Jakarta, CNN Indonesia -- 'Kecipratan' tenar, banyak teman selebriti, sampai berada di bawah sorotan kamera kerap jadi impian banyak orang yang ingin punya pasangan seorang selebriti.
Namun, menjadi istri dari seorang
public figure tak selamanya menyenangkan.
Komentar-komentar negatif warganet jadi hal biasa yang kudu dihadapi Meira Anastasia, istri Ernest Prakasa. Pasalnya, setiap Meira membagikan kegiatannya di media sosial atau saat sang suami mengunggah foto bersamanya, komentar-komentar negatif netizen itu selalu saja muncul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seolah jadi hakim dalamdi pengadilan, warganet berbondong-bondong menuntut Meira ini dan itu.
"Ternyata, orang cakep belum tentu istrinya cantik!" tulis seorang warganet di kolom komentar Instagram @ernestprakasa, beberapa tahun lalu.
Kalimat itu membekas dan membebani Meira. Baginya, menjadi istri seorang artis bukan hal yang mudah. Dia 'dituntut' memenuhi ekspektasi warganet, apa pun itu.
Misalnya saja soal tampilan fisik istri seorang artis yang dianggap kudu cantik dengan kulit putih bersinar, badan langsing, rambut panjang, dan kerap memulas wajahnya dengan
make-up.
Tapi, itu bukan Meira. Dia hanya seorang perempuan berambut pendek yang kerap gonta-ganti cat dan jarang memulas wajahnya dengan
make-up. Belum lagi bentuk payudara, yang dirasa dia, tak ideal pasca-melahirkan dua anak. Sosok Meira berkebalikan 180 derajat dari ekspektasi publik.
"Banyak sekali komentar, misalnya ada yang bilang, 'Kak, enggak pengin sulam alis? Sekarang banyak pelakor,
lho'," kata Meira saat meluncurkan bukunya
Imperfect, A Journey to Self Acceptance di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tak cuma itu, Meira juga kerap dikomentari gara-gara rambut pendeknya. Warganet berpendapat jika Meira kudu memanjangkan rambutnya agar terlihat lebih 'perempuan' atawa feminim.
"Padahal, saya
udah punya dua anak. Kurang perempuan apalagi," kata dia.
Tak ayal, komentar publik itu membuat Meira tak percaya diri. Dia kerap menyalahkan diri sendiri. Meira tak senang dengan kulitnya yang hitam lalu mencoba perawatan suntik vitamin C demi mendapatkan kulit yang lebih cerah.
Meira juga tak suka dengan bentuk perut serta payudaranya. Penulis skenario film
Susah Sinyal ini bahkan sempat ingin melakukan operasi payudara hingga ke Singapura.
Tuntutan warganet yang kian parah itu membikin keadaan Meira semakin tertekan hingga akhirnya dia memutuskan untuk bertemu dengan psikolog.
"Ada satu saat, ketika aku benar-benar
down dan akhirnya aku memutuskan mencari pertolongan profesional ke psikolog," ucap Meira.
Keputusannya untuk berbincang dengan psikolog itu membikin Meira sedikit lega. Perlahan, dia menerima keadaan dengan apa adanya. Dia juga bertekad menjalani pola hidup sehat dengan pikiran yang positif.
Kini, Meira tak lagi menghiraukan komentar-komentar negatif warganet. Dia fokus memperbaiki diri dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan bernutrisi.
Toh, perlahan usahanya mulai memperlihatkan hasil dengan bentuk tubuh yang membaik.
"Dulu meresahkan banget, sekarang sudah merasa lebih mengenal diri sendiri. Dulu stres banget menghadapi
body shaming, sekarang jadi lebih santai," kata Meira.
Kisah Meira menghadapi tuntutan warganet ini dituangkan dalam buku
Imperfect, A Journey to Self Acceptance yang baru saja dirilis dan sudah memasuki cetakan keempatnya.
(asr/chs)