Jakarta, CNN Indonesia -- Pada eranya, mengenakan tas tangan, tas
satchel, tas serut atau tas
quilted dengan logo merek desainer fesyen terkenal adalah hal yang membanggakan untuk sebagian wanita.
Inisial brand atau mereka yang terukir di jahitan atau bahan kuningan atau tembaga pun seakan menjadi cara wanita untuk meneriakkan selera fesyen mereka yang berkelas.
Tetapi kini agaknya hal itu tak berlaku lagi. Dalam sebuah laporan dari kelompok riset pasar di Amerika Serikat, sepertiga tas wanita yang dibeli oleh konsumen AS tahun lalu adalah tas yang tak menempelkan logo merek di bagian depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tercatat, 40 persen orang-orang di atas usia 50 tahun adalah konsumen yang lebih memilih tas non-logo. Namun hal itu juga dilakukan oleh para penggemar fesyen yang berusia 20 tahunan.
"Konsumen kini kurang memerhatikan citra si produk, tapi lebih mementingkan karakter pribadi mereka. Terlebih generasi muda," ujar Kepala Analis NPD Group, Marshal Cohen, dilansir
Independent.
"Sementara cap logo desainer masih relevan dipilih oleh banyak orang, tetapi tren konsumen kini lebih memilih untuk memuaskan gaya mereka dengan produk yang fungsional. Keinginan untuk menjadi bagian dari desainer mode pun terasa kian memudar," katanya.
Pada era '90-an, logo di bagian luar tas wanita memang dianggap sangat penting. Bahkan terkadang merek tas mampu mengalahkan merek busana yang dikenakan pada masa itu.
Kini, tas serut keluaran merek indie seperti Mansur Gavriel menjadi pilihan yang diincar. Brand tas Michael Kors dan Coach pun sudah ikut melepas logo di tas tangan mereka.
Tas tote berukuran besar dari Michael Kors, Gracie, dianggap menjadi favorit para selebriti. Sedangkan tas satchel Mercer milik Coach jadi favorit ke-dua.
Tren tas saat ini dianggap menjadi cara fesyen yang lebih menyegarkan, yang tak lagi berlomba-lomba menunjukkan status sosial, namun lebih mengedepankan karakter pribadi si pemakai.
(meg)