Operasi Genitalia Marak di Kalangan Remaja Barat

Vega Probo | CNN Indonesia
Senin, 02 Mei 2016 03:05 WIB
Operasi plastik genitalia marak belakangan ini lantaran minimnya pengetahuan seks dan penerimaan terhadap tubuh sendiri.
Ilustrasi (CNNIndonesia/Kiky Makkiah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian remaja Barat, belakangan ini, sedang tergila-gila melakukan operasi plastik. Bukan untuk mengubah bentuk payudara atau bokong, melainkan genitalia. Mereka menjalani labiaplasty untuk memermak labia minora.

Beberapa pakar menyatakan, mereka mendambakan labia yang “indah” agar terlihat lebih “atraktif” di mata pasangan. Kenyataannya, genitalia wanita berbeda satu sama lain, sehingga tak mudah menentukan standar keindahannya.

“Ada semacam perbedaan preferensi bagi kedua bagian tersebut [labia minora dan labia majora],” kata Dr. Alexes Hazen, MD, wakil guru besar di Hansjorg Wyss Department of Plastic Surgery kepada Teen Vogue, baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kenyataannya, memang tidak ada [bentuk] standar atau normal,” ahli yang menjabat sebagai direktur Aesthetic Surgery Center di  NYU Langone Medical Center ini menambahkan. Hal ini berlaku tak hanya bagi genitalia, juga bagian tubuh lain.

Karena itu, menurut Dr. Hazen, pendidikan seks yang membahas perbedaan bentuk tubuh orang per orang patut diajarkan, terutama kepada kalangan remaja. Tak ada bentuk genitalia yang layak disebut normal, karena kepunyaan setiap orang berbeda.

Lalu, mengapa operasi plastik genitalia marak belakangan ini? Menurut Dr. Hazen, hal ini tak terlepas dari minimnya penerimaan terhadap tubuh sendiri. Ada kalanya orang menganggap apa yang ditampilkan di film atau online jauh lebih atraktif.

Contohnya, bila kita melihat bintang porno dengan vagina “tertata rapi” maka kita bakal mengira begitulah bentuk yang bagus atau normal. Dr. Hazen menyatakan, keinginan bertubuh macam model sama sekali tidak realistis.

“Banyak orang memiliki kesadaran terhadap tubuh sendiri ingin tampil layaknya model atau mengikuti norma yang menganggapnya ideal, padahal sama sekali tidak realistis,” kata Dr. Hazen. Hal ini juga berlaku bagi bulu pubis.

“Faktanya, banyak wanita menghilangkan bulu pubis dengan melakukan teknik removal, atau memiliki sedikit bulu pubis … tujuannya untuk memperlihatkan vagina, dan hal ini meningkatkan keinginan untuk mengubah bentuk labia.”

Belum lama berselang, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merilis panduan baru soal bagaimana seharusnya dokter menangangi permintaan gadis muda untuk operasi plastik genitalia atau labiaplasty.

Panduan yang juga disusun oleh para dokter tersebut menyarankan para dokter agar lebih dulu mengedukasi para remaja yang tertarik melakukan operasi plastik bukan untuk kebutuhan medis melainkan membentuk variasi labia yang dianggap normal.

Dr. Hazen menyatakan, labia adalah bagian normal dari anatomi wanita. Maka ia sama sekali tidak menyarankan untuk dilakukan operasi labia pada remaja kecuali terdapat “fungsi abnormal—sesuatu yang mengganggu aktivitas normal.”

Berbeda halnya bila pasien mengalami kecelakaan saat berolahraga atau beraktivitas, yang berakibat fatal bagi kesehatan secara keseluruhan bila tidak segera ditangani atau dioperasi. Barulah labiaplasty dapat dilakukan.

“Saya sarankan remaja melakukan operasi plastik bila terjadi kerusakan fungsi bagian tubuh,” kata Dr. Hazen. “Remaja harus belajar mensyukuri keunikan dan kualitas individual mereka, bukannya asal mengikuti tren demi tampilan ‘ideal.’” (vga/vga)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER