LANCONG SEMALAM

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan Borobudur

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Minggu, 16 Apr 2017 14:38 WIB
Borobudur tak hanya soal candi. Ada banyak yang bisa dilakukan di sana, mulai dari bersepeda sampai minum jamu brotowali.
Wisatawan memadati candi Borobudur di komplek Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB), Borobudur, Magelang, Jateng. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Borobudur, Magelang, CNN Indonesia -- Berkunjung ke Magelang, Jawa Tengah tidak akan terasa lengkap jika belum menginjakkan kaki di Candi Borobudur. Bangunan bersejarah yang masuk dalam daftar situs warisan budaya dunia oleh UNESCO PBB ini memang layak masuk daftar kunjungan wisata.

Tak hanya candi, kawasan di sekitarnya juga punya daya tarik tersendiri. Pengalaman itu dialami sendiri oleh awak CNNIndonesia.com yang akhir pekan kemarin berkunjung ke Candi Borobudur.

Tak sulit menjangkau wilayah Kabupaten Magelang. Dari Jakarta, moda transportasi darat maupun udara bisa jadi pilihan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika pilihannya udara, dengan pesawat terbang dari Jakarta selama 50 menit lalu mendarat di Yogyakarta. Setelah itu, menempuh perjalanan darat dengan mobil selama kurang lebih 1,5 jam.

Harga untuk menyewa mobil di sini mulai dari Rp500 ribu per 12 jam dengan supir. Harga tersebut sudah termasuk bensin dan biaya parkir.

Sesampainya di Magelang, CNNIndonesia.com memilih menginap di Eloprogo Art House, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur. Tarif menginapnya seharga Rp250 per malam, untuk kamar dengan single bed.

Penginapan ini berada persis di pinggir sungai, sehingga suasana alam sangat terasa. Bukan sembarang sungai, tapi pertemuan antara sungai Elo dan sungai Progo. Dari situ nama penginapan berasal.

Penginapan ini awalnya merupakan rumah seni. Wajar saja karena sang pemilik, Soni, adalah seorang pelukis. Jadi tak heran jika tamu penginapan akan menemukan lukisan-lukisan di berbagai sudut penginapan.

Gemericik sungai, bunyi jangkrik dan sepoi angin tak membuat CNNIndonesia.com berdiam diri di kamar hotel. Berikut rangkuman perjalanan awak CNNIndonesia.com menikmati waktu wisata selama sehari di kawasan Candi Borobudur:

06.00 - Momen Mentari Terbit

Ada banyak pilihan menikmati pemandangan matahari terbit di sekitar Borobudur. Pilihan pertama pengunjung bisa menyaksikannya dari Candi Borobudur, melalui Hotel Manohara.

Dengan menyewa motor, pengunjung akan tiba dalam waktu sekitar 5 menit saja. Sesampainya di sana, pengunjung harus merogoh kocek Rp250 ribu.

Pilihan kedua, dari Punthuk Setumbu, tempat yang sempat naik daun di film Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016). Biaya jauh lebih murah, Rp15.000, tapi jaraknya sekitar 8 kilometer dari Eloprogo Art House.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurPemandangan matahari terbit dari Eloprogo Art House. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

CNNIndonesia.com punya cara ketiga, cara yang super murah, yakni hanya dengan melangkahkan kaki beberapa meter dari pintu kamar Eloprogo Art House.

Dari pinggir sungai, pengunjung dapat menyaksikan matahari terbit. Bila cuaca cerah, Gunung Merapi bisa nampak gagah tepat di sebelah selatan, berdampingan dengan matahari.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurMenu sarapan. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Puas menikmati momen terbitnya matahari, rasa lapar pun muncul. Eloprogo Art House memang tidak menyiapkan menu yang istimewa, tapi sarapan dengan pemandangan yang cantik membuat nasi goreng dengan telur dan rempeyek kacang jadi terasa istimewa.

08.30 - Bertualang dengan Sepeda

Bersepeda di kawasan situs Buddha terbesar di dunia menjadi tentu saja menjadi pengalaman yang luar biasa.

Usai sarapan, CNNIndonesia.com berkesempatan melakukan perjalanan dengan sepeda, bersama dua wisatawan mancanegara (wisman), Severin Münger dan Sina Fehr dari Swiss. Tarifnya seharga Rp250 per orang.

