Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah 11 tahun sejak peristiwa menyemburnya lumpur panas akibat pengeboran "salah sasaran" Lapindo Brantas Inc. di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jika melihat dari atas pesawat, semburan lumpur tersebut sudah menjadi danau besar yang menenggelamkan pemukiman dan pertanian di tiga kecematan sekitarnya.
Walau tidak lagi ramai diberitakan, namun danau lumpur panas itu masih mengkhawatirkan. Hingga saat ini, langkah penanggulangan pun masih terus dilakukan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun memiliki inisiatif untuk mengelola danau lumpur panas itu sebagai objek wisata bernama Pulau Lumpur Sidoarjo atau Pulau Lusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya, danau lumpur panas diperkirakan akan berubah menjadi pulau, sehingga bisa digunakan kembali oleh masyarakat.
 Kondisi semburan lumpur panas yang telah berubah menjadi danau lumpur panas. (www.bpls.go.id) |
“Danau lumpur panas nantinya akan bersedimentasi menjadi tanah yang berbentuk pulau. Namun biasanya tumbuhan tidak dapat hidup di atasnya. Kami akan mengelolanya dengan mulai membuat tambak ikan bandeng,” kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi pada Kamis (13/7).
Brahmantya lanjut mengatakan, kalau diperkirakan “pulau reklamasi” itu akan memiliki luas 94 hektare. KKP membuat tambak ikan yang dinamakan Tambak Wanamina seluas 4,9 hektare di atas lahan tersebut.
“Awalnya tambak dibuat untuk memantau pengaruh lumpur panas terhadap ikan. Berdasarkan penelitian selama tiga tahun, ikan ternyata bisa hidup,” ujar Brahmantya.
 Danau lumpur panas yang berubah menjadi pulau akan dikelola KKP untuk masyarakat. (ANTARA FOTO/Umarul Faruq) |
Walau telah berhasil memproduksi ikan bandeng dalam tambak, namun pengembangan wisata Pulau Lusi belum terkelola dengan baik.
Selanjutnya, KKP yang telah mengantongi izin dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan sedang menunggu sertifikasi lahan dari Badan Pertanahan Nasional, ingin merangkul pemerintah daerah dan masyarakat untuk mulai mengelola pulau dengan konsep Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM).
“Tambak ikan, jalur mangrove dan kolam pemancingan mungkin bisa menjadi potensi ekowisata di Pulau Lusi kedepannya,” kata Brahmantya.
(ard)