Jakarta, CNN Indonesia -- Sepasang anak kembar berusia tiga tahun, Zyler dan Kadyn Sharpe, berlarian di sekitar rak pakaian anak laki-laki dan perempuan dalam sebuah toko. Zyler, yang memakai
legging pelangi, asyik mengamati sepasang
sneaker berwarna pink-ungu. Sementara Kadyn, dengan kaos T-Rex-nya, terpaku pada sebuah kotak musik yang memancarkan lampu warna-warni.
Sekilas, satu-satunya perbedaan yang tampak pada si kembar bersaudara ini hanyalah rambut mereka. Zyler dengan warna cokelat, sedang Kadyn berambut pirang.
Pertanyaan mengenai jenis kelamin si anak kerap dilontarkan oleh orang-orang kepada Nate dan Julia Sharpe, orang tua kedua anak itu. Namun, pasangan itu selalu mengatakan bahwa anak merekalah yang nantinya akan memutuskan: perempuan atau laki-laki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zyler dan Kadyn adalah dua dari ratusan anak di Amerika Serikat yang dibesarkan tanpa stereotip gender. Nate dan Julia khawatir kedua anaknya bakal didera stereotip gender ketika dewasa kelak.
Bagi Nate, seorang
theyby--istilah untuk anak-anak yang dibesarkan tanpa stereotip gender--adalah hal yang berbeda untuk orang yang berbeda pula.
"Itu berarti membesarkan anak-anak dengan kata ganti gender netral, seperti lebih memilih kata 'mereka' daripada 'dia laki-laki' (
he) atau 'dia perempuan' (
she) sejak lahir berdasarkan bentuk kelaminnya," kata dia, menukil
NBC News.
Orang tua di AS yang membesarkan anak-anaknya di luar norma gender tradisional ini memungkinkan anak laki-laki dan perempuan bermain dengan mainan dan pakaian yang sama.
Gaya pengasuhan yang menurut beberapa kalangan dinilai kontroversial itu mengajak orang tua untuk tidak mengungkapkan jenis kelamin sang anak pada siapa pun. Dengan cara itu, diharapkan anak dengan sendirinya sadar dan memahami bagian-bagian tubuhnya.
Jenis pengasuhan ini sempat menarik perhatian publik pada 2011 lalu. Ketika itu, sepasang suami istri dari Toronto, Kanada, mengumumkan bahwa mereka membesarkan anaknya, Storm, tanpa menunjukkan apa gendernya. Gaya itu diikuti oleh pasangan suami istri lainnya asal Brooklyn, AS, yang memperkenalkannya melalui sebuah laman blog pribadi.
Selaiknya gaya hidup kontroversial lainnya, pola pengasuhan jenis ini masih dipertanyakan oleh sejumlah pakar. Mereka ragu apakah pola asuh ini bisa bertahan hingga anak-anak dewasa. Pasalnya,
toh, sampai saat ini masyarakat masih mengenal norma-norma tradisional yang berlaku. Sebagai contoh, penggunaan toilet saja masih membedakan antara mana yang digunakan untuk laki-laki dan perempuan.
"Begitu anak Anda bertemu dunia luar seperti sekolah, sangat tidak mungkin untuk bisa mempertahankan keadaan bebas gender ini," kata Lise Eliot, seorang profesor neurologi di Chicago Medical School. "Apakah bisa dipastikan bahwa anak Anda akan mendapat pengecualian dan terbebas dari
bullying?"
Quentin Van Meter dari American College of Pediatricians mengatakan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan cara ini sangat mungkin mengalami penindasan di lingkungan sosialnya. "Orangtua yang melakukan ini secara tidak langsung menempatkan anak-anak mereka dalam situasi bahaya," kata dia mengutip
CBN News.
Namun, orang tua seperti Nate dan Julia Sharpe memahai kondisi ini. Tetapi mereka tetap bertekad untuk melindungi anak-anak mereka sampai kapan pun.
(bel/asr)