Jakarta, CNN Indonesia -- Infeksi virus corona atau
Covid-19 kian meluas ke pelbagai negara di dunia. Hingga Selasa (3/3) tercatat 77 negara yang mengonfirmasi kasus positif
virus corona.
Termasuk Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengumumkan dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang positif terjangkit itu pada Senin (2/3) lalu. Di tengah merebaknya wabah corona inilah, Gubernur DKI Jakarta mencetuskan ide teleworking alias bekerja secara remote atau jarak jauh. Imbauan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk antisipasi penularan.
Penerapn teleworking sebetulnya juga masuk dalam salah satu poin
imbauan pencegahan corona di lingkungan kerja yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Edaran panduan tersebut memang memuat sejumlah rekomendasi langkah pencegahan penularan juga penyebaran virus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sistem teleworking memungkinkan karyawan memperoleh fleksibilitas tempat dan waktu bekerja. Sehingga karyawan tetap merasa aman tapi roda perusahaan pun tetap berjalan.
[Gambas:Instagram] Psikolog sosial Vici Sofianna Putera mengungkapkan, teleworking memang mampu menghemat waktu, tenaga juga biaya. Tapi di sisi lain, baik pekerja maupun manajemen perusahaan perlu memperhatikan soal pengelolaan waktu dan target pekerjaan.
"[Untuk karyawan] penting untuk memiliki kemampuan
self management. Karena sangat fleksibel,
enggak ada yang kontrol, maka perlu bisa mengontrol diri sendiri," jelas Vici pada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (3/3).
Tak dimungkiri, beban psikologis pekerja akan berkurang ketika teleworking diterapkan. Bekerja di kantor dianggap memunculkan tekanan lebih tinggi karena pekerja cenderung merasa diawasi.
Sedangkan ketika bekerja di luar kantor, suasana akan lebih tenang.
"Coba kenapa orang banyak kerja di cafe? Mereka kan kerja mengeluarkan uang untuk jajan, nah ada keharusan untuk bisa menghasilkan. Mendorong diri dengan dorongan eksternal," tutur dia.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Hanya saja Vici mewanti, jangan sampai pula terlalu tenang. Karena itu pekerja pun perlu mengatur prioritas melalui timeline kerja, menghindari penundaan pekerjaan dan memastikan untuk memberikan respons cepat saat dihubungi atasan.
Dari sisi manajemen perusahaan juga perlu melakukan penyesuaian. Lazimnya, pihak perusahaan berorientasi pada hasil atau output dan bukan pada proses. Dalam kondisi teleworking, perusahaan perlu memberikan tenggat dan target konkret lantas disampaikan dengan jelas ke pekerja.
Jika seluruh tahapan itu berjalan, baik dari segi karyawan maupun perusahaan maka niscaya teleworking tak akan jadi hal yang sulit.
Kendati Vici tak bisa menampik bahwa ada pula sisi negatif penerapan teleworking.
"Ada informasi yang hilang. Informasi dari relasi interpersonal berupa sinyal nonverbal itu penting dan lebih jujur," ungkap dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung tersebut.
Vici lantas memberikan contoh, komunikasi melalui email atau pesan singkat tidak memungkinkan orang mengetahui kondisi lawan bicaranya. Semisal, sedang marah atau senang. Sementara jika lewat Skype, orang memang bisa saling tatap muka, akan tetapi ada keterbatasan waktu dan sinyal yang boleh jadi tak stabil.
Berbeda saat bertemu langsung, segala kendala ataupun noise bakal banyak berkurang dan minim terjadi miskomunikasi. Untuk menyiasati celah tersebut, perlu ada kesepakatan terkait cara berkomunikasi.
Untuk komunikasi yang memerlukan arsip maka bisa dilakukan melalui email. Kebutuhan mendadak (
urgent) bisa lewat telepon. Tak hanya itu, perlu pula disepakati alur komunikasi, apakah perlu dilakukan berjenjang atau sebaliknya.
"Pada dasarnya komunikasi itu penting, mau yang teleworking maupun yang konvensional," tambah Vici.
[Gambas:Video CNN] (els/nma)