Jakarta, CNN Indonesia -- Menghadapi dan merawat seorang pasien penyakit kronis bukan hal mudah. Apalagi ketika angka harapan hidup makin sirna. Di sana ada penolakan dan penyangkalan. Dalam hal ini, komunikasi jadi kunci keberhasilan perawatan paliatif.
Siti Annisa Nuhonni dari Departemen Rehabilitasi Medik RS Siloam Kebon Jeruk, mengatakan bahwa pasien penyakit kronis, termasuk kanker, perlu diajak komunikasi secara bertahap hingga dia bisa menerima kondisinya.
"Pasien itu punya tahapan saat menghadapi diagnosis. Tiap pasien bisa beda tahapannya. Kita hanya perlu memahami dan memberi respons dengan tepat," ujar Siti dalam
talkshow tentang perawatan paliatif di Hotel Borobudur, Jakarta, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada lima tahap yang biasanya dialami pasien. Kelima tahap itu di antaranya penolakan, marah, depresi, tawar-menawar, serta penerimaan.
"Reaksi-reaksi itu normal. Berikan waktu bagi pasien untuk memahami diagnosisnya. Beri kesempatan buat pasien untuk menceritakan apa yang dia rasakan dan pikirkan," kata Siti.
Tak cuma itu, seorang
caregiver dalam perawatan paliatif juga tak perlu mengambil hati ungkapan kemarahan pasien. Akan lebih baik jika
caregiver mampu mengenali pikiran negatif yang memicu amarah dan membantu pasien mengoreksi pikiran negatifnya.
Seorang
caregiver, kata Siti, juga harus membantu pasien mengolah harapan dan memberikan dukungan dengan menekankan hal-hal positif.
"Pikiran positif pasien perlu terus didukung, beri kebebasan dan kesempatan buat pasien," imbuh Siti.
Memulai komunikasi dengan pasien kankerDengan segala jenis reaksi pasien itu, rasanya wajar jika
caregiver merasa cemas, bingung, takut salah bicara, ragu memulai, bahkan takut dianggap ikut campur.
Faktanya, memulai komunikasi dengan pasien penyakit kronis memang tak mudah. Pertama, seorang
caregiver bisa memulai pertanyaan dan beri waktu pasien untuk menjawab. Jika pasien sudah mau terbuka dan bercerita, dengarkan dia sepenuh hati.
Ada beberapa kalimat, yang meski terdengar simpatik, namun sebaiknya dihindari. Pasalnya, bukannya membikin tenang, kalimat-kalimat itu justru mendatangkan depresi.
Beberapa kalimat seperti 'kanker tidak seberat itu, kok' atau 'ya, jangan dipikirkan terus dong' cuma menimbulkan kecemasan pasien.
Seyogianya, seorang
caregiver mengungkapkan kata-kata yang lebih baik dan dapat menumbuhkan pikiran positif pasien.
"Kita bisa memberikan kalimat-kalimat yang menghargai kesedihan pasien. Saat dia menjalani pengobatan, kita bisa mengapresiasi kemajuannya," kata Siti.
Keterampilan berkomunikasi punya peran penting dalam perawatan paliatif. Semakin dilatih, seorang
caregiver akan semakin punya kemampuan berkomunikasi yang mumpuni.
(asr/chs)