan 18 ribu diantaranya memiliki sertifikasi
Common Code for Coffee Community. Begitu pula dengan petani kakao di Mamuju, Sulawesi Barat.
Pun dengan kesadaran gizi, bekerja sama dengan dinas kesehatan di daerah maupun pusat, perusahaan susu yang berkantor pusat di Swiss itu juga melakukan berbagai upaya peningkatan kesadaran gizi ke masyarakat. Beberapa merek susu yang sudah populer di telinga masyarakat, kerap menjadi sponsor dari usaha pemerintah untuk terus meningkatkan status gizi masyarakat.
"Kalau saat ini menurut saya kesadaran gizi masyarakat Indonesia semakin meningkat. Maka bukan hanya produksi, tetapi edukasi ke masyarakat juga harus jalan terus," kata Nur Shilla Christianto, Head of Corporate Communication Nestle Indonesia, saat berdiskusi dengan
CNNIndonesia.com, di pabrik Nestle Karawang, Selasa (5/4).
"Makanya kami menciptakan
creating shared values yang juga bagian dari strategi bisnis. Kami percaya bila sebuah perusahaan ingin berlangsung lama, keuntungan bukan hanya dinikmati oleh perusahaan tetapi juga komunitas atau masyarakat di sekitarnya. Karena ketika bahan baku bagus, maka kami pun juga mendapatkan keuntungan, begitu pula dengan masyarakat,” tuturnya.
(les/les)