Festival Crossborder di Atambua Semakin Mengagumkan
adv | CNN Indonesia
Selasa, 13 Des 2016 13:12 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak bulan Juni hingga Desember 2016 ini, Kemenpar secara konsisten menggelar beragam Festival Crossborder di Atambua. Nampaknya, beragam Festival Crossborder yang digelar tidak ingin disia-siakan oleh Bupati Belu Willybrodus Lay. Ke depannya, Atambua akan di didorong sebagai kota festival budaya bagi Indonesia dan Timor Leste. Selain itu, pariwisata juga akan didorong menjadi leading sector dalam pembangunan daerah Atambua.
Faktanya, sejak Juni 2016, Kota Atambua memang sudah bertransformasi menjadi kota festival. Kota yang dahulu menjadi salah satu pusat penampungan bagi pengungsi dari Timor Timur saat 1999 itu sudah naik kelas. Seluruh artis yang tampil di sana bukan hanya berasal dari band-band lokal atau artis kelas dua nasional. Artis papan atas Indonesia juga sudah sering tampil menghibur warga perbatasan di Atambua. Belum lama ini, Kemendes PDT bahkan memboyong band papan atas Indonesia, yaitu Slank. Selanjutnya, ada Marapu, Kikan, Boomerang, dan Jamrud. Mereka semua tampil untuk menghibur sekaligus mempromosikan Festival Crossborder Atambua yang diprakarsai oleh Kemenpar.Dengan kahadiran artis papan atas Indonesia, tiga wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, yakni di Kabupaten Belu (Atambua), Kabupaten Malaka (Betun), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (Kefamenanu-Tanjung Bastian) jadi heboh luar biasa.
“Saya merasakan, Festival Crossborder di perbatasan NTT-Timor Leste menaikkan citra daerah. Untuk jangka panjang tentu sangat berpengaruh bagi pariwisata kabupaten yang ada di sekitar perbatasan akan terus berbenah untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih baik,” ungkap Bupati Belu, Willybrodus Lay, Senin (12/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Willy, sapaan akrab Willybrodus Lay tak asal bicara. Sejak Festival Crossborder digelar, jalan di tiga wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste di Kabupaten Belu (Atambua), Kabupaten Malaka (Betun), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (Kefamenanu-Tanjung Bastian) berubah mulus. Sebelumnya hanya tanah dan batu, sekarang sudah diaspal mulus seperti jalan-jalan di Pulau Jawa.
Perumahan tipe 46 dengan atap seng berwarna biru juga makin menjamur. Rumah ini memang dibangun khusus untuk masyarakat daerah perbatasan. Itu selaras dengan kenaikan jumlah kamar hotel di Atambua.“Dulu Hotel Matahari hanya punya 18 kamar. Pelan-pelan sekarang sudah tambah jadi 40 kamar. Hotel lainnya juga begitu. Ke depan, saya akan usahakan masuknya investasi untuk membangun hotel bintang tiga dan bintang empat di Atambua,” ungkap Willy.
Tak hanya rumah dan penginapan yang terkena imbas positif. Usaha rental mobil juga ikut tumbuh. Jika sebelumnya hanya punya satu mobil untuk disewakan, sekarang bisa mencapai empat hingga lima mobil per pengusaha. Bahkan, sekarang mulai hadir pengusaha travel yang menyediakan layanan bus lintas negara.
Pos Lintas Batasnya juga sudah seperti Bandara Bintang Empat. Kombinasi arsitektur tradisional dan modern di Motaain terlihat padu. Atapnya berbentuk kubah seperti bentuk atap rumah adat NTT, Mbaru Niang. ”Ini sangat memberi rasa bangga, berbeda dengan bentuk sebelumnya,” terang Willy.
Kalau dulu, bangunan Pos Lintas Batas Motaain berbentuk seperti terminal. Kini, sudah jauh berbeda dengan punya Timor Leste. Bangunannya sudah seperti bandara internasional. Sejumlah bangunan dan pos berupa Gerbang Tasbara dan pos jaga, karantina, pemeriksaan imigrasi, bea cukai, hingga pasar rakyat khusus perbatasan Motaain dan fasilitas pendukung lainnya sudah berstandar dunia.
Pos Lintas Batas Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara juga sama. Meski masih dalam tahap pengerjaan, bangunannya juga sudah disulap menyerupai hotel bintang lima. Desainnya sangat elok. Fasilitas di dalamnya pun sangat modern. Sekarang, etalase Indonesia tampak membanggakan untuk bisa dilewati oleh orang-orang Timor Leste dan orang Indonesia yang melewati area ini. “Kalau sudah seperti ini, orang-orang di luar Atambua akan tahu tentang wisata di wilayah perbatasan. Jadi impact dari Festival Crossboder sangat besar. Ini mempengaruhi sektor lain untuk ikut mengembangkan wilayah perbatasan,” ucap pria berwajah oriental itu.
Menariknya, Festival Crossborder juga memantik angka pertumbuhan kunjungan pelintas batas. Sebelumnya hanya 100-an pelintas batas, tetapi saat event berlangsung, jumlahnya melonjak hingga kisaran 700-an pelintas batas. Kenaikannya bisa mencapai 700% bila dibanding hari biasa. “Dampak langsungnya terhadap masyarakat sekitar Rp300 juta – Rp400 juta karena tak hanya wisman Timor Leste saja yang bergerak masuk. Wisatawan Nusantara dari sekitar Atambua juga ikut masuk,” ungkap Willy.
Lantaran punya ‘daya ledak’ yang cukup besar, Willy pun mempertimbangkan untuk membangun panggung permanen di Alun-alun Atambua. Bangunannya akan didesain artistik yang bisa mencerminkan Atambua sebagai Kota Festival. “Akan kami bahas dulu. Kami rasa promosi wisata melalui panggung seni dan budaya akan lebih tepat sasaran," ucap pria yang punya backround sebagai pengusaha itu.
Di samping itu, Menpar Arief Yahya menyebut jika crossborder adalah kawasan yang paling cepat mendatangkan wisman. “Prancis dan Spanyol adalah Negara dengan corssborder tourism yang paling besar, karena memanfaatkan crossborder itu,” jelas Arief Yahya.Ke depannya, Festival Crossborder di Aruk Sambas, Kalbar, lalu di Atambua NTT, Merauke dan Jayakarta di Papua akan menjadi sangat vital.