Alasan Psikologis di Balik Langkanya Tisu Toilet Kala Corona

CNN Indonesia
Rabu, 11 Mar 2020 15:43 WIB
Virus corona memancing panic buying tisu toilet di berbagai Australia. Apa alasan psikologis di balik hal tersebut?
Virus corona memancing panic buying di berbagai belahan negara. Apa alasan psikologis di balik hal tersebut?(Foto: Reuters/Artho Viando)
Jakarta, CNN Indonesia -- Merebaknya wabah virus corona jenis baru atau SARS CoV-2 membuat penjualan masker dan hand sanitizer meroket. Di Indonesia misalnya, berhari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif Covid-19, kedua barang terbilang langka.

Meski sebetulnya, anjuran ahli dan dokter untuk mencegah penyebaran wabah adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Termasuk mencuci tangan dengan air dan sabun antiseptik.

Fenomena lain di tengah wabah corona ini adalah kepanikan membeli tisu toilet. Bahkan di sebuah supermarket di Australia seperti dikutip Nine News Australia, warga berebut berbelanja tisu toilet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, mengapa tisu toilet menjadi demikian penting di tengah penyebaran virus corona?

Berikut beberapa alasan psikologis di balik fenomena kelangkaan tisu toilet di negara-negara Eropa, Australia juga Amerika.


1. Kekacauan pesan
Steven Taylor, penulis dan psikolog klinis, menilai dibanding pandemi di masa lalu, respons global terhadap epidemi virus corona telah menjadi salah satu kepanikan yang meluas.

"Di satu sisi, responsnya dapat dimengerti, tetapi di sisi lain itu berlebihan. Kita bisa bersiap tanpa panik," kata Taylor mengutip dari CNN.

Karena baru, masih banyak hal yang belum diketahui. Ketika orang mendengarkan pesan yang bertentangan tentang risiko virus dan seberapa serius mereka harus bersiap, orang cenderung mengambil jalan yang ekstrem.

"Ketika orang diberitahu ada sesuatu yang berbahaya akan datang, tetapi yang perlu Anda lakukan hanyalah mencuci tangan, tindakan itu tampaknya tidak sebanding dengan ancaman itu. Bahaya khusus membutuhkan tindakan pencegahan khusus," jelasnya.

2. Bereaksi terhadap arahan yang minim
Sebagian negara sudah melaksanakan karantina massal. Psikolog Baruch Fischhoff melihat orang membeli tisu toilet dan logistik lain demi mempersiapkan jika hal tersebut juga terjadi di kota mereka.

"Kecuali orang melihat [...] otoritas berwenang menjanjikan tiap orang akan dilindungi, mereka meninggalkan tanda tanya akan kemungkinan kebutuhan tisu toilet ekstra, segera daripada nanti. Faktanya tidak ada janji resmi untuk meningkatkan kemungkinan itu," jelasnya.


3. Panic buying memicu panic buying
Percaya atau tidak, kepanikan itu menular, begitu pula dengan panic buying. Media massa melaporkan rak-rak kosong di supermarket, kelangkaan barang dan komentar orang yang panik membeli barang sehingga ini memicu orang untuk melakukan hal serupa.

Taylor menjelaskan manusia sebagai makhluk sosial saling memberikan isyarat untuk apa yang aman dan apa yang berbahaya.

"Dan ketika Anda melihat seseorang di toko, panik membeli, itu dapat menyebabkan efek penularan rasa takut," ujarnya.

4. Keinginan untuk bersiap
CDC dan organisasi kesehatan di seluruh dunia menyarankan untuk tetap di rumah dan menghindari kontak dengan keramaian. Menurut Frank Farley, profesor di Temple University, menilai persiapan memang jadi hal yang alami dilakukan.

"Virus corona mengakibatkan psikologis untuk bertahan hidup, di mana kita harus hidup di rumah sebanyak mungkin dan sehingga harus menyetok logistik yang penting, dan itu termasuk tisu toilet. Bagaimanapun, jika kita kita kehabisan tisu toilet, mau diganti pakai apa?" katanya.

5. Merasa bisa mengendalikan situasi
Gelombang kecemasan membuat orang tak hanya memikirkan dirinya sendiri tetapi juga keluarga. Kecemasan ini pun mengarah pada tindakan antisipatif.

"Orang-orang menjadi cemas sebelum infeksi yang sebenarnya. Mereka belum memikirkan gambaran yang lebih besar, seperti apa konsekuensi dari menimbun kertas toilet," kata Taylor.

Sedangkan Fischhoff berpendapat membeli kertas toilet bisa mengembalikan rasa kontrol terhadap situasi.

"Jika itu memberi mereka rasa bahwa mereka telah melakukan semua yang bisa dilakukan, itu mungkin membebaskan mereka untuk memikirkan hal-hal lain selain virus corona," imbuh dia.

[Gambas:Video CNN]

(els/nma)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER