Jakarta, CNN Indonesia -- Layanan pesan instan WhatsApp dipermasalahkan terkait konten pornografi yang ada di dalamnya. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengancam akan memblokir layanan pesan instan itu pada Rabu (8/11).
Ancaman tersebut akan dilakukan jika WhatsApp tak merespons permintaan Kemkominfo untuk memblokir konten pornografi dalam bentuk format gambar GIF yang ada di layanan perpesanannya.
Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan apa yang dilakukan pemerintah mengikuti aturan UU Pornogafi yang melarang peredaran konten pornografi. Tindakan pertama adalah memblokir, begitu juga terhadap website-website.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persoalannya, Whatsapp ini bukan website, tapi layanan pesan instan. Jadi, yang patut dicari tahu siapa penyedia layanan konten pornonya? Ada pihak ketiga yang dipakai oleh Whatsapp dalam penyedia konten, jadi jangan langsung diblokir," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, pada Senin (6/11).
"Nah, buat kita para pengguna, termasuk orangtua, harusnya bisa lebih bertindak benar dalam menggunakannya. Kalau orangtua khawatir, ya bisa hapus, atau 'uninstall,'" tambah dia.
Lebih jauh, Nukman menuturkan, semua pihak mestinya paham bahwa ada batas umur pengguna media sosial, baik itu WhatsApp, Twitter dan juga Facebook. Hanya yang berumur sudah 13 tahun, dan itu jelas peraturannya.
"Hanya saja, banyak orangtua yang tidak mengerti, padahal anaknya belum berusia cukup, kadang dibikinin," ujarnya menambahkan.
Lebih celakanya lagi, kata dia, daftar WhatsApp sangat mudah, karena hanya mendaftarkan nomor ponsel, tak ada batasan umur. Sebagai pembanding, tak seperti akun Facebook yang kalau daftar ada batasan umurnya, kalau tidak memenuhi syarat itu, tidak bisa daftar.
"Jadi, mestinya kita sendiri yang sadar akan hal itu," ujarnya.
Konten pornografi, kata Nukman, ada di mana-mana di internet, dan mudah sekali diakses. Makanya, kata dia, Google kemudian ada
tools, yang bisa digunakan supaya penelusuran 'aman'. Tools ini bisa membuat '
save search', sehingga bisa melakukan pencarian atau '
searching' yang aman buat anak-anak. Caranya dengan melakukan setting kata kunci tertentu supaya tak bisa diakses.
Misalkan, blok kata kunci 'seks' maka tak bisa ditemukan dalam pencarian. Itu berlaku di Google, baik di browser maupun aplikasi.
"Hanya saja, di media sosial, termasuk WhatsApp tidak ada
tools atau
save search itu, semua dilepas begitu saja," ujarnya.
Oleh karenanya, kata dia, jika khawatir dengan konten porno, maka yang harus dilakukan adalah WhatsApp dipaksa agar juga punya fitur yang sama,
'save search', sehingga pencarian konten porno tidak bisa dilakukan, termasuk di emoji.
"Intinya, semua layanan internet, baiknya ada filter masing-masing, sama seperti Google, sehingga jangan langsung diblokir," ujarnya.
Nukman lebih jauh membuat perbandingan. Di WhatsApp sebenarnya ada 1 juta GIF yang bagus, dan mungkin hanya sekitar 100 yang 'terlarang'. Jika WhatsApp beneran diblokir, kata dia, berarti kita tidak bisa akses 1 juta yang bagus itu.
Selain itu, bisa juga ada opsi lain. WhatsApp bisa memilih mana yang bisa dijadikan mitra atau partner penyedia kontennya, setidaknya khusus untuk Indonesia.
"Sementara untuk orangtua, jika memang takut konten porno di medsos, atau Whatsapp, ya di uninstall saja, pakai platform lain," ujarnya.
Karena hingga saat ini, WhatsApp bagaimanapun belum punya fitur atau tools '
save search', sehingga dalam hal ini orangtualah yang mem'protect' dirinya sendiri.
(rah)