Jakarta, CNN Indonesia -- Sri Lanka mendapat keuntungan sebanyak US$3,5 miliar (sekitar Rp179,4 triliun) dari industri pariwisatanya hingga akhir 2016, atau tujuh tahun setelah perang sipil melanda di negara itu.
Namun, banyak pelaku usaha yang merasa kalau suasana kedamaian hanya akan terjadi secara singkat, dan bandara akan kembali ditutup, yang mengakibatkan pembatalan dari sejumlah maskapai penerbangan dunia.
Industri pariwisata di kepulauan yang berada di kawasan Samudera Hindia itu terpuruk sejak perang sipil melanda selama satu dekade dan baru berakhir pada 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Pariwisata Sri Lanka, John Amaratunga, mengatakan kalau negaranya telah dikunjungi oleh 2,05 juta orang wisatawan sepanjang 2016, hanya meleset sedikit dari target awal sebanyak 2,2 juta orang wisatawan.
Amaratunga berharap kalau industri pariwisata Sri Lanka dapap kembali pulih pada tahun ini. Tapi, pelaku usaha merasa kalau jumlah kunjungan wisatawan belum akan membaik selama perbaikan di Bandara Bandaranaike, Kolombo, belum rampung.
 Wisatawan memberi makan gajah di Kolombo, Sri Lanka. (AFP PHOTO/Lakruwan Wanniarachchi) |
Saat ini, bandara internasional tersebut sedang mengalami perbaikan landasan pacu yang memakan waktu selama tiga bulan.
Banyak maskapai yang mengurangi rute penerbangannya ke sana, sehingga pemerintah Sri Lanka memperkirakan kalau negaranya akan kehilangan pendapatan sebanyak US$50 juta (sekitar Rp664 miliar) akibat kondisi tersebut.
“Jumlah kunjungannya belum akan membaik, karena bandara masih akan ditutup, sehingga sejumlah maskapai, terutama yang melayani rute dari Perancis dan Jerman, belum bisa mendarat,” kata salah satu pejabat Kementerian Pariwisata Sri Lanka, seperti yang dilansir dari AFP pada Rabu (25/1).
Banyak wisatawan yang datang ke Sri Lanka untuk mengunjungi pantai, objek wisata sejarah dan perkebunan tehnya.
Pemerintah mengatakan kalau meningkatnya kunjungan wisatawan juga dipengaruhi karena membaiknya kualitas hak asasi hidup penduduk di Sri Lanka.
(ard)