Jakarta, CNN Indonesia -- Hidup harus harmonis. Relasi antara manusia harus terjalin sedemikian rupa demi membangun koneksi yang kuat.
Korea punya cara tersendiri untuk membangun hidup yang lebih harmonis.
Adalah '
nunchi', sebuah seni untuk menyelami pemikiran dan perasaan orang lain untuk membangun kepercayaan, harmoni, dan koneksi.
Melalui buku berjudul
The Power of Nunchi: Korean Secret to Happiness and Success, penulis sekaligus akademi Euny Hong menjelaskan mengenai
nunchi. Dalam bahasa Korea, '
nunchi' berarti 'ukuran mata'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti halnya Indonesia, Korea juga termasuk negara yang kaya akan budaya. Beragam budaya hidup di sana dan menjadi pedoman hidup masyarakat.
Mengutip situs
Korea4Expats, dengan
nunchi, orang Korea menggunakan bahasa isyarat non-verbal untuk menyampaikan emosi dan makna melalui berbagai suara. Emosi itu disampaikan melalui nada suara, volume, intonasi bicara, hingga ekspresi wajah.
Tak ada kalimat yang begitu blak-blakan. Apa yang disampaikan tubuh tak selalu sama dengan apa yang dimaksud.
Nunchi tak ubahnya taktik perpaduan persepsi, kemampuan memindai situasi, dan insting untuk membaca reaksi. Semuanya dilakukan demi menentukan respons yang tepat untuk diberikan.
 Ilustrasi. Nunchi tak ubahnya praktik mengetahui perasaan orang lain yang berkembang di masyarakat Korea. (REUTERS/Kim Hong-Ji) |
Dengan kata lain, kebutuhan atau respons yang dibutuhkan dapat ditemukan dengan menangkap pemikiran lawan bicara.
Tak hanya dipraktikkan pada komunitas masyarakat,
nunchi juga dipraktikkan untuk relasi romantis kedua insan manusia. Dengan
nunchi, seseorang bisa memahami bahasa tubuh dan ucapan pasangan.
Sejarah dan praktik
Nunchi diperkenalkan sekitar 25 abad yang lalu. Confucius mengajarkan praktik
nunchi pada masyarakat Korea. Di kemudian hari,
nunchi jadi bagian penting kehidupan masyarakat Korea.
Beragam
nunchi dipraktikkan. Cara berpakaian pun termasuk pada
nunchi. Melalui pakaian, masyarakat Korea merefleksikan status dengan dengan siapa seseorang menjalin relasi.
Ada pula bahasa non-verbal seperti tersenyum dan intonasi bicara. Bagi masyarakat Korea, tersenyum tak selalu mengekspresikan kebahagiaan, tapi juga rasa malu.
Sebagai contoh, seorang staf akan tersenyum atau bahkan tertawa saat melakukan kesalahan. Namun, itu tak berarti sikap menyepelekan atasan kerja.
Selain itu, ada pula intonasi. Masyarakat Korea kerap berbicara dengan intonasi tinggi seolah marah. Intonasi seperti ini kerap ditemui saat mereka berbicara melalui sambungan telpon. Namun, ini juga bukan berarti sebagai ekspresi marah pada lawan bicara.
[Gambas:Video CNN] (els/asr)