Jakarta, CNN Indonesia -- Busana tak hanya sekadar apa yang dikenakan untuk menutupi tubuh. Mengenakan busana tertentu juga berarti sebuah sarana komunikasi, artinya pemakai busana ingin menyampaikan sesuatu pada tiap pasang mata yang melihatnya. Begitu pula dengan desainer. Selalu ada pesan yang ingin disampaikan desainer dalam peragaan busana miliknya.
Namun, rupanya hal tersebut kali ini tak berlaku bagi desainer sekaligus founder BIN House, Josephine W. Komara atau akrab disapa Obin. Dalam peragaan busana bertajuk "Di Sini Pertiwi", Obin tak memiliki pesan khusus untuk disampaikan.
"Ini persembahan, bukan pagelaran. Persembahan untuk menghibur hati ibu pertiwi," kata Obin dalam konferensi pers di area Jakarta Fashion Week 2018, Senayan City, Kamis (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seakan mengamini tema besar JFW 2018 yakni Bhinneka dan Berkarya, Obin mempersembahkan busana yang terdiri dari kreasi kain-kain motif khas Indonesia. Ia berkata, semua unsur busananya ini adalah buatan tangan alias
handmade.
Sebelum peragaan busana dimulai, terdapat beberapa kursi panjang yang diletakkan di tengah
runway. Kursi merah ini tampak kontras dengan
runway yang putih polos. Satu per satu model muncul dengan mengenakan aneka kebaya.
Lagu "Cublak-cublak Suweng" pun diputar. Rupanya, kursi-kursi ini digunakan model untuk duduk dan berpose centil dalam balutan kebaya. Kesan klasik tapi ceria tampak pada penggunaan warna-warna cerah seperti kuning, pink, putih dan oranye. Tak ketinggalan, kebaya dipadankan dengan selendang dengan warna tak kalah cerah.
 Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika |
Potongan kebaya pun beragam, mulai dari yang klasik dengan detail bordir di bagian pinggir hingga model asimetris. Siluet kebaya yang biasanya pas badan, kali ini dimainkan dengan cukup longgar. Terkesan segar dan tak lagi tua.
Musik pun berganti, begitu pula dengan busananya. Beralih dari kebaya yang klasik nan ceria, kemudian berubah menjadi busana yang simpel dengan bawahan rok panjang dan celana panjang. Model tak sekadar berjalan memamerkan busana, tapi mereka juga berjoget sesuai iringan musik. Lincah tapi tetap ada sisi anggun yang ditampilkan.
Ramuan busana longgar dengan model tanpa lengan mendominasi. Namun ada pula atasan dengan model peplum atau atasangan lengan panjang hitam dengan bawahan senada.
Fase ketiga, musik tak begitu lincah. Ada kesan kegalauan yang terpancar lewat busana-busana dengan dominasi warna putih. Atasan berpotongan asimetris, rok tumpuk, dan beberapa look dengan sedikit 'goresan' merah. Tak ada koreografi berarti, semua berjalan datar dan terkesan murung. Meski demikian, ada permainan detail yang apik lewat permainan layer busana.
 Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika |
Pada bagian keempat, mungkin bisa dibilang lebih berani daripada tiga fase sebelumnya. Berani, ceria dan segar dengan busana dengan potongan dan warna lebih beragam. Tak ada kesan murung lagi.
Model berjoget dalam balutan atasan asimetris dengan detail kerut, rok A-line, celana panjang, ada pula dress atau gaun selutut, juga rok batik dengan padanan warna blok. Semua jadi satu. Pemilihan warna pun beragam seperti tosca, merah, kuning, oranye, hitam, coklat , biru dan putih.
Tak ada pesan, karena ini persembahan. Sebanyak 40
look ia persembahkan. Obin menyerahkan makna dari peragaan busananya pada penonton yang kebanyakan para kawan, sahabat atau kliennya selama 40 tahun ia berkarya.
"Elegan lebih dari cantik, tapi anggun dari hati. Sepintas terlihat biasa, tapi begitu kaya jika dilihat dari dekat. Batik memang tidak seharusnya dikotak-kotakkan untuk umur berapa," ujarnya.
(rah)