CATATAN PERJALANAN

Shuzenji dan Musim Gugur yang Hangat

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Minggu, 08 Apr 2018 13:51 WIB
Kota ini masuk dalam wilayah Izu dan Perfektur Shizuoka.
Kuil Shuzenji dibangun pada tahun 807. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa waktu lalu saat mengikuti Japan Marriott Media Fam Trip, saya berkesempatan mengunjungi Shuzenji. Kota ini masuk dalam wilayah Izu dan Perfektur Shizuoka.

Hamparan pengunungan di wilayah Shizuoka yang saat itu sedang memasuki musim gugur membentang sepanjang perjalanan. Gunung Fuji yang menjadi ikon Perfektur Shizuoka, sayup-sayup terlihat dari kejauhan.

Perjalanan dimulai dari Hotel Marriot wilayah Kanagawa, Tokyo. Dengan menggunakan bus, saya berangkat pukul 8 pagi dan menempuh kurang lebih sekitar tiga jam perjalanan menuju destinasi pertama yaitu Mishima Skywalk Bridge.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rombongan kami sempat beristirahat sejenak di rest area, perjalanan yang saya tempuh melewati jalur darat ini akhirnya tiba sekitar pukul 11 siang. Wilayah Mishima merupakan bagian dataran tinggi yang udaranya cukup menyejukan badan.

Alternatif perjalanan ke Mishima dapat juga ditempuh menggunakan moda transportasi kereta. Anda bisa menggunakan Shinkansen atau Japan Rail tergantung dari titik keberangkatan.

Dari stasiun Mishima, melanjutkan perjalan ke Skywalk Bridge dapat ditempuh sekitar 20-25 menit menggunakan taksi atau shuttle bus.

Untuk bisa masuk ke Mishima Skywalk Bridge, pengunjung perlu merogoh kocek sebesar ¥500 - ¥1000 (Rp64-129 ribu). Harga tersebut tidak sebanding dengan apa yang didapatkan, karena jembatan pedestrian ini diklaim yang terpanjang di Jepang.

Shuzenji dan Musim Gugur yang HangatMishima Skywalk Bridge, dari tempat ini Gunung Fuji terlihat sangat jelas. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)


Jembatan dengan tipe gantung menggunakan kabel kawat ini, cukup menguji adrenalin bagi yang takut akan ketinggian.

Pasalnya, jembatan yang dirancang untuk menahan beban sampai ratusan orang ini, berada di ketinggian 70 meter di atas tanah. Jembatan ini juga menghubungkan Mishima dengan Gunung Hakone sepanjang 400 meter.

Salah satu daya tarik Mishima Skywalk Bridge, adalah panorama Gunung Fuji dengan amat jelas. Itu saya buktikan sendiri.

Jadi iming-iming melihat Gunung Fuji, nampaknya cukup tepat bagi yang takut ketinggian untuk memberanikan diri mencoba Mishima Skywalk Bridge.

Setelah puas menikmati keindahan Gunung Fuji di atas ketinggian Mishima Skywalk Bridge, saya bertolak ke penginapan di Marriott Izu Shuzenji.

Sebelum ke sana, saya mampir di restoran Daikan Yashiki untuk makan siang. Unagi dan mi soba (bisa dikenal dengan mi dingin) jadi sajian yang saya santap.

Setelah mengisi perut, saya melanjutkan perjalanan ke Marriott Izu Shuzenji dengan menggunakan bus. Lokasi Marriott Izu Shuzenji berada di dalam wilayah resort Laforet. Keduanya bekerja sama dalam mengelola lahan seluas 165 hektare, yang di dalamnya terdapat lapangan golf dan danau kecil.

Kesan megah dan mewah terlihat begitu sampai di hotel. Bangunan dua lantai ini memiliki total 128 kamar dan 49 kamar, beberapa di antaranya memiliki onsen (kolam air panas di balkon) dengan pemandangan langsung ke Gunung Fuji.

