Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pariwisata Arief Yahya bicara soal aktivitas kepariwisataan di Indonesia selama bulan Ramadan. Menurutnya, pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) sudah pasti turun.
"Orang memilih berada di rumah, hemat energi, menahan lapar dan dahaga. Wisatawan mancanegara (wisman) asal Singapura dan Malaysia juga memilih
stay, tidak banyak bergerak, dari tahun ke tahun seperti itu. Wisman Timur Tengah juga turun," jelas Arief.
Namun ketika Lebaran tiba, jutaan orang akan bergerak dalam waktu yang bersamaan. Apalagi Lebaran kali ini bertepatan dengan liburan tengah tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itulah panen kedua orang-orang pariwisata, jika panen pertamanya liburan akhir tahun," tambahnya.
Menurut Arief, bidang pariwisata mirip dengan bidang telekomunikasi dan transportasi.
Sama-sama memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain.
Dalam pariwisata, yang dipindahkan adalah
traveler, turis, dan wisatawan. Di transportasi, yang dipindahkan adalah penumpang orang dan barang atau kargo.
Sedangkan dalam telekomunikasi, yang dipindahkan adalah suara, gambar, gambar bergerak (video), hingga data.
"Ketiganya sama-sama memiliki
peak season, high season, dan
low season. Ketiganya berhadapan dengan masalah jarak, waktu, kecepatan," jelas Arief.
Arief mengungkapkan, hal ini tak berlaku bagi Bali yang merupakan destinasi wisata unggulan banyak wisman. Ia akan menggenjot pariwisata Bali demi mendatangkan banyak wisman.
Begitu pula dengan destinasi wisata
crossborder yang bisa menambah jumlah wisman. Kini Kementerian Pariwisata tengah fokus pada pengembangan
crossborder di wilayah timur, seperti Atambua dan Merauke.
"Untuk wisnus, kami yakin ada wisata religi seperti ziarah Wali Songo di Pantura. Dari Cirebon, Demak, Kudus, Tuban, sampai Surabaya, sudah pasti ramai. Di Jawa Timur juga banyak tokoh-tokoh yang menjadi destinasi wisata religi," paparnya.
Ia juga mengatakan, pihaknya terus mengatur strategi agar tetap bisa mendatangkan banyak wisatawan saat
low season.
"Maka munculkan
sharing economy itu. Internet itu murah karena ada
sharing economy, beban yang besar ditanggung bersama-sama. Hanya membayar yang digunakan saja. Tidak harus menyewa jaringan semuanya," katanya.
Ia mencontohkan
homestay desa wisata yang menggunakan konsep
sharing economy. Kamar rumah yang tidak dipakai bisa di-
share untuk disewa
traveler dengan harga yang terjangkau.
"Sama dengan Grab, Uber, dan Gojek yang memanfaatkan tempat duduk mobil dan motor Anda yang kosong itu untuk orang yang mau nebeng. Bayarnya tidak
full, namanya juga nebeng," ucapnya.
Arief juga mengungkapkan, dengan aplikasi
online semuanya menjadi mudah.
"Ini semua bisa dilakukan dengan
fair, mudah, terstandarisasi, terhitung, terbuka melalui teknologi digital. Di transportasi sedang terjadi, di telekomunikasi sudah lama banting membanting harga, di t
ourism ini masih belum terasa. Tapi ini sebuah keniscayaan, cepat atau lambat akan terjadi," tegasnya.
Indonesia termasuk negara yang cepat mengantispasi perubahan dalam dunia pariwisata. Salah satunya dengan didirikannya
digital market place bernama ITX (Indonesia Tourism Xchange) yang mempertemukan
buyers dan
sellers dalam satu platform digital.
Seluruh industri diminta bergabung di ITX karena gratis dan mendapatkan
web commerce, booking system, hingga
payment engine. "Tinggal mempromosikan saja, yang itu juga akan dikerjakan bersama-sama," ujarnya.
Arief mempresentasikan ITX ke Sekjen UNWTO Taleb Rifai dan mendapatkan pujian. Pasalnya, UNWTO juga sedang menghadapi tekanan dari pemilik-pemilik hotel konvensional yang dikelola dengan cara-cara standar. Salah satunya dengan kemunculan AirBnB.
Di Perancis, 62% orang sudah menggunakan jasa Online Travel Agent (OTA). Di Spanyol yang 4 tahun silam masih 12%, saat ini sudah mencapai 75%
search and share, booking, dan
payment menggunakan OTA.
Platform bisnis kepariwisataan telah berubah ke arah digital. Kebiasaan anak-anak muda sekarang tidak semua suka berwisata dengan cara-cara lama, tetapi
explore dengan gaya baru yang lebih
adventure dan bersentuhan dengan adat istiadat juga budaya lokal.
"Itu semua terjawab dengan
homestay desa wisata.
Benchmark-nya banyak di hampir semua negara saat ini, model
people to people connections seperti ini jauh lebih menantang dan anak-anak muda sekarang suka tantangan baru," jelas Arief.