Jakarta, CNN Indonesia -- Saat matahari belum menampakkan sinarnya, Dzi bangun lebih awal dan mulai beraktivitas sebagai seorang
ibu rumah tangga. Perempuan berusia 32 tahun itu bergegas menyiapkan sarapan untuk suami yang akan bekerja dan buah hati yang baru saja mulai bersekolah.
Dzi juga mesti memastikan semua keperluan suami sebelum berangkat kerja terpenuhi, sembari bersiap mengantar si cilik Cia ke taman kanak-kanak berstandar internasional tak jauh dari rumahnya di Cimanggis, Depok.
Pukul 07.00 WIB, semua pekerjaan rumah selesai dikerjakan. Dzi lalu mengantar Cia yang masih berusia 4 tahun itu menuntut ilmu dan menungguinya hingga pukul 11.00 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, Cia juga mesti mengikuti beberapa terapi termasuk
sensory integration. Pasalnya, Cia mengalami keterlambatan berbicara atau lebih dikenal dengan
speech delay.
Kondisi anak semata wayangnya inilah yang membuat Dzi memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan fokus memperhatikan tumbuh kembang Cia.
Dzi memilih meninggalkan pekerjaan di sebuah kontraktor yang sudah digelutinya selama tiga tahun semenjak lulus kuliah. Usaha desain interior yang sempat dirintis Dzi pun, ditinggalkan sejenak.
Waktu untuk berinteraksi bersama anak di rumah, dinilai jauh lebih penting dibandingkan pekerjaan.
"Sejak didiagnosis
speech delay waktu 1 tahun 10 bulan, saya fokus di rumah," kata pemilik nama lengkap Dzikroh Maulidah ini saat berbagi kisah inspiratifnya dengan
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Pada setiap anak, penyebab
speech delay dapat berbeda-beda seperti keturunan dan kurang interaksi.
Awalnya, Dzi sempat panik dan khawatir mengetahui perkembangan kondisi anaknya yang lebih lambat dibanding anak-anak lain seusia Cia. Tapi, Dzi tak putus asa dan terus berusaha mencari perawatan.
Cia lantas mengikuti beragam terapi seperti terapi bicara dan
sensory integration. Usaha Dzi untuk fokus pada anaknya dan menjadi ibu rumah tangga berbuah hasil.
Kini, perkembangan Cia semakin pesat, walaupun belum bisa dianggap setara dengan anak usia lain.
"Sudah bisa bicara sudah jauh berkembang. Cuma memang belum seperti anak lainnya, masih butuh terapi lagi," ucap Dzi.
Cia masih mengikuti beberapa terapi, meski tak lagi sepadat dulu. Setiap hari pula, Dzi dengan setia menemani Cia terapi.
Aktualisasi diriDi sela-sela waktunya fokus menjadi ibu rumah tangga, Dzi juga meluangkan waktu untuk aktualisasi diri dan bersosialisasi.
Dia masih menyempatkan diri menerima beberapa proyek desain interior lantaran suka menggambar. Cara ini juga ampuh melawan kebosanan yang sering kali datang pada ibu rumah tangga.
Dzi juga mengaku tak ingin menyianyiakan kemampuan dan ilmu yang sudah didapatkannya di Teknik Arsitektur, Universitas Gunadarma.
"Saya ingin rumah tangga keurus, tapi di luar juga bisa bermanfaat bagi orang lain," ujar Dzi.
Usaha desain interior ini sebenarnya sudah dirintis Dzi sejak sebelum menikah. Setelah menikah pada 2009 lalu, intensitas Dzi pada usaha itu mulai berkurang. Dia mengalihkan usaha itu pada tiga orang karyawan tetap di sebuah
workshop. Dzi hanya memantaunya sesekali atau melalui telepon.
Selain itu, Dzi juga mengikuti beberapa komunitas seperti sanggar senam dan himpunan pengusaha wanita di Depok. Dzi mengikuti komunitas ini untuk tetap bisa bersosialisasi dan mencari relasi.
Dia tak ingin menjadi ibu rumah tangga yang membuatnya lupa dengan aktualisasi dan kegiatan sosial.
(ptj/asr)