Penelitian terbaru menunjukkan obat pengencer darah dapat mengurangi risiko kematian pasien Covid-19 yang sakit parah dan dirawat di rumah sakit. Risiko kematian ini bisa ditekan hingga 50 persen.
Studi dari Mount Sinai Health System, Amerika Serikat ini menganalisis 4.300 pasien virus corona dengan gejala parah yang dirawat di rumah sakit. Studi ini merupakan lanjutan studi berskala kecil serupa yang dipublikasikan pada Mei lalu.
Peneliti mendapati bahwa pasien Covid-19 mengalami penggumpalan darah di seluruh tubuh mereka yang memicu munculnya berbagai komplikasi penyakit. Hasil autopsi pada beberapa pasien yang meninggal menunjukkan bahwa 42 persen mengalami pembekuan darah, termasuk di otak, paru-paru, hati dan jantung mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal mereka tidak pernah mengalami sindrom klinis gangguan trombotik. Itu menyebabkan kerusakan secara diam-diam," kata pemimpin studi Valentin Fuster kepada CNN.
Dalam studi anyar yang dipublikasikan di Journal of American College of Cardiology itu, peneliti mendapati pengencer darah atau jenis obat antikoagulan dapat mengurangi risiko kematian hingga 50 persen. Pasien yang mendapatkan antikoagulan juga memiliki kemungkinan menggunakan alat bantu napas ventilator lebih rendah 30 persen.
Secara rinci, pada pasien yang mendapat obat pengencer darah 75 persen sembuh, 22 persen meninggal di rumah sakit, dan 3 persen masih di rawat di rumah sakit. Jumlah ini lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat obat penghambat pembekuan darah itu.
Pada pasien yang tidak diberi antikoagulan, 60 persen sembuh, 22 persen meninggal di rumah sakit, dan 13 persen masih dirawat di rumah sakit.
Peneliti juga menyatakan penurunan risiko kematian serupa, pada pasien yang mendapatkan antikoagulan untuk mencegah pembekuan darah maupun setelah terdapat bukti adanya pembekuan darah.
Dalam pengobatan dokter menggunakan beberapa antikoagulan dan setiap pasien bisa mendapatkan lebih dari satu antikoagulan. Sehingga, tidak diketahui secara pasti jenis pengencer darah yang paling berhasil.
Peneliti juga mengakui penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan. Dijelaskan bahwa studi masih belum menggunakan metode terkontrol secara acak yang menjadi standar penelitian medis.
Peneliti mengatakan studi ini berlanjut menggunakan metode terkontrol secara acak secara internasional.
"Uji coba acak internasional baru saja dimulai dengan 15 institusi," ucap Fuster.
(ptj/nma)