CATATAN PERJALANAN

20 Kilometer per Jam Menikmati Jakarta

Ardita Mustafa & Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Minggu, 17 Sep 2017 13:00 WIB
Belum lengkap rasanya berwista di Jakarta jika belum naik Bus Wisata, yang mengantar turis dengan kecepatan 20 kilometer per jam.
Bus wisata Transjakarta kini melayani enam rute wisata Jakarta (dok. CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Sudah lama di Jakarta?” mungkin bagi mereka yang bekerja di sini, pertanyaan tadi sudah biasa didengar. Kalau jawabannya sudah lumayan lama, pasti ada pertanyaan lanjutan, seperti "Sudah ke mana saja?”.

Tapi, sebagian besar perantau seperti saya, waktu libur dijadikan oase untuk tidur pulas sepuasnya daripada berkeliling mengeksplorasi berbagai kawasan menarik di Kota Rujak ini.

Saya mencoba keluar dari rutinitas tidur sepuasnya saat mendapat waktu libur pada Jumat (15/9). Wisata di Jakarta tidak hanya mal, restoran, atau kelab malam. Masih banyak alternatif wisata yang menyimpan kisah asal usul sejarah kota misalnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya lalu memutuskan untuk naik Bus Wisata Transjakarta, yang berbentuk tingkat dan terlihat sering wara-wiri di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Yang lebih menyenangkan, bus ini tidak menarik bayaran penumpangnya, alias gratis!


20 Kilometer per Jam Menikmati JakartaTransjakarta memperluas rute bus wisata tingkat gratis ini (dok. CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Lewat media sosial, PT Transjakarta menawarkan enam rute:

1. BW 1 - History of Jakarta (Masjid Istiqlal - Kota Tua)
2. BW 2 - Jakarta Modern (Masjid Istiqlal - Bundaran HI)
3. BW 3 - Jakarta Skyscraper
4. BW 4 - Art & Culinary (Masjd Istiqlal - Kota Tua via Pecenongan)
5. BW 5 - Jakarta Open Space (Balai Kota - RPTRA Kalijodo)
6. BW 6 - Cagar Budaya (Masjid Istiqlal - Tanjung Priok)

Titik awal Bus Wisata TransJakarta bermula dari Halte TransJakarta Masjid Istiqlal (Juanda). Bus Wisata beroperasi mulai dari pukul sepuluh pagi.

Memulai perjalanan pertama saya memilih BW 1 History of Jakarta. Sesampainya di Halte TransJakarta Masjid Istiqlal pukul sepuluh pagi, Bus Wisata sudah berjejer rapi siap mengantar turis.

Jangan malu untuk bertanya kepada petugas kapan keberangkatan selanjutnya. Segera naik selagi bangku masih kosong.

Sebelum masuk ke dalam bus, petugas akan memberikan tiket bertuliskan ‘GRATIS’ kepada seluruh penumpang.

Sama halnya dengan Bus TransJakarta, Bus Wisata juga terasa nyaman. Apalagi bus yang saya naiki masih tergolong anyar, sehingga belum ada jejak vandalisme ditemukan.

Kursi bagi penyandang disabilitas, lanjut usia dan ibu hamil juga tersedia. Semua penumpang wajib duduk, tak akan ada penumpang yang dibiarkan berdiri.

20 Kilometer per Jam Menikmati JakartaInterior bus wisata Transjakarta (dok. CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Setelah semua penumpang masuk, supir bus mulai menyalakan mesin. Tak cuma berkeliling, ternyata bus ini juga dilengkapi dengan seorang pemandu wisata.

“Bus ini akan melewati tempat-tempat bersejarah, seperti Monumen Nasional (Monas), Museum Nasional (Museum Gajah), Gedung Arsip Nasional, Museum Bank Indonesia, juga Kota Tua,” kata sang pemandu wisata kepada seluruh penumpang melalui pengeras suara, yang juga terdengar di tingkat atas.

Sayangnya, sang pemandu wisata tak menjelaskan dalam bahasa Inggris, sehingga beberapa turis mancanegara yang ikut menumpang terlihat bingung. Saya yang duduk di dekatnya berusaha membantu menjelaskan secara sederhana. Mereka lalu mengangguk-angguk mengerti.

Bus lalu berjalan perlahan. Saya memilih duduk dekat supir untuk bisa berbincang mengenai pengalamannya membawa Bus Wisata.

Sang supir yang bernama Emi Suhartati mengatakan kalau di hari biasa bus ini lebih lengang, berbeda dengan di akhir pekan.

“Penumpang bisa antre panjang dari pagi sampai sore,” ujar Emi yang akrab disapa Emong itu.

Emong yang sebelumnya mengemudikan bus reguler berkata mengemudikan bus wisata memang lebih santai. Kecepatannya hanya 20 kilometer per jam, dengan maksud agar penumpang bisa puas menikmati pemandangan jalanan dari jendela yang super besar.

“Kecepatan maksimal 30 kilometer per jam. (Sebab,) kalau jalan terlalu cepat pas mau lihat-lihat eh udah lewat," kata Emong.

“Jadi banyak yang menumpang bus ini untuk wisata sampai untuk tidur-tiduran saja,” lanjutnya sambil tertawa.

