Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang wanita berusia 20-an telah menjadi orang pertama di AS yang menerima transplantasi
paru-paru ganda untuk pasien
Covid-19. Hal ini dianggap menawarkan harapan bagi pasien virus corona yang sakit parah.
Wanita tersebut sudah menghabiskan enam minggu di unit perawatan intensif Northwestern Memorial Hospital di Chicago. Di saat itu kerja hati dan fungsinya didukung oleh mesin untuk membuatnya tetap hidup.
Saat ini, pasien tersebut sudah sadar. Meski operasi tersebut berhasil, saat ini dia masih menggunakan ventilator dan bernapas melalui trakeostomi (lubang di tenggorokan) sebelum dia bisa bernapas tanpa bantuan tanpa mesin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini adalah pertama kalinya transplantasi paru-paru ganda untuk pasien COVID-19 terjadi di AS.
Mengutip AFP, pada awal Juni, paru-parunya sudah sangat rusak sehingga transplantasi adalah satu-satunya harapan.
"Paru-parunya tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, bahkan mereka mulai mengembangkan fibrosis terminal," kata Ankit Bharat, kepala operasi toraks di Program Transplantasi Paru-Paru Kedokteran Northwestern.
Fibrosis adalah jaringan parut permanen pada jaringan paru-paru, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan kantung udara.
Dia juga memiliki lubang besar di paru-paru kirinya, menyebabkannya bernanah karena infeksi bakteri berbahaya. Rongga ini dianggap unik untuk penyakit COVID-19 dan membingungkan para dokter.
Bharat, 40, telah melakukan puluhan transplantasi paru-paru, tetapi mengatakan operasi ini pada 5 Juni "sangat sulit," membutuhkan 10 jam daripada enam yang biasanya diperlukan.
Ini sebagian karena paru-paru menempel pada struktur di sekitarnya dan sulit untuk dilepaskan.
"Keberhasilan prosedur ini benar-benar membuat saya berpikir dan berharap bahwa kami dapat mengoperasi lebih banyak pasien yang sekarang terjebak pada ventilator karena paru-paru mereka telah hancur secara permanen."
Hanya saja, masih ada kendala lain yang dihadapi. Sama seperti organ-organ lainnya, ada kekurangan donor.
Bharat mengatakan kurang dari 15 persen dari semua paru-paru yang ditawarkan cocok untuk digunakan, tetapi teknik baru termasuk "perfusi paru-paru ex vivo" membuat kebutuhan juga semakin tinggi.
"Kebutuhan perlu mendorong inovasi, jadi saya pikir, jika lebih banyak pasien membutuhkan transplantasi, jadi harus mencari cara," katanya.
(chs)
[Gambas:Video CNN]