Shuzenji dan Musim Gugur yang HangatOnsen (kolam air panas di balkon) di Marriott Izu Shuzenji. CNN Indonesia/Abi Sarwanto)

Matahari terbit, kuil, dan pabrik bir

Keesokan paginya, tepatnya pukul 04.30, saya dan rombongan melanjutkan vakansi menuju Numazu Fish Market dengan menggunakan bus. Kenapa terlampau pagi? Alasannya adalah matahari terbit di Pelabuhan Numazu

Numazu fish market, memang menjadi salah satu objek yang masuk dalam daftar paket wisata di Jepang. Tempat ini menjadi produsen terbesar ikan mackerel dalam kemasan di Jepang. Di sini, pengunjung juga bisa menyantap ikan segar dalam restoran di tengah pasar.

Izu Shuzenji dan Musim Gugur yang HangatSuasana di pasar ikan Numazu, sangat berbeda dengan pasar ikan di Indonesia. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)


Untuk menuju Numazu Fish Market, saya menempuh waktu satu jam perjalanan dari Marriott Izu Shuzenji. Sesampainya di lokasi, kami diharuskan memakai sepatu bot untuk meminimalisir risiko terpeleset.

Beragam jenis ikan, mulai dari yang kecil hingga jenis tuna besar tersaji di sana. Pasar yang dikelola dengan modern membuat ikan tetap terlihat segar.

Selama nyaris satu jam saya berputar-putar bersama pemandu, satu hal yang membuat saya tak habis pikir adalah, "Bagaimana bisa pasar ini sama sekali tidak tercium bau amis?"

Bahkan untuk sebuah pasar ikan, Numazu sangat bersih. Sebuah atmosfer yang nyaris mustahil ada di kawasan pasar ikan di Indonesia.

Namun saya tidak ingin ambil pusing dengan pertanyaan dalam benak saya, karena matahari pagi di Numazu sudah memanggil untuk diamati dan terlampau sayang untuk dilewati.

Berbekal semangkuk sashimi, saya menikmati matahari (yang seakan) terbit dari pintu air raksasa pencegah tsunami di Pelabuhan Numazu.

Tak lama setelah menyantap sashimi, rombongan melanjutkan perjalan ke Kuil Shuzenji. Tempat ibadah umat Buddha ini sudah ada sejak tahun 807.

Kuil Shuzenji dikelilingi oleh rumpun pohon maple yang menyajikan pemandangan indah saat musim gugur. Saya beruntung bisa berada di sana dalam waktu yang tepat.

Izu Shuzenji dan Musim Gugur yang Hangat
Kuil Shuzenji dikelilingi oleh rumpun pohon maple yang menyajikan pemandangan indah saat musim gugur. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)


Lokasi kuil yang berada di sekitar pemandian air panas, membuat paket wisata ini menjadi lengkap. Religi, budaya, dan alam. Pemandian tradisional air panas publik ini dapat kita nikmati setelah berkeliling kuil dan hutan bambu di tengah sungai Shuzenji.

Setelah puas berkeliling di Kuil Shuzenji kami beranjak mengikuti tur ke pabrik bir lokal, Baird Beer, yang diklaim ramah lingkungan.

Dalam paket tur yang disediakan Baird Beer, saya merasa terhormat karena berkesempatan mendapat penjelasan langsung dari sang pemiliknya yaitu pasangan Bryan dan Sayuri Baird.

Bryan dan Sayuri Baird mengajak kami berkeliling di bangunan yang terdiri dari tiga lantai itu, sekaligus melihat langsung produksi bir di sana.

Izu Shuzenji dan Musim Gugur yang HangatBaird Beer, pabrik bir lokal yang diklaim ramah lingkungan. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)

Tapi sayangnya, porsi sejarah berdirinya pabrik terlalu banyak dibeberkan. Mungkin Bryan tak ingin membocorkan rahasia perusahaan tentang cara memproduksi barang dagangannya.

Tur di pabrik Baird Beer ditutup dengan mencicipi produksi yang masih segar dan sudah dikemas dalam bentuk botol. Kami juga menyempatkan membeli produk bir dan suvenir berupa kaos yang mencirikan produk Baird Beer.

Meskipun saya tidak lama berada di Jepang, namun satu hal yang saya pelajari adalah, untuk mengembangkan sektor pariwisata diperlukan komitmen yang tinggi dalam segala hal. Salah satu yang terpenting adalah kenyamanan tamu, karena itulah yang saya rasakan selama berada di kota Shuzenji.

(agr/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER