Efek Abu Vulkanik Gunung Agung yang Patut Diwaspadai

Rahman Indra | CNN Indonesia
Senin, 27 Nov 2017 17:45 WIB
Abu vulkanik yang tersebar bisa menimbulkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernafasan atas, tenggorokan, dan saluran pernafasan bawah jika dihirup.
Abu vulkanik yang tersebar bisa menimbulkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernafasan atas, tenggorokan, dan saluran pernafasan bawah jika dihirup. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivitas Gunung Agung yang beberapa jam terakhir terus meningkat kini memuntahkan abu vulkanik yang tidak hanya menghujani langit Denpasar saja. Namun, abu vulkanik tersebut juga menyebar mengikuti arah angin ke timur dan tenggara wilayah Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok.

Selain itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan status Gunung Agung yang semula menduduki Level III (siaga) kini menjadi Level IV (awas) pukul 06.00 WITA, Senin (27/11), sehingga warga diimbau untuk waspada dan menggunakan masker ketika keluar rumah.

Hujan abu vulkanik akibat erupsi Gunung Agung tersebut tentu saja memberi dampak yang berbahaya pada kesehatan bagi siapa saja yang menghirupnya. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dokter Agus Dwi Susanto mengungkapkan bahwa abu vulkanik tidak hanya memberi dampak buruk pada paru-paru saja, tapi juga pada mata dan kulit bagi yang terpapar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada prinsipnya abu vulkanik yang tersebar bisa menimbulkan iritasi karena partikel debu sifatnya yang iritan dan korosif. Iritasi tersebut bisa pada mata, kulit, juga pada saluran pernafasan atas, tenggorokan, dan saluran pernafasan bawah jika dihirup," ujarnya ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (27/11).


Dampak iritan yang ditimbulkan ketika terpapar berupa mata terasa gatal atau perih dan kemerahan pada kulit. Selain itu, partikel debu vulkanik berukuran 10 mikron ketika dihirup dapat menimbulkan masalah pada pernafasan, seperti iritasi saluran pernafasan, batuk kering, batuk berdahak, rasa sakit pada tenggorokan, serta pembengkakan saluran nafas.

Ia menjelaskan bahwa dampak buruk yang dialami seseorang setelah terpapar abu vulkanik juga dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kondisi cuaca, jumlah debu yang dihirup, serta konsentrasi partikel.

"Semakin banyak debu yang dihirup maka banyak dampak buruk yang bisa timbul. Faktor angin dan hujan juga memengaruhi, misalnya panas maka debu mudah terbang. Selain itu semakin dekat dengan lokasi gunung berapi konsentrasi partikel semakin banyak, semakin jauh juga semakin sedikit," jelasnya.

Selain itu ia juga menjelaskan bahawa kandungan dari abu vulkanik bukan hanya partikel debu saja, tapi juga ada komponen lain berupa mineral, silika, batu hasil letusan, dan gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dioksida (serta hidrogen dioksida (H2S).


Agus mengimbau agar korban yang menghirup abu vulkanik untuk segera ditindaklanjuti untuk mencegah timbulnya dampak berbahaya lain.

Orang yang terpapar harus segera menerima pertolongan medis yang sesuai agar dampak lebih lanjut seperti timbulnya penyakit ISPA dan terjadinya penurunan fungsi paru-paru. Selain itu penyakit silikosis juga bisa timbul akibat menghirup debu vulkanik yang mengandung silika.

Abu vulkanik juga sangat rentan untuk bayi, anak-anak, ibu hamil, penduduk lanjut usia, serta orang dengan riwayat penyakit pernafasan seperti asma, bronkitis, maupun jantung.

Agus kemudian mengungkapkan tiga aspek yang dapat dilakukan sebagai langkah mencegah paparan dan meminimalisir dampak buruk menghirup abu vulkanik, yaitu primer, sekunder, dan tersier.

Ia menyebutkan bahwa langkah pencegahan primer berguna agar tidak timbul masalah serta meminimalisir dampak kesehatan.


"Langkah primer bisa berupa mencegah debu masuk ke dalam rumah dengan menutup jendela dan pintu serta menggunakan pakaian pelindung seperti kacamata dan baju lengan panjang agar terhindar dari iritasi. Selain itu jangan mengonsumsi air yang berdekatan dengan lokasi karena terkontaminasi dengan debu vulkanik," papar Agus.

Berbeda dengan langkah primer sebagai tindak pencegahan, langkah sekunder dilakukan untuk mendeteksi gejala awal yang dialami seseorang akibat terpapar abu vulkanik.

Ia menyebutkan jika seseorang telah menunjukkan gejala seperti batuk dan dampak iritasi lainnya harus segera diberi pertolongan medis di posko bencana terdekat agar segera diberi pengobatan.

Sedangkan langkah tersier dilakukan untuk seseorang yang memiliki riwayat penyakit paru. Pertolongan medis juga harus dilaksanakan sesegera mungkin serta diungsikan ke rumah sakit agar ia tidak mengalami kecacatan atau meninggal dunia. (tab/rah)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER