Jakarta, CNN Indonesia -- Agaknya di mana pun, rata-rata karyawan kantoran langsung menyemut dan berebut ketika dihidangkan makanan gratis.
Bukan cuma makanan yang baru saja dibeli, tapi melihat makanan yang entah dibeli sejak kapan dan tergeletak di meja kerja saja sudah membuat air liur menetes.
Laman Refinery29 mengungkapkan bahwa ketika ada makanan gratis di sekitar Anda, maka biasanya bekal makan siang yang sudah dibawa pun terlupakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parahnya, setelah ada acara atau perayaan apa pun di kantor, 'mahluk-mahluk' pekerja bisa berubah menjadi kompetitor satu sama lain. Mereka berlomba jadi orang pertama yang bisa mendapatkan makanan gratis.
Tak diragukan lagi, manusia suka makanan gratis. Tapi pertanyaannya adalah mengapa ini bisa terjadi?
"Satu fakta yang saya temukan adalah adanya kecenderungan kita untuk menyantap makanan yang tak pernah dimakan ketika tidak didapat dengan gratis," kata Lauren Miller dari Refinery29.
Richard Wilk, profesor antropologi dan wakil direktur Indiana University Food Institute, tak berani mengungkapkan jika perilaku ini didasarkan pada evolusi manusia.
"Selama dua-tiga juta tahun evolusi manusia, sejak dulu makanan itu gratis. Satu-satunya perbedaan adalah berapa banyak waktu, tenaga atau bahaya yang terlibat untuk mendapatkan makanan itu," kata Wilk.
"Hampir tiap kebudayaan manusia memiliki seperangkat aturan rumit soal pembagian makanan,"Wilk menambahkan. "Artinya, orang tidak pernah berebut makanan, melainkan berbagi."
Senada dengan Wilk, rekanan peneliti dari University of Oxford, Amy K. MecLennan, menyatakan persetujuannya.
"Dalam beberapa kasus, pemerintah memberikan makanan gratis untuk mengatasi kelaparan, dan hal-hal lain. Oleh karena itu, makanan tidak dianggap sebagai suatu kecurigaan atau penghinaan," kata Amy.
"Tapi," Amy melanjutkan, "ada juga golongan masyarakat yang mengungkapkan bahwa berbagai makanan akan membentuk ikatan antara pemberi dan penerima. Alasan orang tidak menjarah makanan adalah karena norma-norma sosial dan adat istiadat yang mengatur pembagian dan pendistribusian makanan dari waktu ke waktu."
Hanya saja dia mengungkapkan bahwa dalam masyarakat kini yang memiliki kebiasaan yang dominan dengan "makan kapan dan di mana" maka orang harus bekerja keras untuk menjaga makanan mereka agar tetap aman tersembunyi dan tidak diambil orang.
"Jika kita hidup dalam budaya yang menghargai segala yang gratis, maka Anda bisa mengharapkan orang untuk meminta berbagai hal demi mendapatkan berbagai sampel gratis tanpa harapan apa pun."
Tingkat ekonomi mungkin juga memainkan peranan dalam metafora makanan gratis. Dr. Susan D. Blum, profesor antropologi di University of Notre Dame mengungkapkan bahwa hal ini ada hubungannya dengan ide gratis yang telah disosialisasikan dan pengertian kapitalisme akan memberikan nilai terhadap sesuatu.
"Bagi siapa saja yang pernah kerja di restoran, semua hal itu benar, jadi sangat sulit untuk melewatkan apa yang ada di depan Anda, terutama jika ini menyangkut makanan yang tak bisa Anda dapatkan atau beli sendiri."
Namun penjelasan yang paling sederhana soal ini bukanlah tentang kelas sosial dan ekonomi, namun sifat alami manusia yang gemar mendapatkan sesuatu secara gratis.
"Makanan itu datang secara gratis dari ibu dan keluarga, kebanyakan anak-anak dari kelas menengah dan atas tidak menyadari dari mana makanan itu berasal," kata Dr. Merry White, profesor antropologi dari Boston University.
White menegaskan, "Jadi sebagian besar orang mendapatkan makanan gratis itu seperti punya ingatan
visceral. Namun ada perubahan dalam perkembangannya, ada perasaan orang dewasa yang 'licik' ikut bermain untuk mendapat makanan gratis."
(vga)