Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menegaskan solusi percepatan pembangunan di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau adalah dengan menjadikan wilayah tersebut sebagai Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK) Pariwisata. KEK terbukti telah berhasil diterapkan di Nusa Dua, Bali. Dengan adanya KEK, maka investor dan pemerintah akan berinvestasi untuk membangun wilayah itu. Insentif fiskal dan pajak juga akan mempercepat pertumbuhan daerah tersebut.
“Saat ini sedang dibangun akses, berupa airport agar bisa didarati pesawat-pesawat komersial,” ujar Arief dalam Diskusi Publik “Formulasi Strategi Kebijakan Pengembangan Wilayah Batam dan Sekitarnya, Sebagai Wilayah Berdaya Saing Tinggi secara Ekonomi”, yang diinisiasi Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu.
Lokasi Anambas menjorok ke utara, arah Laut China Selatan sehingga lebih dekat dengan Pahang dan Terengganu, Malaysia. Apabila dibuat penerbangan langsung, Anambas juga berdekatan dengan Ho Chi Mihn-Vietnam, Bangkok-Thailand, Kamboja, Laos dan kota-kota di semenanjung Malaysia. Menurut Arief, setelah bandara selesai dibangun, maka Anambas perlu membuat CIQP atau Costume, Immigration, Quarantine Port sendiri. “Dengan begitu, wisatawan mancanegara bisa langsung terbang dan dilayani di Anambas. Tidak perlu mampir dulu ke Batam atau Bintan, baru terbang lagi ke Anambas. Terlalu jauh, lebih dari 150 mill, bisa 8 jam dengan perahu cepat,” kata Arief.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasinya yang relatif jauh menjadikan Anambas tidak dapat mengakomodir rumus 3A (Alam, Akses dan Amenitas) yang diciptakan oleh Arief. Anambas mempunyai kekuatan di Alam. Sementara dalam hal Akses dan Amenitas, Anambas dinilai masih sangat lemah. “Kalau soal atraksi alam, dengan wisata baharinya sangat bagus, berani bersaing dan sudah level dunia. Saya tidak merasa khawatir akan keindahan terutama baharinya,” jelas Arief sambil menampilkan slide bergambar Pulau Jemaja.
Mantan Dirut PT Telkom ini membagi atraksi wisata bahari menjadi tiga kategori besar. Pertama, coastal zone atau wisata bentang pantai. Anambas memiliki banyak pulau dengan hamparan pasir putih yang indah. Sudah bisa ditebak, pasir putih itu pasti tercipta oleh butiran pulau karang yang tergerus ombak lalu hanyut terdorong ombak ke tepian. “Banyak pulau-pulau jika dilihat dari udara itu seperti terbungkus beberapa layers, dari warna putih, bening, biru muda, baru birunya laut,” papar Arief.
Kekuatan alam Anambas lainnya adalah wisata bawah laut. Biota laut Anambas bisa dinikmati dengan cara menyelam maupun snorkeling. Bahkan, hanya dengan snorkeling, wisatawan sudah bisa melihat beragan jenis ikan yang hidup di laut Anambas.
Sea zone atau wisata antarpulau juga menjadi andalan Anambas. Wisata antarpulau bisa dijual untuk wisatawan yang gemar islands hopping (pindah dari satu pulau ke pulau lainnya). “Saya bawa dua orang ini untuk membantu Wisata Bahari yang bakal dikembangkan Kepulauan Riau, yakni motivator ternama Tung Desem Waringin dan Sudirman Saad, mantan Dirjen Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. Mereka akan membantu dari capaian wisman 2 juta setahun, menjadi 3 juta setahun. Naik 50 persen,” jelas Arief.
Dalam bahasa yang sangat gamblang, Arief menyebut bahwa pariwisata adalah penyumbang PDB, devisa dan lapangan kerja yang paling mudah dan murah. “Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional atau product domestic bruto adalah 10%, dan itu nominalnya tertinggi di ASEAN. Jarang-jarang kita punya angka tertinggi di ASEAN dalam hal yang positif seperti ini,” ujarnya.
Menurutnya, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan tren naik sampai 6,9%. Itu artinya jauh lebih tinggi daripada industri agriculture, manufacture otomotif dan pertambangan. Devisa pariwisata US$1 Juta, menghasilkan PDB US$1,7 Juta atau 170%, tertinggi dibandingkan dengan industri lainnya. “Kalau pejabat sering pidato itu, istilahnya Pariwisata memiliki multiplying effect yang besar, angkanya sampai 1,7 kali,” jelasnya.
Begitu pula dengan devisa. Peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, adalah pariwisata. Angkanya sebesar 9,3% dibandingkan industri lainnya. Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13%, dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang turun drastis. “Biaya marketingnya, juga cuma 2% dari proyeksi devisa yang dihasilkan. Ini sangat kecil dibandingkan dengan pertambangan,” ungkapnya.
Dia mencontohkan lapangan gas Blok Masela yang akan dibangun kilang di darat (onshore). Untuk eksplorasi saja sudah membutuhkan delapan tahun. Itu artinya, investasi saat ini, devisa akan didapat delapan tahun lagi. “Sudah harga minyak dunia turun? Dari US$ 100, menjadi US$ 50, turun lagi sekarang tinggal US$ 36 per barel. Gaduhnya juga luar biasa,” ucap Arief memberi contoh.
Diskusi itu juga diikuti oleh Gubernur BI Agus Martowardjojo, Men Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara- Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, dan Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro.
Terkait dengan ketenagakerjaan Pariwisata menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4% secara nasional.Itu artinya menempati posisi ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30% dalam kurun waktu 5 tahun. “Pariwisata juga pencipta lapangan kerja termurah, hanya dengan US$ 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar US$ 100.000/satu pekerjaan," tutup Arief.
(odh/odh)