Psikolog China soal Corona: Beban Emosinya Terlalu Berat

CNN Indonesia
Kamis, 12 Mar 2020 14:38 WIB
Gara-gara virus corona, banyak orang khususnya di China yang mengalami masalah mental dan depresi karena karantina dan isolasi.
Gara-gara virus corona, banyak orang khususnya di China yang mengalami masalah mental dan depresi karena karantina dan isolasi. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Virus corona tak cuma menelan korban meninggal atau sakit secara fisik. Virus penyebab Covid-19 ini ternyata juga menyebabkan 'penyakit mental' di China.  

Terapis, hotline konseling dan kelompok kesehatan online di China sedang berjuang mengatasi meningkatnya permintaan bantuan emosional ketika virus tersebut juga merusak kehidupan normal.

Kekurangan tenaga penyedia kesehatan mental memperburuk masalah di negara tersebut akibat lockdown dan isolasi serta adanya imbauan untuk tak keluar rumah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap hari kami memiliki sekitar 20 penelepon. Beberapa orang telah menyaksikan kerabat mereka binasa tanpa akses ke obat-obatan pada hari-hari awal virus, ketika tidak ada cukup tempat tidur rumah sakit," kata seorang psikolog bermarga Xu, yang bekerja di sebuah rumah sakit di Wuhan, dikutip dari AFP.

"Sebagian besar panggilan berasal dari pasien coronavirus yang khawatir tentang hasil yang lambat setelah perawatan medis atau mereka yang cemas akan terinfeksi."


Ketika krisis berlarut-larut dan karantina tetap berlaku, banyak orang yang berjuang dengan ketidakpastian tentang berapa lama mereka akan disimpan dalam isolasi. Itu memicu kebosanan, kesepian, dan kemarahan, kata Chee Ng, seorang profesor psikiatri di University of Melbourne.

"Semakin lama karantina, semakin buruk untuk kesehatan mental," kata Ng.

Siswa yang terjebak di rumah karena sekolah diliburkan akhirnya mengikuti kursus online, wanita hamil dan pasangan yang bergulat dengan kurangnya pendampingan untuk pengasuhan anak, semuanya mencari bantuan untuk melampiaskan ketakutan dan frustrasi mereka.


Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan lebih dari 300 hotline telah dibentuk oleh universitas, pemerintah daerah dan organisasi kesehatan mental.

Di tengah kekurangan profesional terlatih, pemerintah hanya mampu mengumpulkan 415 tim penasihat untuk pergi ke Hubei untuk melayani pasukan pekerja kesehatan dan puluhan ribu pasien.

Relawan di beberapa hotline di Beijing dan Shanghai mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak diberikan pelatihan intervensi krisis, membuat mereka rentan terhadap trauma sekunder.

"Beberapa sukarelawan menangis setelah sesi mereka selesai," kata Ming Yue, seorang psikiater peserta pelatihan yang menjadi relawan dengan hotline nasional yang dijalankan oleh Universitas Normal Beijing.

"Mereka merasa sedih dan kewalahan."

Xu, psikolog itu mengatakan kepada AFP bahwa dia melakukan meditasi setengah jam setiap hari sebelum mulai bekerja di rumah sakit.

"Begitulah cara saya mengatasinya," katanya.

"Kalau tidak, beban emosionalnya terlalu berat."

[Gambas:Video CNN]

Lelah dan mudah tersinggung

Dokter dan perawat yang merawat pasien virus sangat rentan terhadap tekanan mental - terutama jika mereka harus merawat rekan yang sakit.

"Selama wabah SARS, hampir 89 persen petugas kesehatan melaporkan beberapa bentuk dampak psikologis," kata Ng, merujuk pada virus corona lain di China pada 2002-2003.

Lebih dari 3.400 petugas kesehatan di China telah terinfeksi Covid-19, menurut pejabat.

Dan propaganda media pemerintah - yang menggambarkan para pekerja kesehatan sebagai pahlawan dan martir - sebenarnya dapat mencegah mereka mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, Ng memperingatkan.

"Ketika Anda diharapkan untuk menjalani harapan tertentu - seseorang yang kuat, berkomitmen dan berdedikasi sebagai profesi kesehatan - sulit untuk benar-benar mengungkapkan kerentanan yang mereka alami," kata dia.


Du Mingjun, sekretaris jenderal Hubei Psychological Consultant Association, mengatakan dia hanya menerima beberapa panggilan telepon dari dokter dan perawat garis depan.

"Banyak yang menelepon mengatakan mereka merasa lelah dan kesal," kata Du.

"Tetapi banyak yang terlalu sibuk atau terlalu malu untuk mencari bantuan."


Para terapis berbagi rekaman meditasi, cerita dan musik yang menenangkan untuk meringankan beban mental mereka. 

"Rasanya seperti seseorang telah menekan tombol jeda kehidupan, dan tidak jelas kapan mereka akan menekan tombol play lagi," kata salah satu peserta dari Wenzhou, sebuah kota di timur yang juga dikunci.

Ng mengungkapkan, meski nantinya wabah itu berakhir, bagaimanapun, bekas luka mental dari cobaan itu dapat bertahan lama.

"Studi telah menunjukkan bahwa bahkan pada tiga bulan atau satu tahun (setelah epidemi) dampak psikologis tetap ada," ungkap dia lagi. (chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER