Jakarta, CNN Indonesia -- Pamor pariwisata negara-negara di Timur Tengah memang tidak segemilang di Eropa. Namun, wisata Timur Tengah menawarkan keunikan yang patut dicoba.
Beberapa waktu lalu CNNIndonesia.com berkesempatan mengunjungi salah satu negara di kawasan Timur Tengah, Yordania. Belum banyak orang tahu mengenai negara kerajaan ini, apalagi soal pariwisatanya.
Negara dengan julukan
The Hashemite Kingdom of Jordan ini terletak di antara negara yang tengah berkonflik; Arab Saudi, Irak, Suriah, Israel, dan Palestina. Terdengar menyeramkan, namun sampai saat ini belum ada peristiwa yang mengancam keselamatan di sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Yordania aman. Orang-orangnya hidup dengan damai, 100 persen aman,” kata Duta Besar Yordania di Indonesia Walid Al Hadid.
Dari Jakarta, Yordania bisa dicapai dengan penerbangan langsung. Maskapai Royal Jordanian membuka rute penerbangan Jakarta-Amman yang merupakan ibu kota Yordania, dengan sekali transit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jakarta-Amman berjarak hampir 12 ribu kilometer. Waktu tempuhnya tergantung musim.
Jika sedang musim dingin, waktu perjalanan sekitar 12 jam. Waktu tempuh itu sudah dihitung dengan perbedaan waktu yang mencapai lima jam.
Sedangkan penerbangan saat musim panas yang membutuhkan waktu tempuh lebih singkat.
Pesawat Royal Jordanian lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 21.00, lalu tiba Bandara Internasional Queen Alia sekitar pukul 04.00 waktu setempat.
Udara yang sangat dingin langsung menyergap dan menusuk ke tulang.
Untuk menuju ke pusat kota atau tempat menginap, wisatawan bisa menggunakan bus umum, bus sewaan, atau taksi.
Jarak Bandara Internasional Queen Alia dengan pusat kota Amman sekitar 30 kilometer.
Jalanan yang masih sepi karena matahari belum muncul membuat waktu tempuhnya sekitar 30 menit.
Ada beberapa jaringan hotel internasional di Amman, antara lain Landmark, Kempinski, Sheraton, Four Season, Le Meridien, Intercontinental, Marriott, Crowne Plaza, dan masih banyak lagi.
Tak hanya hotel bintang lima, hotel bujet pun tersedia.
Walau badan masih terasa lelah karena menempuh perjalanan panjang, rasanya sayang jika melewatkan waktu begitu saja di kamar hotel. Sebab Amman dan beberapa daerah di sekitarnya punya banyak objek dan atraksi wisata menunggu untuk dinikmati.
 Pemandangan matahari terbit di kota Amman, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Di pusat kota Amman sendiri, ada puluhan museum yang bisa dikunjungi, mulai dari museum seni, arkeologi, budaya; sampai museum yang memamerkan kendaraan keluarga kerajaan di Yordania.
Setelah menyingkap selimut hotel yang hangat, pukul 09.00 perjalanan dimulai dengan menumpang bus menuju utara Amman, tepatnya Jerash, yang berada sekitar lebih dari 50 kilometer dari pusat kota Amman. Udara dingin di tengah terpaan sinar matahari tak membuat gentar semangat menjelajah kota yang sarat sejarah ini.
Waktu tempuhnya sekitar satu jam, dengan kondisi jalan yang lancar dan beberapa titik kemacetan.
Seperti ibu kota lain di dunia, jalanan di Amman juga terbilang sibuk dengan padatnya kendaraan yang membuat arus lalu lintas sedikit tersendat.
Jalan yang berliku, menanjak, dan menurun seolah secara tidak langsung menjelaskan bahwa wilayah Amman berada di kawasan perbukitan.
Secara geografis Amman memang berada di dataran tinggi. Bahkan dikatakan dibangun di atas tujuh bukit.
 Kondisi lalu lintas kota Amman, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
JerashDari jauh samar-samar terlihat sebuah bangunan megah berdiri kokoh. Pemandu wisata mengatakan, itulah pintu masuk kawasan wisata Jerash.
Usai turun dari bus, pemandu mengajak bergegas menuju 'gerbang' megah yang sudah terlihat dari kejauhan.
‘Gerbang’ megah itu bernama Hadrian's Arch, yang merupakan pintu masuk ke kawasan Jerash.
"Ini salah satu pintu masuk menuju Jerash. Sebenarnya ada beberapa pintu masuk. Dan ini adalah pintu selatan," kata Ramzi Nawafleh, si pemandu wisata.
