Jakarta, CNN Indonesia -- Jauh sebelum tren gaun pernikahan berwarna putih seperti saat ini, seluruh pengantin dari semua kalangan sebelum abad ke-20 biasa mengenakan gaun berwarna cerah saat pernikahan mereka.
Tercatat hanya ada beberapa perempuan dalam sejarah yang mengenakan gaun putih saat berjalan di altar. Hingga kemudian, Ratu Victoria mengenakan gaun sutera putih saat menikah dengan Pangeran Albert pada 1840.
Saat itu, Victoria dianggap keluar dari norma para bangsawan yang biasa memakai bulu-bulu, sulaman emas dan kaya warna. Victoria tampil dengan gaun putih sederhana berenda Honiton. Dia juga mengganti mahkotanya dengan rangkaian bunga berwarna oranye.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, aksi Victoria itu justru seakan mendapat penolakan. Saat pawai pernikahan, para tamu berbalik dan merasa kecewa lantaran tak ada kemegahan dan kemewahan yang ditunjukkan Victoria.
Ketimbang cinta, pernikahaan kerajaan saat itu lebih dipandang sebagai bentuk kekayaan dan politik. Keluarga kerajaan bakal menggunakan kesempatan ini untuk mengungkapkan kemakmuran lewat pengantin mereka. Sebagai contoh, Margaret of York yang memakai perhiasan pusaka yang sangat berat saat menikah pada 1468. Begitu pula dengan Putri Charlotte pada 1816 yang memakai gaun lame perak yang disulam senilai US$1,3 juta (sudah disesuaika dengan inflasi atau setara Rp18,3 miliar).
Mengutip
CNN, dibandingkan pernikahan kalangan bangsawan terdahulu, pernikahan Victoria dianggap terlalu sederhana dan biasa saja. Namun, jusru itulah yang ingin disampaikan sang Ratu.
Victoria yang saat itu berusia 20 tahun hendak menampilkan kepekaan dan kebijaksanaan dalam pernikahannya. Dia ingin menyampaikan ke seluruh dunia bahwa, ia juga bakal memimpin Inggris dengan cara yang sama.
Ratu yang berjuluk Nenek Raja-raja Eropa itu memilih gaun berwarna putih dengan beberapa alasan. Victoria memakai gaun dengan renda Honitan buatan masyarakat dari desa kecil, Beer. Dia ingin mempromosikan usaha kecil itu. Warna putih dianggap sebagai warna terbaik untuk memamerkan kesenian pembuat renda.
Selain itu, Victoria juga meninggalkan perhiasan berat dan kain mencolok lantaran tak mau suaminya melihat sumpah pernikahannya dari seorang ratu. Victoria ingin dipandang Pangeran Albert sebagai wanita yang dicintainya.
Sesuai prediksi, baju yang dikenakan Victoria jadi perbincangan di seluruh dunia hingga berbulan-bulan. Sempat mendapat tentangan, pilihan Victoria justru berakhir dengan pujian.
Setelah aksi Victoria, gaun putih semakin jadi perbincangan. Namun, tak banyak orang bisa memakainya lantaran harga yang langsung melonjak dan perawatan gaun yang mahal. Gaun putih yang mulai rutin dikenakan di pernikahan kerajaan hanya menjadi mimpi banyak anak muda yang hendak menikah.
Barulah setelah Perang Dunia II, kelas menengah mulai mengikuti tren gaun putih. Namun, warna-warna lain yang mencolok juga masih kerap digunakan sebagai pilihan baju pengantin di berbagai wilayah di dunia.
(rah)