Jakarta, CNN Indonesia -- Desainer Vivi Zubedi akan kembali tampil di panggung New York Fashion Week. Namun, jika pada NYFW September 2017 lalu ia tampil bersama lima desainer Indonesia lainnya, kali ini di gelaran NYFW pada 8-14 Februari mendatang ia tampil sendiri.
Untuk peragaan kali ini, Vivi mengatakan dirinya akan membawa dua kain khas tradisional Kalimantan Selatan, yakni sasirangan dan tenun pagatan dengan tema koleksi 'Urang Banua'. Ia dijadwalkan tampil dalam gelaran bertajuk NYFW The Shows di NY Industria, New York, pada 11 Februari 2018.
“Ini untuk pertama kalinya tampil solo di NYFW The Shows, dan saya diundang sebagai satu-satunya desainer
modest wear,” ujarnya penuh antusias saat menggelar konferensi pers di Khung Restaurant, Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Membawa kain tradisional Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan ke NYFW punya alasan tersendiri bagi Vivi Zubedi. Adalah pengalaman peragaannya tahun lalu yang menjadi inspirasi. Saat itu, ia membawa 12 koleksi yang merupakan perpaduan beragam kain tradisional. Namun, lanjutnya, dari semua kain banyak yang bertanya mengenai kain sasirangan.
Menurutnya, sasirangan adalah kain daerah yang masih tersembunyi, sementara untuk tenun pagatan, sampai kini belum keluar daerah. Vivi pun memutuskan untuk mengkolaborasikan keduanya plus kain-kain masa kini.
Dalam kesempatan konferensi pers, Vivi memamerkan dua sampel look dari 32 look yang akan ia bawa untuk gelaran pada 11 Februari mendatang. Pada kedua busana, ia benar-benar memadukan kain tradisional dengan kain masa kini seperti katun dan lace.
[Gambas:Instagram]Pada look pertama, ia mengambil siluet kaftan dengan detail manik berbentuk mutiara. Pada bagian tengah busana, ia menyematkan sasirangan bermotif gigi ikan haruan yang telah dimodifikasi. Pada look kedua, busana lebih terlihat vintage dengan sentuhan pita garis-garis, batu-batuan dan lace. Inner maupun abaya dibuat senada dengan tenun pagatan.
Ia yang dikenal dengan abaya mencoba hal baru dengan mengeluarkan top hingga botom, tak hanya fokus pada outer berupa abaya. “Jadi motif yang digunakan itu motif masa kini, tapi teknik masa lampau,” tambahnya.
“Lewat koleksi ini, saya ingin membawa pesan untuk mensejajarkan kain daerah dengan tren fesyen kekinian.”
Perjalanan Vivi mencari sasirangan dan pagatan rupanya penuh dengan perjuangan. Perjalanan menuju Pagatan, Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, ia tempuh selama 10 jam berkendara dari pusat kota. Vivi mengaku berat badannya turun hingga 2 kilogram.
Bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, ia pun bertemu dengan para pengrajin sasirangan melalui kegiatan seminar. Dari seminar ini, Vivi pun berkunjung ke daerah-derah untuk melihat langsung proses pembuatan sasirangan.
Sasirangan merupakan kain yang dibuat dengan teknik jelujur atau dalam bahasa setempat ‘nyirang’. Pertama, kain digambar sesuai motif yang diinginkan, kemudian kain dijahit jelujur pada motif hingga kain berkerut. Setelah itu, kain dicelup pada pewarna dan dikeringkan. Jahitan jelujur pada kain yang sudah kering ini kemudian dilepas sehingga muncul motif.
“Saya penasaran, bagaimana kehidupan di sana? Mengapa kain-kain ini belum bisa keluar? (Kemudian) saya nemu sisi lain pengrajin. Mereka jauh dari kata sejahtera,” tutur Vivi. Mereka bikin bahan, tapi hidup mereka sangat memprihatinkan. Saya merasa undangan (NYFW) tidak sebanding,” tutur Vivi.
 Koleksi Vivi Zubedi di pekan peragaan New York Fashion Week, September 2017. (Foto: Brian Ach/Getty Images for Indonesian Diversity/AFP) |
Ia menemukan, para ibu pengrajin banyak yang menggantungkna hidupnya dari kegiatan pembuatan kain sasirangan. Ada dari mereka yang bertugas menggambar motif, menyirang (menjahit jelujur), mencelup serta memotong benang-benang jahitan. Ada yang mendapat upah seribu Rupiah dari menggambar satu kain. Untuk yang memotong benang jahitan dihargai Rp500 per kain.
“Mereka bilang, kalau mau penghasilannya lumayan ya harus dapat 30-50 kain. Padahal ada kain yang motifnya banyak, jahitannya pun banyak. Kalau mau dihitung-hitung, mereka cuma dapat Rp400ribu sebulan,” lanjutnya.
“Saya harap dengan adanya pagelaran, mata fesyen dapat melihat sehingga ada peningkatan
demand dan kehidupan ibu-ibu ini dapat terangkat.”
Melalui seminar-seminar yang ia selenggarakan beberapa waktu lalu, ia mengajarkan pada pengrajin teknik-teknik yang bisa mereka gunakan untuk memenuhi permintaan pasar. Tak bisa dipungkiri proses pembuatan kain tradisional memang memakan waktu lama.
Menurut Vivi, sebenarnya hal ini dapat disiasati dengan perpaduan teknik yang berbeda. Ia memberikan contoh, misalnya pada kain sasirangan, tak semua pembuatan motif harus dengan teknik menyirang. Untuk memangkas waktu, pengrajin bisa memadukan dengan teknik jepit, yakni kain dilipat-lipat, dijepit, kemudian dicelup.
Vivi menambahkan, ia tak ingin langkahnya terhenti pada gelaran NYFW saja. Ia pun membicarakan hal ini bersama Pemda setempat serta label Hijup sebagai sponsor keberangkatannya ke New York, agar dirinya menjadi mediator antara pengrajin dengan calon pembeli. Ia menyebut dirinya sebagai mediator non komisi. Harapannya, label-label besar melirik sasirangan dan pagatan untuk mereka jadikan tren fesyen.
“Biasanya di NYFW The Shows ada list buyer. Di pagelaran kan mungkin mereka tanya kain ini
mesen di mana, sehingga perlu ada mediator,” katanya beralasan.
Pekan peragaan busana internasional
New York Fashion Week berlangsung 8-14 Februari 2018, dengan sejumlah desainer ternama. Dilansir dari situs resminya NYFW,
Vivi Zubedi tampil di salah satu show, di antara nama desainer lainnya seperti Jason Wu, Jeremy Scott, Prabal Gurung, dan Philipp Plein.
(rah)