Hadrian's Arch dibangun pada 129 Masehi sebagai bentuk peringatan kunjungan Kaisar Hadrian ke Yordania.
Ramzi mengatakan, kala itu Hadrian singgah di Yordania untuk beristirahat sejenak dari perjalanannya menuju ke Mesir dari Suriah.
 Hadrian's Arch, salah satu sisa peninggalan Romawi di Jerash, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Mengelilingi Jerash seperti masuk ke mesin waktu dan dibawa mundur ke abad lampau.
Pilar-pilar bergaya Romawi masih gagah berdiri, lengkap dengan detail ukirannya. Sisa tembok-tembok yang terbuat dari batu juga masih terlihat tegap.
Tak heran jika kawasan ini mendapat sebutan Pompeii dari Timur Tengah.
Dekat dari Hadrian's Arch, terdapat bekas lokasi pacuan kereta kuda bernama
hippodrome. Sebuah lapangan luas dengan ukuran panjang 245 meter dan lebar 52 meter masih tersisa, lengkap dengan tribun penonton yang dulu digunakan untuk menampung 15 ribu orang.
Masuk lebih dalam lagi, ada sebuah bundaran yang luas, dengan tiang-tiang tinggi mengelilinginya layaknya sebuah pagar, yang diberi nama Oval Plaza.
Di tempat ini, kata Ramzi, setiap akhir Juli, diadakan Festival Jerash.
 Oval plaza di kawasan wisata Jerash, Yordania. Di tempat ini diadakan Festival Jerash setiap tahunnya. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Festival Jerash merupakan festival seni dan budaya yang bertujuan untuk memperkaya aktivitas budaya di Yordania.
Tahun lalu, diperkirakan ada 100 ribu pengunjung yang datang. Seni pertunjukan, konser, dan berbagai aktivitasnya seolah menghidupkan kota tua warisan bangsa Romawi tersebut.
Suara alat musik tiup dan dentuman drum tiba-tiba terdengar saat kami sedang menjelajah Oval Plaza. Ramzi mengatakan, suara itu berasal dari pertunjukan yang sedang digelar di South Theater.
Sesampainya di South Theatre, ternyata ada pertunjukan musik oleh dua orang laki-laki. Suara alat musik tiup itu ternyata berasal dari
bagpipe, alat musik khas Skotlandia.
Sempat terlintas di pikiran, apa hubungannya Yordania dan alat musik ini? Tapi, tidak ada salahnya untuk menikmatinya sejenak.
Meski tanpa tata suara berdaya listrik yang canggih, suara alunan musik yang dimainkan bisa tertangkap telinga dengan sangat apik.
Ramzi mengatakan, itulah kehebatan teater Romawi, mereka membangun teater yang memiliki fungsi tata suara secara alami.
 South Theatre peninggalan bangsa Romawi di Jerash, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
“Coba kamu berdiri di depan, tepat di tengah. Ada sebuah batu di situ, berdirilah di atasnya. Coba kamu bicara kepada kami dari situ?” pinta Ramzi.
Di tempat yang dimaksud Ramzi, di lantai orkestra, memang ada sebuah batu yang letaknya lebih rendah dibandingkan batu lainnya, seperti tanda kalau tempat itu berbeda dari yang lainnya.
Benar saja, ketika berdiri di atas batu tersebut dan mencoba berbicara, suara secara otomatis menjadi lebih kencang, meski tidak berusaha untuk meningkatkan volume saat berbicara.
Orang yang berada di tribun teratas pun bisa mendengarkan. Bahkan pembicara sendiri bisa mendengar suaranya. Layaknya sedang berada di sebuah panggung dengan mikrofon serta
sound monitor canggih yang bisa mengeluarkan suara dengan sangat bersih.
South Theatre dibangun pada 90-92 Masehi dan diperkirakan mampu menampung tiga ribu orang.
Terdapat sebuah panggung dengan lantai orkestra di depan tribun penonton. Dulu, panggung tersebut bertingkat dua, tapi kini tinggal satu tingkat saja.
Puas menikmati alunan bigpipe sambil menari di South Theatre, Ramzi mengajak kami ke tempat selanjutnya, Kuil Artemis.
Kuil tersebut dibangun pada abad ke-dua Masehi. Sayangnya pembangunannya tak pernah selesai. Dari rencana 32 pilar yang didirikan, hanya ada 12 pilar yang dibangun.
Saat berkunjung ke Kuil Artemis, ternyata ada yang sedang melakukan sesi foto di sana. Seorang model cantik dengan postur tubuh tinggi sedang melenggak-lenggok di depan kamera.
Kami kira hari itu Kuil Artemis ditutup dari masyarakat umum. Tapi, dengan sedikit negosiasi, Ramzi berhasil membawa kami masuk ke dalam.
Luas kuil tak seberapa besar, tapi ada satu ‘keajaiban’ yang tak boleh dilewatkan jika datang ke Kuil Artemis di Jerash. Ada sebuah pilar yang bisa bergoyang tanpa terjatuh.
Ramzi pun langsung meminta bantuan seorang laki-laki untuk membantunya memperlihatkan keajaiban tersebut.
Sebuah sendok ia letakkan di sela pilar dan penumpunya. Lalu, pilarnya didorong perlahan. Terlihat sendok tersebut bergoyang naik turun mengikuti gerak pilar. Kami pun tercengang.
Ternyata pilar-pilar di bangunan ini didesain secara khusus, bisa menyesuaikan dengan terpaan angin, bahkan gempa, agar bangunan bisa bertahan lama.
 Salah satu 'keajaiban' yang bisa wisatawan dapatkan di Kuil Artemis, Jerash, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Seven Sleepers CavePuas mengeksplor sisa peninggalan Pompeii dari Timur Tengah, saatnya kembali ke Amman.
Destinasi selanjutnya menuju Seven Sleepers Cave atau Ahl Al-Kahf di bagian tenggara Amman. Jaraknya dari Jerash sekitar 60 kilometer ditempuh dalam waktu sekitar satu jam.
Tepat berdampingan dengan Seven Sleepers Cave ada Masjid Ahl Al-Kahf. Saat azan berkumandang, wisatawan muslim bisa salat di masjid terlebih dulu, karena Seven Sleepers Cave tidak akan dibuka sebelum ibadah salat selesai.
Untuk perempuan, ada baiknya menggunakan pakaian tertutup dan penutup kepala sangat berkunjung. Namun, jika terlanjur menggunakan pakaian ala kadarnya, penjaga akan meminjamkan sebuah jubah panjang.
 Seven Sleepers Cave yang berada di Amman, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Meski tak terlihat istimewa, tapi sejarah tempat ini telah dimuat di dalam kitab suci umat Islam dan Kristiani.
Menurut cerita dalam Al-Quran, pada zaman dahulu ada tujuh pemuda yang dianggap membelot. Mereka tidak mematuhi keinginan rajanya yang meminta mereka menyembah berhala karena mereka hanya percaya Allah SWT.
Akhirnya ketujuh pemuda itu melarikan diri karena raja ingin membunuhnya.
Sampailah mereka di mulut sebuah gua yang akhirnya dijadikan markas persembunyian. Di dalam gua yang tenang itu, ketujuh pemuda pun tidur.
Tapi tidurnya bukanlah tidur biasa. Allah SWT mengizinkan mereka tidur panjang selama ratusan tahun.
Al-Quran menyebut mereka tertidur selama 309 tahun dan tak ada seorang pun yang mengetahui mereka berada di dalam gua.
"Mereka mengetahui telah tidur lama, karena saat bangun, mereka mencoba membeli makanan. Saat itu, pedagang yang menerima uang mereka mengatakan bahwa itu uang kuno yang tidak bisa digunakan lagi," kata seorang pemandu wisata di gua.
 Makam ketujuh pemuda di Seven Sleepers Cave, Amman, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Kini, di dalam gua terdapat makam ketujuh pemuda itu. Di salah satu makam, pengunjung bisa melihat sisa tulang belulang yang diklaim sebagai tulang ketujuh pemuda, beserta anjing penjaga mereka.
Di sudut ruangan lainnya ada sebuah lemari kaca yang menyimpan barang-barang kuno yang diperkirakan menjadi peninggalan ketujuh pemuda tersebut.
Bagi wisatawan yang ingin mendengar penjelasan dan cerita lebih lengkap tentang Seven Sleepers Cave, seorang pemandu juga menjual versi DVD yang bisa dibawa pulang.
Amman CitadelSebelum waktu matahari terbenam, sebaiknya bergegas menuju kawasan Amman Citadel. Jaraknya sekitar 15 kilometer atau sekitar 20 menit dari Ahl Al-Kahf.
Lokasinya yang berada di bukit teringgi di Amman, dengan ketinggian 850 meter di atas permukaan laut, memungkinkan siapa saja untuk melihat pemandangan sebagian kecil kota Amman.
Rumah-rumah penduduk berbentuk berbentuk balok, dengan warna yang senada, khas bangunan Timur Tengah, seolah saling bertumpuk.
