Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, terus berupaya memberi kenyamanan bagi penduduk kotanya, di tengah keterbatasan infrastruktur dan jumlah kendaraan yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Membangun fasilitas untuk pejalan kaki yang manusiawi, menjadi salah satu upaya mereka untuk mewujudkan Kota Bogor yang ramah lingkungan.
Pada pertengahan Juni 2016, pembangunan fasilitas berupa trotoar di seputar Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sudah dimulai. Proyek ini mendapat bantuan pendanaan dari pemerintah pusat dan dijadwalkan selesai pada Desember ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto meyakini, perwujudan trotoar di tengah kota itu merupakan yang terluas di Indonesia.
“Secara bertahap, Bogor menuju ke arah transportasi ramah lingkungan, mendorong masyarakat berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan angkutan umum," kata Bima Arya Sugiarto, seperti yang dikutip dari
Antara pada Selasa (13/12).
Pemkot Bogor menunjuk PT Wiraloka Sejati sebagai kontraktor pelaksana untuk membangun proyek senilai Rp32 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) infrastruktur publik daerah pedestrian.
Pekerjaan pembangunan fasilitas trotoar dan jalur sepeda seputar Kebun Raya Bogor terbagi dalam empat tahap, tahap pertama di Jalan Pajajaran, mulai dari Tugu Kujang sampai Pintu Tiga Kebun Raya Bogor, sepanjang 348 meter dan lebar tujuh meter, telah dilaksanakan pada akhir 2015.
Tahap ke-dua dimulai dari Jalan Jalak Harupat, sepanjang 1.040 meter persegi dengan lebar lima meter. Tahap ke-tiga rehabilitasi trotoar Jalan Juanda, sepanjang 1.680 meter persegi dengan lebar 2,5 meter.
Lalu tahap ke-empat di Jalan Otista, sepanjang 700 meter untuk jalur pertama dan 2,5 meter untuk jalur ke-dua.
Bima menyatakan, hak pejalan kaki akan selalu menjadi prioritasnya. Ia memang ingin Bogor menjadi surga bagi pejalan kaki yang nyaman dan aman.
Ajakan untuk berjalan kaki sudah dimulai sejak era kepemimpinan Wali Kota Diani Budiarto. Sekitar Desember 2012, telah diresmikan fasilitas pejalan kaki di Jalan Nyi Raja Permas. Fasilitas itu juga terkoneksi dengan Stasiun Bogor dan Terminal Angkutan Kota.
Penumpang kereta dapat melanjutkan perjalanan dengan transportasi umum, dengan berjalan kaki dari stasiun ke terminal yang ada di Taman Topi.
Pembangunan fasilitas pedestrian di Jalan Nyi Raja Permas melalui proses yang sangat panjang. Dulu, kawasan tersebut dikenal cukup padat, dan kerap terjadi kemacetan, karena menjadi titik perputaran angkot untuk mengambil penumpang dari Stasiun Bogor.
Selain itu, aktivitas pedagang liar menambah padat jalur yang terkendala dengan kemacetannya.
Hingga Pemerintah Kota Bogor mengambil kebijakan, membangun fasilitas pejalan kaki demi menghilangkan salah satu titik kemacetan di kawasan itu. Rute angkot akhirnya mengalami penyesuaian.
Ajakan untuk kembali berjalan kaki ternyata disambut baik oleh sebagian besar masyarakat Kota Bogor. Secara bertahap, mulai banyak dari mereka yang mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memilih untuk berjalan kaki untuk sampai ke tujuan yang dekat.
Tahun 2015, Koalisi Pejalan Kaki Kota Bogor memberikan penghargaan kepada pihak yang berkontribusi dalam merawat fasilitas pejalan kaki.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Kota Bogor Irna Kusumawati mengatakan kalau ide penghargaan itu lahir dari keprihatinan terhadap kondisi fasilitas pejalan kaki di Kota Bogor yang masih menghadapi banyak tantangan, seperti kebersihan, keamanan, kenyamanan, belum ramah untuk kaum difabel, belum bebas dari pedagang serta parkir liar.
"Kami terus mendorong kepedulian swasta dan masyarakat untuk ikut merawat dan menjaga fasilitas pejalan kaki yang sudah dibangun,” kata Irna.
Senada dengan Irna, Bima Arya juga berharap kalau Kota Bogor dapat menjadi kota yang ramah lingkungan.
"Jangan sampai, trotoar yang sudah dibangun malah menjadi surga pedagang liar. Kami terus mengawasi, dengan menambah personel Satpol PP berkoordinasi dengan DKP dan DLLAJ untuk menghalau mereka,” kata Bima.