icon-close

Di sebuah lembah terpencil di Pakistan, puluhan wanita kelompok minoritas Kalash menari untuk merayakan kedatangan musim semi - bersamaan dengan sekelompok pria yang berebut untuk menangkap momen tersebut dengan kamera di tangannya.

Kondisi itu telah lama membuat resah masyarakat Kalash. Mereka menganggap bahwa kedatangan turis bisa mengancam keberadaan tradisi mereka.

Setiap tahunnya, Kalash menyambut musim baru dengan berkurban, pembaptisan, dan pernikahan dalam sebuah festival bernama "Joshi". Saat perayaan dimulai, turis dengan telepon genggam berkamera berdesak-desakan untuk mendekati wanita Kalash.

Dikenal dengan kulit pucat dan mata berwarna terang mereka, komunitas Kalash telah lama mengklaim hubungan leluhur dengan pasukan Alexander Agung - yang menaklukkan wilayah itu pada abad ke-empat sebelum Masehi.

Mereka menyembah banyak dewa, memiliki tradisi minum alkohol dan boleh menikah dengan orang pilihannya - tidak seperti mayoritas masyarakat di Pakistan yang pernikahannya sering dijodohkan.

Namun wanita Kalash sering menikah di usia remaja. Wanita di sini juga berpendidikan rendah karena mereka hanya diharapkan untuk melakukan ibu rumah tangga di rumah.

Kisah mengenai kehidupan komunitas Kalash yang terkesan berbeda dengan mayoritas masyarakat Pakistan sering dibuat-buat. Konsep bebas dalam kehidupan mereka sering disalah artikan, terutama sejak beberapa tahun terakhir melalui media sosial.

Di Bumburate, terpajang spanduk peringatan bahwa pendatang harus meminta izin untuk mengambil foto dan video masyarakat Kalash, terutama kaum perempuan.

icon-chevron-left
icon-chevron-right