Jangan dibayangkan bersepeda ala keliling desa dengan jalur yang datar-datar saja. Ini lebih menantang.

Sebelum berangkat, Firman, sang pemandu mengingatkan rombongan bahwa jalur yang akan dilewati cukup beragam. Perjalanan dimulai dari Hotel Manohara, kemudian menuju Pasar Borobudur.

Sepanjang perjalanan, Firman menjelaskan berbagai keunikan dari desa yang dilalui. Ia juga dengan sabar menunggu anggota rombongan yang hendak mengabadikan foto atau video.

Di Pasar Borobudur, Firman mengajak rombongan untuk minum jamu tradisional dan berbelanja.

Severin mencoba segelas jamu brotowali, sedangkan Sina mencicipi jamu daun pepaya. Mereka mengernyitkan muka karena rasanya yang pahit. Rombongan pun tertawa menyaksikan ekspresi muka mereka yang lucu.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurSina dan Severin mencicipi jamu tradisional. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Saat berbelanja, Severin dan Sina sibuk memilih keripik tempe.

"Di Swiss ada keripik pisang, walau kemasannya tidak sebesar ini. Saya suka keripik tempe, di sana tidak ada," ujar Severin diikuti anggukan kepala Sina.

Melanjutkan perjalanan, jalur yang dilalui agak berbeda, sepeda dikayuh pada jalan setapak, tepatnya di sebelah barat Bukit Dagi.

Rombongan pun tiba di Rumah Gamelan, di Dusun Bogowanti Kidul. Sang dalang, Ki Hari Dharmo Wijoyo, sedang menerima tamu dan mempersiapkan gamelan untuk pagelaran, jadi rombongan tidak bisa mencoba memainkan.

Mengayuh lagi, dan pemandangan berganti menjadi hamparan sawah. Terlihat para ibu sedang menanam padi. Momen itu dimanfaatkan Severin dan Sina untuk ikut terjun ke sawah. Para ibu lalu menyambut mereka dengan ramah.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurSuasana tur sepeda di kawasan Borobudur. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Puas menanam padi, perjalanan berlanjut. Rombongan melewati Desa Wisata Karangrejo. Di sana banyak industri rumahan pembuatan batu bata.

Setelah medan yang cukup datar, tibalah rombongan harus melewati jalan menanjak arah Bukit Rhema, di desa yang sama. Tantangan belum cukup sampai di situ, masih ada jalan menurun yang sangat curam.

Rombongan harus berhati-hati, pasalnya Firman sempat bercerita tamunya sempat mengalami patah jari karena terjatuh.

"Kalau tidak yakin, takut, lebih baik turun dari sepeda," katanya memperingatkan.

Turunan bisa ditaklukkan, selanjutnya jembatan bambu. Tidak begitu menakutkan memang, tapi bagi yang belum pernah, tentu ada rasa khawatir. Saat dilewati, jembatan sedikit bergoyang. Beruntung jaraknya tidak begitu panjang.

Perjalanan berakhir di Dusun Nglipoh, Desa Karanganyar. Dusun ini terkenal dengan kerajinan gerabahnya.

Rombongan berkesempatan mencoba membuat satu perkakas dari tanah liat. Yumaroh, sang pemilik usaha kerajinan gerabah, mengajari pengunjung dengan sabar.

Saat ditanya sejak kapan usaha ini dijalankan, ia tidak menyebutkan secara pasti. Yumaroh hanya berkata, kerajinan ini sudah lama sejak jaman nenek moyang. Pada 2004, pemerintah turun tangan membantu. Mulai dari mengajak para pengrajin studi banding ke Kasongan, Yogyakarta hingga memberikan bantuan alat.

"Ada pelatihan juga, gurunya dari Kasongan," tambahnya.

Selain membuat gerabah, pengunjung juga menikmati teh dengan gula jawa, serta ditemani keripik ketela. Di sini, tradisi minum teh dengan gula jawa lazim ditemui.

Perjalanan sejauh kurang lebih 15 kilometer ini meninggalkan kesan bagi Severin dan Sina. Mereka mengaku terkesan dengan keramahtamahan masyarakat.