20 Kilometer per Jam Menikmati JakartaMenikmati bus wisata Transjakarta yang berjalan santai, rata-rata 20 km/jam. Tak akan ada penumpang yang dibiarkan berdiri di bus ini (dok. CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Cuaca di luar tampak panas terik. Beruntung bus dilengkapi dengan pendingin ruangan. Terdengar juga alunan suara radio yang memutar lagu pop, meski seharusnya lebih baik jika yang diputar lagu-lagu khas Jakarta.

Bus Wisata lalu berhenti di Halte TransJakarta Balai Kota sebelum lanjut ke Halte TransJakarta Monas. Walau tak ada objek wisata di Balai Kota, tapi bus akan selalu minggir di sana, mungkin untuk sekadar mengingatkan penumpang siapa yang berjasa membangun fasilitas ini.

Di Halte TransJakarta Monas, banyak penumpang yang turun. Rupanya tugu jangkung ini masih jadi objek wisata favorit pendatang di Jakarta.

Asyik mengobrol dengan Emong, tak terasa bus hampir sampai Kota Tua. Pemandangan jalan dihiasi mobil-mobil boks karena memasuki kawasan pergudangan. Bus bermanuver lebih pelan. Jalanan mulai padat.

Kembali Ke 'Masa Kini'

Bus sampai di kawasan Kota Tua, tepatnya di Halte TransJakarta Bank BNI 46. Dari Masjid Istiqlal, saya hitung perjalanan kurang lebih 45 menit.

Di halte ini, bus tak langsung beranjak, melainkan rehat sebelum kembali ke Halte TransJakarta Masjid Istiqlal.

Jika ingin menjelajah masa lampau, turis tak perlu naik angkutan lagi. Cukup berjalan kaki tak lebih dari 200 meter dan Museum Fatahillah serta jajaran museum lain sudah menanti untuk dikunjungi.

Masih terlampau terik untuk berkeliling dengan sepeda. Saya memilih untuk berteduh sambil melihat-lihat Museum Fatahillah.


Selesai dari sana, saya kembali ke Halte TransJakarta Bank BNI 46 untuk untuk mencoba rute lain.

Sebenarnya semua Bus Wisata punya interior yang hampir sama, yang membedakan hanya warna serta perusahaan yang turut 'memiliki' bus. Mereka dapat mewarnai bus sesuai keinginan mereka sembari beriklan.

Di perjalanan kedua dalam rute pulang ke Halte TransJakarta Masjid Istiqlal, saya mencoba duduk di tingkat atas.

Ternyata, di sini penumpangnya lebih banyak, karena merasa bisa menikmati pemandangan dari ketinggian.

Mereka yang duduk paling depan dapat menikmati pemandangan begitu puas. Jendela besar layaknya jendela pengemudi bus.

Rute BW 5 Jakarta Open Space akan membawa penumpang ke RPTRA Kalijodo. Pemandu wisata mengatakan saya harus ke Halte TransJakarta Masjid Istiqlal kemudian berganti bus menuju Halte TransJakarta Balai Kota untuk transit. BW 5 Jakarta Open Space memulai keberangkatan dari sana.

Namun, saya urung ke sana. Pukul 14.30 memang ada bus yang mengantar penumpang ke sana, tapi bus tak akan kembali ke titik awal. Saya bingung, padahal jam operasional belum berakhir.

Akhirnya, saya pasrah dengan naik bus dengan rute seadanya saja, BW 2 Jakarta Modern. Bus ini membawa penumpang melihat lokasi-lokasi modern di tengah kota. Dalam pikiran saya hanya terlintas lokasi mal. "Apa lagi, coba?" pikir saya.

Bus bergerak perlahan membelah Jalan Sudirman. Penumpang hanya akan melihat kemacetan dan gedung-gedung perkantoran.

Namun, tak terlalu buruk setelah bus mengajak kami mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia. Bus berhenti di Halte Bus Plaza Indonesia, mempersilakan penumpang untuk mengintip salah satu komplek modern di jantung kota.

Bus pun kembali ke titik semula, Halte TransJakarta Masjid Istiqlal. Saya berniat menjajal rute lain. Menurut jadwal, bus beroperasi hingga pukul 18.00. Saya tiba pukul 16.30, masih ada waktu.

20 Kilometer per Jam Menikmati JakartaBus sengaja berjalan lambat 20 km/jam agar penumpang tak terburu-buru menikmati tiap sudut ibukota seperti diungkap salah satu supir bus wisata Transjakarta (dok. CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)

Nihil. Rute BW 3 Jakarta Skyscraper ternyata sudah selesai beroperasi. Sisanya hanya sampai Sarinah. Perjalanan berakhir di sana dan penumpang tak bisa naik bus lagi untuk kembali ke titik awal.

Perjalanan saya pun berakhir di Halte TransJakarta Sarinah.

Cukup menyenangkan berjalan-jalan di kota dengan bus wisata. Perlu diperhatikan memang untuk waktunya, karena bus tak benar-benar beroperasi sesuai dengan jam yang ditentukan, terutama di hari kerja. Semua kondisional, menyesuaikan dengan penumpang.

Tapi, malam Minggu turis masih dapat menikmati layanan BW 5 Jakarta Open Space hingga pukul 23.00 WIB.

Operasional bus juga tergantung dari kondisi jalanan yang dilalui. Terkadang ada beberapa titik jalan ditutup karena ada demo atau acara tertentu.

Pihak bus biasanya akan memberikan pengumuman di halte-halte juga di media sosial.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER