Pandemi Covid-19 merupakan masa sulit yang membuat sebagian orang harus berhadapan dengan masalah kesehatan mental, termasuk depresi dan kecemasan.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Sabtu (9/10), menunjukkan kasus depresi dan kecemasan sendiri melonjak lebih dari seperempat secara global selama tahun pertama pandemi.
Dalam perkiraan pertama di seluruh dunia tentang dampak kesehatan mental dari Covid-19, para peneliti memperkirakan bahwa pada 2020 terdapat tambahan 52 juta orang menderita gangguan depresi mayor, dan tambahan 76 juta kasus kecemasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet, angka tersebut menandai peningkatan 28 dan 26 persen dalam masing-masing masalah kesehatan mental itu.
Sebagaimana dilansir AFP, Covid-19 telah merenggut hampir 5 juta nyawa sejak muncul pada akhir 2019, tetapi para ahli mengatakan ini mungkin di bawah angka sebenarnya.
Studi menunjukkan bahwa negara-negara yang paling terpukul dibebani dengan beban kesehatan mental terbesar, dengan hubungan kuat antara tingkat kasus Covid-19 yang tinggi, pembatasan pergerakan, dan peningkatan tingkat depresi dan kecemasan.
"Temuan kami menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem kesehatan mental untuk mengatasi beban gangguan depresi dan kecemasan yang meningkat di seluruh dunia," kata penulis utama studi Damian Santomauro, dari University of Queensland's School of Public Health.
"Memenuhi permintaan tambahan untuk layanan kesehatan mental karena COVID-19 akan menjadi tantangan, tetapi tidak mengambil tindakan tidak boleh menjadi pilihan."
Studi ini menganalisis data yang dikumpulkan di seluruh Amerika Utara, Eropa, dan peneliti Asia Timur memodelkan prevalensi depresi dan kecemasan.
Seandainya pandemi tidak terjadi, 193 juta kasus depresi diperkirakan akan terjadi. Sementara karena pandemi, terdapat 246 juta kasus yang diamati selama 2020.
Demikian pula untuk kecemasan, model memperkirakan 298 juta kasus kecemasan secara global tanpa Covid-19, tapi jumlah sebenarnya tahun lalu adalah 374 juta.
Analisis menunjukkan bahwa perempuan menderita secara tidak proporsional, terutama karena langkah-langkah pandemi memperburuk ketidaksetaraan kesehatan dan sosial yang ada di sebagian besar negara.
Perawatan tambahan dan tugas rumah tangga sebagian besar masih menjadi tanggung jawab perempuan, dan perempuan jauh lebih mungkin menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, yang melonjak selama pandemi.
Studi tersebut juga menunjukkan, penutupan sekolah dan perguruan tinggi membatasi kemampuan anak muda untuk belajar, berinteraksi dengan teman sebaya, dan mendapatkan pekerjaan, yang menyebabkan dampak kesehatan mental yang besar di antara anak muda berusia 20-24 tahun.
"Pandemi COVID-19 telah memperburuk banyak ketidaksetaraan yang ada, dan determinan sosial dari gangguan kesehatan mental, dan mekanisme yang mendasari untuk meningkatkan kesehatan mental dalam konteks pandemi COVID-19 secara global," kata Alize Ferrari, dari University of Queensland.
"Sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan faktor-faktor mendasar seperti ini sebagai bagian dari langkah-langkah untuk memperkuat layanan kesehatan mental."
(afp/agn)