"Sebenarnya tidak ada aturan dalam membuat rumah, dalam hal warna maupun bentuknya. Pemerintah hanya mengatur lokasi yang bisa ditinggali saja," ujar Ramzi.
Dari Amman Citadel, wisatawan juga bisa melihat teater romawi yang megah dengan kapasitas enam ribu penonton. Terlihat dari tribun penonton yang mencapai tiga tingkat.
Sore hari merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Amman Citadel karena cahaya matahari yang menuju senja menambah dramatis pemandangan kota dan situs-situs yang ada di dalamnya.
 Pemandangan kota Amman dari Amman Citadel, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Amman Citadel merupakan salah satu situs tertua di Kota Amman. Di tempat ini terdapat sisa reruntuhan Kuil Hercules, Gereja Bizantium dan Istana Umayat.
Memasuki Amman Citadel, pilar-pilar kokoh berdiri tegak menyambut kedatangan pengunjung.
Pilar itu merupakan sisa kuil yang diperkirakan dibangun pada 161-166 Masehi untuk dewa tertinggi Romawi. Dikatakan Kuil Hercules karena ditemukan patung tangan raksasa yang terbuat dari marmer di area kuil.
 Kuil Hercules di Amman Citadel, Yordania. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Tak jauh dari Kuil Hercules terdapat Jordan Archeological Museum. Sesuai namanya, museum tersebut memuat beragam artefak dari situs arkeologi seantero Yordania.
Koleksi artefak di museum ini berasal dari zaman Paleolitikum, lebih dari satu juta-sepuluh ribu tahun lalu. Mulai dari gigi-gigi hewan, koin, perhiasan, sampai peti mati anthropoid ada di museum ini.
Ada juga informasi mengenai perkembangan Yordania dari masa ke masa, dari cuaca sampai kondisi ekonominya.
Selesai mengulik sekilas sejarah Yordania, Ramzi mengajak ke tempat berikutnya. Di belakang museum ada Istana Umayat. Istana megah yang memiliki kubah di atasnya itu dibangun pada paruh pertama abad ke-delapan Masehi. Sayangnya, sebagian besar bangunan istana sudah hancur.
Dekat Istana Umayyad terdapat Gereja Bizantium yang dibangun pada abad ke-lima sampai abad ke-enam Masehi. Dari sisa pilar yang masih berdiri, terlihat bagunan ditopang oleh dua kolom pilar.
Kawasan Amman Citadel hanya dibuka sampai pukul empat sore. Padahal sedikit lagi, matahari terbenam sepenuhnya. Tapi, jangan khawatir, nikmati saja matahari terbenam dari luar Amman Citadel, selagi berada di tempat tertinggi di kota.
Rainbow StreetSetelah mengunjungi tiga tempat bersejarah sekaligus, saatnya meluruskan kaki dan memanjakan perut. Ramzi mengajak ke Rainsbow Street. Kawasan ini merupakan salah satu pusat keramaian di kala malam.
Seperti namanya, Rainbow Street ini merupakan sebuah jalan yang diapit oleh berbagai toko. Bisa dibilang ini juga menjadi pusat belanja sekaligus kuliner.
Saat malam, kawasan ini terlihat warna-warni karena cahaya lampu dari toko-toko tersebut.
Ketika berjalan di trotoar melewati toko, para penjaga toko akan menyapa dengan mengucapkan,
“Welcome to Jordan.” Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni Suasana Rainbow Street di kota Amman, Yordania. |
Area Marketing Coordinator Jordan Tourism Board Afanah Z. Afanah memang penah mengatakan, “Ketika Anda ke Yordania, setiap orang di sana akan mengucapkan ‘
Welcome to Jordan.’”
Meski tak semua orang mengatakan demikian, tapi di Rainbow Street sapaan ramah itu bisa didengar.
Di atas pukul 19.00, Rainbow Street semakin ramai. Kafe-kafe penuh pengunjung. Beberapa kelompok orang terlihat menikmati shisha, menyeruput kopi, menikmati santapannya, atau sekadar mengobrol dengan kawan-kawannya.
Mungkin Rainbow Street bisa dibilang sebagai pusat anak muda di Amman.
Satu hal yang unik ketika berada di kawasan ini, pengunjung akan mendengar dentuman musik yang cukup keras, tapi bukan berasal dari kafe di sekitar, melainkan dari anak-anak muda yang memarkir mobilnya di pinggir jalan, dan menyetel musik cukup keras.
Entah apa tujuannya, tapi beberapa mobil yang parkir di pinggir jalan melakukan hal yang sama.
(ard)