Jakarta, CNN Indonesia -- Mereka adalah pria. Tapi, mereka gemar berdandan layaknya perempuan muslim, lengkap dengan cadar yang menutupi sebagian wajah. Fenomena
crosshijaber tengah meramaikan jagat maya.
Keramaian ini dimulai setelah akun Twitter @Infinityslut mengunggah cuitan tentang eksistensi fenomena tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keramaian pun semakin menjadi-jadi saat seorang pemilik akun Instagram @sheila_aidi menampilkan unggahan dengan tema serupa. Dalam unggahannya, dia menampilkan tangkapan layar InstaStories seorang
crosshijaber yang bercerita tentang sederet alasan yang membuatnya berani tampil sedemikian rupa di depan publik.
[Gambas:Instagram] Tak hanya itu, para pria yang berdandan layaknya perempuan muslim ini juga diketahui tergabung dalam sebuah komunitas yang terbentuk di beberapa jaringan media sosial.
Namun, dari pemantauan
CNNIndonesia.com, akun Instagram @crosshijaber telah dihapus. Beberapa akun media sosial
crosshijaber lain juga terpantau terkunci dan hadir tanpa foto profil.
Tak ayal, kabar soal aksi para
crosshijaber di depan publik ini pun membuat netizen ramai. Beberapa dari mereka menyampaikan kekhawatirannya akan fenomena tersebut.
Crosshijaber sendiri merujuk pada pria yang gemar berpenampilan layaknya perempuan. Umumnya, mereka tampil dengan hijab, lengkap dengan cadar yang menutupi sebagian wajah.
Istilah '
crosshijaber' sendiri diambil dari sebutan
'crossdressing'. Nama terakhir merupakan istilah yang digunakan untuk gaya berdandan atau tampilan--secara spesifik pada busana--yang tidak sesuai dengan jenis kelamin bawaan sejak lahir.
Crossdressing bisa dilakukan oleh pria yang berdandan seperti perempuan atau bahkan sebaliknya.
Perilaku ini kerap dianggap menyimpang. Beberapa bahkan menyebutnya sebagai penyakit seksual.
Namun, jauh sebelum sekarang,
crossdressing telah digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Pada beberapa masa,
crossdressing bahkan menjadi budaya.
Thor dianggap sebagai manusia pertama yang melakukan
crossdressing. Mengutip
All That Interesting, tampilan layaknya perempuan digunakan Thor untuk melawan para raksasa jahat yang mencuri palu Mjolnir miliknya.
Dalam cara yang lebih subversif, abad ke-18 mengenal eksistensi Molly House. Tempat itu menjadi wadah bagi para pria yang berdandan layaknya perempuan berpesta pora.
"Mereka mengadopsi semua hal yang ada pada wanita. Mulai dari cara berjalan, mengobrol, menjerit, dan marah-marah. Begitu mereka tiba, mereka mulai berperilaku persis seperti wanita, membawa gosip ringan, dan lainnya," tulis Edward Ward dalam
The Secret History of Clubs (1709), mengutip
Fashion History.
Crossdressing tak hanya berlaku bagi pria yang berdandan layaknya perempuan, tapi juga sebaliknya. Di antaranya muncul dalam sejumlah lakon gubahan Shakespeare.
Dalam lakon-lakonnya, Shakespeare menekankan
crossdressing sebagai upaya untuk melindungi diri. Pada masa itu, 'dunia luar' memang dianggap tak aman bagi kaum perempuan untuk berpergian seorang diri.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)