"Di negara asal kami, budaya menyapa, apalagi pada orang yang tak dikenal bisa dibilang aneh. Terasa canggung. Tapi di sini malah terasa hangat," kata Severin.

13.00 - Menyicipi Sate Goreng Kambing

Setelah berpetualang dengan sepeda, makan siang jadi agenda berikutnya. Sekitar Candi Borobudur sebenarnya banyak pilihan untuk santap siang, tapi tak ada salahnya mencicipi kuliner satu ini.

Warung Makan Sate dan Tongseng Mbak Ning berlokasi di Jalan Mayor Kusen, Mendut, Mungkid, Magelang. Cukup naik motor selama 5 menit, pengunjung sudah sampai di warung makan.

Warung itu berdiri sejak 1999. Sang pemilik, Praningsih mengatakan warung dikelola bersama sang adik, Nanik.

Sebelum warung berdiri, ibu mereka mendirikan warung serupa dengan nama Warung Bu Sumini pada 1977. Hingga kini, warung masih bertahan dan terletak sekitar 200 meter dari warung mereka.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurMenu Tongseng Kambing. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

"Punya ibu lebih lama, dari saya kecil, sekitar tahun 1977," kata Mbak Ning, sapaan akrab Praningsih.

Warung Makan Sate dan Tongseng Mbak Ning menyediakan berbagai pilihan menu antara Sate Goreng Kambing, Tongseng Kambing, Tongseng Ayam, dan Sate Bakar Kambing. Selain itu, juga terdapat Ayam Bakar, Ayam Goreng dan Nasi Goreng Kambing.

Menu wajib untuk dicicipi yakni Sate Goreng Kambing. Daging kambing dimasak dengan bumbu kecap dan cabai untuk sentuhan rasa pedas.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurMenu Sate Goreng Kambing. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Selain menu itu, Tongseng Kambing juga perlu dijajal. Sekilas, tongseng mirip dengan gulai karena kuahnya yang lebih encer dari tongseng pada umumnya. Mbak Ning mengatakan, memang ia menggunakan kuah gulai namun ditambahkan bumbu tongseng.

Untuk satu porsi tongseng maupun sate goreng, pengunjung hanya diminta membayar Rp 28.000, itupun sudah sekaligus nasi dan minum.

14.00 - Borobudur Tak Cuma Candi

Tenaga pulih setelah santap siang, destinasi berikutnya adalah Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB).

Namun, siang hari bukanlah waktu yang tepat untuk berjalan-jalan di area candi. Area kompleks TWCB memang nampak hijau dan sejuk, tapi ketika masuk ke kompleks candi sinar matahari seakan menyengat langsung ke kepala.

Untuk tiket, pengunjung dewasa dikenakan tarif Rp30.000 dan anak-anak Rp 12.500. Untuk wisman dikenakan tarif US$20 atau Rp 250ribu.

Sebelum keliling candi, tidak ada salahnya mengunjungi beberapa lokasi yang tak kalah menarik di kompleks TWCB.

Saat berkeliling, CNNIndonesia.com ditemani Eliyana, sang pemandu wisata, yang juga fasih berbahasa Perancis.

Pengunjung yang ingin menyewa jasa mereka cukup membayar Rp100 ribu untuk pemandu berbahasa Indonesia, dan Rp150 ribu untuk pemandu berbahasa asing.

Dijelaskan Eliyana, selain candi, di kompleks TWCB terdapat Galeri Unik & Seni Borobudur Indonesia (GUSBI). Namun orang sering menyebutnya Museum Rekor Indonesia (MURI).

Di GUSBI, pengunjung bisa melihat koleksi beberapa benda yang memecah rekor di Indonesia salah satunya patung Buddha terkecil dengan tinggi 8 milimeter. Patung hanya bisa diamati dengan kaca pembesar.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurPatung Buddha terkecil. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Selain itu, juga terdapat koleksi barang antik seperti radio kuno, televisi kuno, dan foto-foto lawas.

Mengunjungi tempat ini baiknya jangan dilakukan pada hari Jumat, karena pengunjung tidak akan bertemu dengan Islahudin, orang terpendek di Indonesia. Pria 36 tahun ini hanya memiliki tinggi badan 60 sentimeter.

Untuk mengunjungi tempat ini, pengunjung dikenakan biaya Rp5000 untuk dewasa dan Rp3000 untuk anak-anak.

Tepat di sebelah GUSBI, terdapat Bukit Dagi. Dari sini bisa nampak pemandangan Candi Borobudur. Sayangnya, yang nampak hanyalah stupa induk, pepohonan cukup rimbun menutup bagian badan candi.

Destinasi kedua, Museum Samudra Raksa. Museum ini menyimpan kapal Samudra Raksa yang pernah mengarungi lautan, menyusuri Jalan Kayu Manis, yakni jalur perdagangan rempah-rempah pada 789 masehi.

Pada 2003, kapal ini berlayar dari Indonesia menuju Madagaskar atas prakarsa seorang berkebangsaan Inggris, Phillip Beale.

Kapal ini dibuat atas dasar relief kapal bercadik ganda pada panel relief Candi Borobudur.

Selain menikmati megahnya Samudra Raksa, pengunjung juga dapat berinteraksi dengan tiga layar lebar di dalam museum.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurLayar interaktif di Museum Samudra Raksa. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Layar dengan teknologi sentuh ini memungkinkan pengunjung untuk menggerakkan gambar pada layar hanya dengan menggerakkan tangan.

"Dari sini diceritakan perjalanan eksibisi Kapal Samudra Raksa," kata Kepala Divisi Layanan Kantor Unit TWCB .

Sebelum menyusuri candi, Museum Borobudur patut dikunjungi.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurThe Unfinished Buddha. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Di dalam kompleks museum terhampar batu-batu dan patung dengan keadaan rusak dan tidak utuh. Lina berkata batu-batu ini ditemukan dalam ekskavasi tapi belum terpasang.

Selain itu juga terdapat foto dokumentasi selama ekskavasi dan restorasi candi.

Satu hal yang menarik, di kompleks museum ini terdapat 'The Unfinished Buddha' atau patung Buddha yang tak selesai. Lina menjelaskan bahwa patung itu dipercaya, sebelumnya berada di dalam stupa induk.

16.00 - Mengantar Mentari ke Peraduan

Dalam bahasa Sansekerta, Borobudur berarti candi di atas bukit. Candi itu memiliki sepuluh lantai dengan tiga tingkatan, kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu.

Tingkat pertama yaitu kamadhatu, yang bercerita mengenai nafsu dunia. Dari ribuan panel relief, kini hanya ratusan yang dipajang. Salah satu alasannya karena bangunan candi semakin turun akibat beban yang makin berat dan ditambah karakter batuan yang berpori.

Tingkat kedua, rupadhatu, bercerita mengenai dunia rupa atau bentuk. Ada banyak panel relief di sana, tapi yang terpenting adalah panel relief kisah hidup Sidharta Gautama.

Tingkat paling atas, arupadhatu, bercerita mengenai dunia tanpa bentuk atau bisa dibilang nirwana. Di sini terdapat 72 stupa dan satu stupa induk.

Suasana sore di seputaran candi lumayan ramai. Pengunjung menantikan waktu matahari terbenam.

Menyatu dalam Geliat Kehidupan Kawasan BorobudurPengunjung masih memadati Museum Borobudur kala sore hari. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Tapi tim keamanan candi selalu sigap jika ada pengunjung yang ketahuan menginjak stupa. Suara tiupan peluit sering terdengar, memperingatkan pengunjung agar tak sembarangan memperlakukan lambang suci umat Buddha itu.

Mendekati pukul 17.00, pengunjung sudah diminta untuk turun. Sayang memang, padahal itu adalah waktu yang pas untuk menikmati suasana matahari terbenam dari atas candi.

"Kalau bisa jam bukanya diperpanjang, sampai jam 19.00 mungkin. Karena jam segini lagi enak-enaknya, terus nggak panas," ujar Ade, salah satu pengunjung candi.

Ade melihat banyak perubahan setelah 12 tahun sejak kunjungan terakhirnya ke candi. Dulu kawasan TWCB nampak gersang, sekarang mulai hijau dan sejuk.

Matahari pun kembali ke peraduan, saatnya para pengunjung meninggalkan kawasan TWCB. Di atas pukul 17.00, keramaian wisata di sekitar Candi Borobudur ikut usai. Jelajah pun berakhir, saatnya kembali ke peraduan.

(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER